Chapter 20

909 67 2
                                    

Di part ini mnjelaskan awal terbentuknya T-Z project

*****





Aku menyadari sedikit hal atas ucapannya. Berusaha mengenyahkan pikiran tersebut, aku merasakan ketakutan.

"Everebody okay?!"

Kami dilanda panik, pandanganku mengabur. Tidak. Aku tidak boleh hilang kesadaran. Seorang pemimpin tidak boleh terlihat lemah dihadapan siapapun, aku merasakan Louise mengguncang tubuhku, suaranya terdengar seperti tertelan air. Lalu aku berdiri, pandanganku semakin mengabur dan dijemput sedikit kegelapan.

"Dokter.. Luna-

🍁🍁🍁🍁🍁

Pening terasa saat aku membuka mata, mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuiakan cahaya yang masuk ke retina. Telingaku berdengung, pandanganku buram saat pertama kali aku membuka kelopak mata. Hal pertama yang ku lihat adalah ke-buraman sekeliling hingga akhirnya buram tersebut menghilang diiringi dengan jelasnya pandangan.

"Boss, kau tak apa?"

Louise melambaikan tangannya di hadapan wajahku untuk beberapa saat. Seketika ia menjauhkan tangannya.

Demi Tuhan, wajahnya sangat dekat!

"Menyingkir! Kau!! Dasar sialan," umpatku kasar.

"Apa yang sedang kalian lakukan?!"

Pekikan seseorang terdengar jelas, aku masih mengerang pusing. Ternyata itu suara dokter Richard juga beberapa anak buahku yang lain. Mereka menghampiri kami berdua.

"Hey!" TX menyenggol bahu Louise.

"Kalian berciuman?"

Luna.. Ya, itu suaranya, pandanganku beralih menatap Luna yang tampak jauh lebih segar, ia juga sedikit menambahkan riasan pada wajahnya. Hatiku menghangat, Luna ingin berpenampilan lebih cantik saat aku terbangun.

"Sungguh?!" Pekik Rogh.

Aku mengerjapkan mata, ternyata aku tidur di ruang tengah, tidak di kamarku. Aku tertidur di atas kasur dekat jendela, sepertinya salah satu dari anak buahku membawakan kasur ini. Perlahan aku mulai merenggangkan otot-ototku yang terasa kaku, terlihat silau mentari menyorot menembus kaca jendela. Itu berarti aku hanya hilang kesadaran kurang lebih tiga jam.

"Luna, kemari sayang," panggilku menepuk sisi bagian kasur.

Luna hanya diam mematung, sebelah matanya masih tertutupi oleh kain berwarna maroon. Pandangannya beralih tertutuju pada Louise. Sial. Bocah itu masih berdiri didekatku!

"Tidak, tidak. Kami tidak melakukan apapun, jangan salah paham."

"Meskipun aku ingin menciummu, boss," ungkap Louise diakhiri dengan kekehannya.

Mataku menajam, aku tahu bocah itu hanya bergurau, namun ungkapannya bisa saja disalahartikan oleh orang-orang disini. Terlebih Luna, ia tidak boleh cemburu. Suasana pun hening, Louise tidak lagi terkekeh, ia mengusap pundaknya lalu melenggang pergi menjauh.

Kini Luna berjalan mendekat, ia menatapku dalam. Seolah... tersirat rasa khawatir dalam maniknya yang indah tersebut. Tanganku terulur untuk mengusap surainya, aku tidak ingin meninggalkannya seorang diri. Dunia ini berbahaya untuk gadis kecilku, aku harus melindunginya supaya ia tetap aman.

"Apa yang kau rasakan?" Tanya dokter Richard, pria tersebut mengambil tiang infus dan mengatur kecepatan air dalam selang.

Sejenak aku melupakan, ternyata ada selang berisikan cairan infus yang tertancap di lengan kiriku. Aku tidak merasakan apapun, aku sudah tidak merasa pening lagi. Aku hanya sedikit haus dan lapar.

[3.1] The Apollyon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang