Chapter 22

732 61 5
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

Present day
Keegan's apartment
||

Sudut pandang: Keegan




🍁🍁🍁🍁🍁

Aku terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh dokter Richard, selain mendengar, aku juga menonton beberapa rekaman video sebagai bukti kegilaan para ilmuwan dan dokter gila itu di laboratoriumnya. Tampat dimana Luna tumbuh, naasnya gadis kecil itu tidak mengetahui kegilaan apa yang dilakukan oleh ayahnya.

Aku melihat Luna yang tidur di sebelahku, aku masih memangku laptop yang menampilkan video rekaman di laboratorium serta membaca dokumen dokumen penting memgenaibTZ project.

"Ssh.." Luna mengerang dalam tidurnya, untuk itu aku menenangkannya dan menyelimutinya hinga batas leher, barangkalai gadis kecil ini kelelahan.

Aku kembali membaca mengenai dokumen project tersebut. Entah mengapa fokusku semakin berkurang, kali ini aku seolah mebaca dan belajar mengenai project gagal para ilmuwan gila dan dokter tersebut. Aku membaca biodata orang-orang yang bekerja untuk penelitian. Serta objek penelitian mereka, dimulai dari binatang hingga manusia. Aku membaca dan mencerna objek penelitan pertama mereka pada manusia.

PRANITA
23 TAHUN
GANGGUAN JIWA
FAILED
...
...
...
...
...
...

Napasku memburu. Dialah orangnya, orang yang kuanggap sebagai maid ku, aku sempat kebingungan kala ia memanjat gedung melalui tangga monyet. Dan kini aku tahu penyebabnya, wanita itu telah dijadikan objek penelitian sehingga sistem kerja otaknya yang berbeda dengan manusia normal. Aku juga membaca resep obat, penawar serta vaksin yang telah bersarang ditubuhnya. Pening menyergap kala aku membaca dokumen gila itu lebih jauh, aku menyingkirkan sedikit laptop dan memijit pangkal hidung.

Kala itu aku pernah melempari Pranita dengan pisau daging hingga tertancap di kepalanya. Teringat dalam benaku Luna yang histeris ketakutan melihat darah mengucur deras dari wanita tak tahu diri tersebut. Senyum terbit mengingat kejadian lucu tersebut. Mengapa Luna ketakutan? Padahal aku hanya akan menyingkirkan orang yang membuatnya cemburu.

Pandangan mataku meredup, seandainya aku langsung membunuh Pranita kala itu. Mungkinkah manusia tak berguna sepertinya membuat negeri ini aman? Bodohnya aku tidak mau membunuh seseorang di hadapan Luna, aku rasa Luna butuh waktu untuk mengerti kehidupanku yang gelap. Bodohnya aku menyelamatkam wanita gila itu, bodohnya pihak rumah sakit menolong nyawanya hingga Pranita tidak menjadi manusia normal lagi. Andai saja, kami tahu jika Pranita merupakan bagian dari objek penelitian mereja yang gagal.

"Keegan."

Sapuan hangat pada lengan kiriku membuatku tersadar dari lamunan. Luna terbangun?

"Apa aku mengganggumu, sayang?" Tanyaku memberikan kecupan singkat pada pipinya.

Terlihat Luna menghadap samping dan menggeleng.

Aku tidak tahu apa saja yang diberikan Frederick pada Luna. Selain mengetahui ia bukan anak kandungnya. Lalu apa yang aku tidak ketahui? Luna mendapat sesuatu dari Frderick tiap tiga bulan sekali. Aku takut sekali, Luna tidak akan mengenaliku, aku takut sekali jika ia diburu oleh sesorang disana.

[3.1] The Apollyon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang