00

1.2K 118 0
                                    

ꕤꕤꕤꕤꕤꕤꕤꕤꕤꕤ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָ𓏲ָꮺꮺꮺꮺꮺꮺꮺꮺ

Seorang gadis mengetuk pintu berwarna hitam yang ada di depannya, setelah ia dipersilahkan untuk masuk. Ia langsung masuk dan duduk di sofa, tampak laki-laki bersurai putih yang sedang menatapnya sejak ia memasuki ruangan tersebut.

Termasuk delapan orang yang lainnya, mereka semua hanya menatap gadis itu. Menunggu sang laki-laki bersurai putih angkat bicara.

"Jadi, kau yang ingin pergi ke Korea?'

Gadis itu tersenyum senang seraya menganggukkan kepalanya.

"Ya, Runa mendapatkan firasat bahwa akan terjadi hal yang menyenangkan disana."

Pria bersurai putih itu hanya terdiam namun tangannya mengetuk-ngetukan ujung sofa yang ia duduki, tampak menimang-nimang perkataan gadis yang bernama Rina itu.

"Firasat huh?"

Runa mengangguk dan kembali tersenyum "kakak tau, disana ada dia. Bukankah itu pasti hal yang menyenangkan."

"Tidak tidak, justru itu akan semakin berbahaya untukmu." Potong seorang laki-laki, namun orang itu langsung terdiam ketika laki-laki bersurai putih menatapnya dengan tatapan dinginnya.

Laki-laki itu menghela napasnya pelan, sebenarnya ia setuju dengan ucapan salah satu bawahannya itu namun ia tidak bisa melihat ekspresi kecewa Runa. Karena mau bagaimanapun juga, Runa adalah salah satu kelemahan sekaligus senjatanya.

Apalagi setelah ia melihat senyuman Runa tadi, tidak mungkin dirinya menolak kemauan gadis itu.

"Aku mengizinkannya, asal kau selalu melaporkan hal yang terjadi padamu setiap hari." Pria itu menekankan kata setiap hari membuat Runa sedikit merinding, namun ia tidak menolak perkataan pria itu.

Setelah selesai dengan pembicaraan mereka, Runa segera pamit untuk pergi. Ia berniat untuk mempersiapkan keberangkatannya karena lebih cepat lebih baik dan lagipula ia tidak ingin berlama-lama di sana.

Karena kalau ia duduk berlama-lama di sana maka protesan akan banyak berdatangan, dan pastinya ia malas membalas semua protesan dari kedelapan orang yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan mereka.

"Bos, apa benar tidak apa-apa jika membiarkan dia pergi ke Negera orang sendirian?"

"Benar bos, bukannya kami tidak profesional tetapi Runa hanyalah seorang gadis."

"Tetapi dia berbeda dengan gadis seumurannya." Balas pria tertua yang ada di ruangan itu. Kedua laki-laki itu terdiam.

Namun mau bagaimana lagi, Runa adalah adik mereka satu-satunya. Tinggal bersama mereka saja sudah membuat adik mereka dalam bahaya, apalagi tinggal di negara orang sendirian.

"Bagaimana kalau salah satu dari kita ikut dengan Runa ke Korea?" Saran laki-laki yang juga bersurai putih, namun ia lebih tinggi dari pria bersurai putih yang hanya diam dan duduk di sofanya.

"Tidak semudah itu, masing-masing dari kita adalah orang penting disini dan kita juga tidak bisa menugaskan orang lain untuk mengurus tugas kita. Jadwal kita bisa kacau."

Hening melanda ruangan bernuansa hitam putih itu, tidak ada yang membantah karena perkataan yang dikatakannya benar. Mereka tidak bisa sembarangan memberikan tugas mereka ke bawahan mereka begitu saja.

"Suruh saja si nomor sembilan itu, suruh dia awasi Runa dari jauh." Mereka menatap satu sama lain sebelum akhirnya mengangguk setuju.

Walaupun masih ada kekecewaan karena salah satu dari mereka tidak bisa ikut bersama Runa.

guess who i am. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang