Tiga puluh empat.

1.6K 242 96
                                    




Selamat membaca.....

00.45

Disaat yang lain kini sudah tertidur nyenyak satu gadis yang kini berada di balkon dengan rokok yang berada di sela-sela jarinya. Ia menatap langit gelap di atas sana.

Langit yang tidak di temani bulan dan bintang, hanya hitam gelap gulita. Dia kembali melihat gedung-gedung yang di depannya. Semua gedung seakan bersaing siapa yang paling tinggi menjulang.

"Tinggi hanya untuk di kenal banyak orang, saingan kalian bukan gedung yang ada di samping kalian. Tapi, langit yang ada di atas sana" gumamnya menunjuk ke langit gelap itu

Jenny mengambil ponselnya, lalu membuka galeri yang berisi foto ia dan keluarganya.

"Pa, ma. Maaf, selama ini aku ga berguna. Kelak suatu hari nanti, aku bakal berguna untuk kalian. Maafin aku" ucapnya menahan sesak di dadanya

"Pa, orang bilang cinta pertama anak perempuan itu ayahnya dan cinta seorang ayah itu adalah putrinya? Apa papa sekarang cinta sama aku? Atau papa selama ini cuma bercanda, pura-pura jahat sama aku?" Ucapnya yang kini sudah meneteskan air mata.

"Mama? Mama juga sayang sama aku? Buktinya mama sekarang ada di handphone aku, berarti mama sayang sama aku. Cuma mama ga mau menunjukkan, karena mama takut bang indra cemburu sama aku karena mama terlalu sayang sama aku, iya kan ma?"

Jenny menghela nafasnya menghapus air matanya. "Setelah malam itu, kalian benar-benar memutuskan ikatan keluarga.  Kalian segitu marahnya sama aku, sampe kalian membuang aku." Isaknya karena air mata kembali mengalir

"Pa, ma kalo suatu saat nanti aku bisa buat kalian bangga. Tolong panggil dengan sebutan 'sayang', aku pengen banget di panggil kayak gitu sama kalian berdua. Tapi, untuk saat ini aku lagi usaha buat kalian bangga. Kalian cukup sehat-sehat aja di sana, dan aku menunggu waktu itu tiba" lirih jenny lalu mencium foto yang berada di ponselnya

Kini seseorang memperhatikan jenny dari balik pintu balkon, dengan air mata mengalir beriringan dengan ucapan yang keluar dari mulut jenny.

"Jen?" Panggilnya yang membuat jenny menunduk untuk menghapus sisa air matanya dan mematikan rokoknya.

"Mel?" Panggi jenny mendongak melihatnya.

"Are you okey?"

Jenny tersenyum dengan bergetar lalu mengangguk, amel duduk di samping jenny.

Bisa di lihat oleh amel, jenny kini tengah menahan air matanya agar tidak terjatuh dengan tubuh yang bergetar hebat. Amel pun tak bisa melihatnya seperti ini, lalu menarik jenny ke pelukannya.

Jenny membalas pelukan amel, tangis jenny pecah di pelukannya. Membiarkan air mata mengalir, karena sudah tidak tahan lagi untuk menahannya. Dan jika terus di tahan, membuat dadanya terasa sesak.

Ini kali pertamanya amel melihat jenny menangis ke kejar ini, amel merasa iba saat mendengar isak tangis jenny. Amel mengusap punggung jenny memberikan ketenangan.

"Aku kangen mereka mel" lirih jenny, amel tidak menjawabnya, amel terus memberikan kenyamanan di sana.

Amel adalah orang pertama yang tau akan cerita kelam jenny, disaat semua orang tuanya menyalahkan atas sakit yang di derita saudara laki-lakinya itu.

Tempat Pulang [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang