28.

73.5K 4.4K 67
                                    

Dada Evelyn makin sakit seperti diremas. Belakangan Sean memperlakukannya dengan sangat baik seolah pria itu benar-benar mencintainya.

Namun sekarang, apa katanya? Ingin mengakhiri pernikahan yang menyakitkan itu?

Evelyn menunduk dalam menyembunyikan kesedihannya. Tangannya meremas gaun indah yang diberikan Sean untuk candle light dinner, atau tepatnya makan malam terakhir sebagai suami-istri.

"Evelyn, kamu pasti menderita dengan saya kan? Saya yang membuat kamu merasakan amarah saya. Saya yang membuat kamu merasakan semua kesakitan  itu."

Airmata Evelyn jatuh mengenai punggung tangannya. Sedikit pun ia tak mau menghapusnya. Ia mau Sean tahu kalau kesedihannya malam ini takkan lagi disembunyikan.

"Saya menyesal dengan sungguh, saya merasa bersalah telah menyakiti kamu. Saya tahu, perbuatan kejam saya di masa lalu tidak akan pernah bisa hilang dari ingatan kamu."

Sean menarik napas pelan.

"Daripada memulai dengan yang baru, saya lebih ingin memperbaiki apa yang sudah rusak. Meski takkan pernah sesempurna yang lain, tapi  bagi saya itu lebih baik. Pernikahan penuh rasa sakit itu cukup jadi masa lalu."

Sean beranjak dari kursinya dan mendekati Evelyn. Pria itu kemudian mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna maroon.

Sean membuka kotak beludrunya dan menampilkan sebuah cincin berwarna putih dengan bentuk elegan dan sebuah permata kecil di atasnya. Sean kemudian menekuk salah satu lututnya.

"Malam ini, saya ingin memberitahu kalau saya ingin kita...."

Evelyn menatap Sean dengan bingung.

"Menjadi suami-istri yang saling menghormati, melindungi, dan setia satu sama lain seperti janji yang pernah kita ucapkan setahun lalu."

Sean menatap manik mata Evelyn lekat-lekat lalu menguncinya.

"Apa kamu masih bersedia untuk mendampingi saya untuk  memperbaiki pernikahan ini?"

"Maksudnya... Mas Sean nggak mau ceraikan aku kan?" Evelyn masih belum paham.

Sean menggeleng. "Saya nggak mau cerai. Jadi, jawaban kamu apa?"

"Saya bersedia," jawab Evelyn tersenyum haru.

Sean mengulas senyum lebarnya. Lalu memasangkan cincin di jari Evelyn. Pria itu kemudian memeluk istrinya dengan erat.

"Thank you, my wife."

Evelyn membalas pelukan Sean dengan makin erat. Pipinya yang merona, matanya yang sembab karena telah berpikir akan menjadi janda, lalu degup jantungnya yang kian kencang. Evelyn menikmati semua itu.

***

Moses berlarian cepat menuju lantai satu. Valerie memanggilnya karena orangtuanya sudah datang menjemputnya. Harusnya mereka menjemputnya kemarin, tapi ternyata urusan mereka belum selesai saat itu.

Karena tidak berhati-hati anak laki-laki itu tersandung.

"Kalau Moses nangis, berarti Moses cengeng." Sean menghampiri ponakannya kemudian membantunya berdiri.

Walau sakit, Moses menahan dirinya untuk tidak menjerit. Di hadapan Sean, ia mencoba menunjukkan kalau ia anak yang kuat.

"Sakit?" tanya Sean dengan tatapan mengejek.

"Nggak, nggak sakit," jawab Moses berbohong.

"Coba om lihat ada yang luka nggak."

Sean tersenyum, keadaan ponakannya baik-baik saja.

I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang