4.

80.4K 4.6K 22
                                    

Sesuai janjinya, Marvel datang kembali. Tapi pria itu tidak datang sendirian, ia juga membawa istrinya.

"Jadi apa keputusanmu, Robin?" tanya Marvel pertama kali.

Robin kini tidak lagi menatap jemari kakinya, matanya berani menatap balik orang yang ia takuti itu. "Aku akan menyerahkan putri bungsuku untuk putra anda," jawabnya santai.

Walau semalam ia kecewa karena tidak bisa mendapatkan harga terbaik untuk orang yang baru saja ia sebut putri bungsunya. Namun, setidaknya ia masih punya kesempatan terakhir ini.

"Saya ingin melihatnya," kata marvel bersemangat.

"Sebentar, akan saya panggilkan." Pria itu segera meninggalkan tamunya.

Setibanya di depan kamar yang berada di belakang dapur, pria itu segera masuk.

Matanya membelalak ketika orang yang ia cari masih menangis dari semalaman. Ia menarik tangan kecil itu—memaksanya berdiri.

"Kau benar-benar membuatku marah, Evelyn! Sudah kubilang mereka akan datang melihatmu, dan kau ingin menunjukkan wajah jelekmu ini pada mereka?"

Robin benar-benar marah. Ia membawa gadis itu ke kamar mandi dan menyiram tubuhnya yang masih berbalut gaun semalam.

"Cepat bersiap! Atau aku akan membawamu pada Margareth!" bentaknya penuh amarah.

Robin kembali duduk bergabung bersama tamunya. Wajah merah padam laki-laki itu masih sedikit terlihat. "Dia sedang bersiap-siap," beritahunya.

"Siapa namanya?"tanya wanita yang duduk di samping marvel. Dia valerie, istri dari marvel.

"Namanya Evelyn."

Setelah itu puluhan menit mereka habiskan dalam keheningan saat menunggu gadis yang saat ini sudah rapi dengan dres putih motif bunga.

"Maaf sudah membuat Om dan Tante menunggu," kata Evelyn lalu duduk di samping ayahnya.

"Nggak apa-apa. Kamu sangat cantik dan kelihatannya muda banget, seperti anak sma," kata Valerie. Tatapan wanita itu fokus pada calon menantunya itu.

"Makasih Tante. Tante juga kelihatan muda dan cantik," puji Evelyn.

"Bukannya putri sulungmu juga belum menikah, Robin? Kenapa tidak dia saja yang kau berikan?" tanya Marvel. Menurutnya, putri sulung pria itu lebih cocok dengan putranya, umur mereka tidak berbeda jauh sepertinya.

"Dua kakaknya sudah memiliki pasangan masing-masing, dan menurut saya tidak baik memisahkan mereka." Ia melirik gadis di sampingnya. "Awalnya saya memang menawarkan pernikahan ini kepada kedua kakaknya, tapi namanya juga cinta mati dengan kekasihnya, mereka jelas menolak ini."

Evelyn ingin menangis mendengar jawaban bohong laki-laki itu.

"Putri bungsuku ini adalah harapan terakhir saya, dan dia memang tidak mau mengecewakan saya."

"Baiklah jika begitu. Pernikahan tidak akan lama lagi dan saya harap dia bukan perempuan bodoh." Marvel melirik Evelyn tajam.

Evelyn semakin menundukkan kepalanya, dia sekarang tahu keluarga seperti apa yang akan dihadapinya.

***

Besok. Evelyn tidak menyangka jika hari seharusnya ia merayakan kelulusannya dengan prom night bersama teman-teman SMAnya justru akan dirayakan dengan pernikahan mewah di sebuah hotel ternama. Hari di mana ia dan teman-temannya akan saling memberi ucapan selamat, justru akan berakhir dengan ia yang mendapat selamat. Entah apakah pernikahannya besok menyenangkan atau mungkin lebih buruk dari mimpinya.

Evelyn meletakkan kepalanya diatas kedua tangannya. Gadis itu kembali terisak. Bahkan ia belum pernah melihat calon suaminya, tidak tahu siapa namanya, tidak tahu bagaimana orangnya.

Gadis itu menoleh saat pintu kamarnya yang tadinya terkunci sekarang dibuka. Dia mengusap kasar airmatanya lalu segera menghampiri kedua orang yang tengah berbahagia itu.

"Kak, bilangin sama Papa, aku nggak mau menikah. Aku nggak mau, Kak." Evelyn memohon dengan memeluk kaki perempuan itu.

"Jangan nangis dong. Kamu tahu kan, laki-laki yang dinikahin sama kamu itu adalah laki-laki yang ditinggal nikah kekasihnya. Terus kalau besok dia lihat wajah kusut kamu, nggak tahu deh nasib kamu kayak gimana," ucap Maura setelah berhasil melepaskan kakinya.

"Lagipula kamu itu harusnya bahagia, tinggal di rumah orang kaya, nggak perlu susah-susah lagi. Tapi, itu pun kalau mereka mau menerima kamu," kata Jessie. Gadis itu tersenyum licik. Mereka berdua kemudian keluar setelah menaruh makanan adik mereka.

Evelyn terduduk lemas. Tatapannya kosong. Hidupnya segera hancur.

Salahku apa, Pa?

tbc.

jangan lupa untuk vote, komen, dan follow FayannaCrystal

I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang