Sesuatu yang didapat dengan cara curang pasti tidak akan bertahan lama.
~~oOo~~
“Apa katamu?”Salah satu teman Selvi menyodorkan ponsel pintarnya. Di sana terpampang laman media sosial Hujan. Unggahan teratas berisi tentang sayembara jadi makcomblang untuk Hujan dan Agni.
“Ini gila!” Selvi langsung bangkit.
Pegawai salon kuku yang tengah melakukan manikur tangan Selvi mendelik kesal. Sia-sia dia menghias kuku tangan kliennya karena peergerakan Selvi sangat tiba-tiba. Botol cat kuku warna peach sampai terguling dan menumpahkan sebagian isinya ke bantalan handuk di atas meja.
“Ini nggak mungkin.” Selvi menyipitkan mata. “Hujan itu pacar aku. Masak dia mau bikin sayembara biar bisa jadian sama Agni?”
“Itu caption-nya jelas banget.” Teman Selvi memberi tahu.
Selvi mencengkeram gawai milik temannya. Kepala berambut kombinasi cokelat dan hitam itu menggeleng-geleng tidak percaya.
“Ini pasti ulah Agni. Pasti dia yang sebarin sayembara konyol ini. Sudah berani nantangin aku ya, ini anak.” Selvi menggeram kesal.
“Eh, Sel? Mau ke mana?” Si teman kebingungan saat Selvi melesat pergi ke arah pintu keluar. “Manikurmu belum selesai!”
“Bodoh amat! Aku mau ke angkringan Hujan!” Selvi menjawab dengan bentakan keras.
Si teman menghela napas panjang. Dia memandangi pegawai salon dengan tatapan penuh permohonan maaf. Buru-buru teman Selvi mengeluarkan dua lembar lima puluh ribuan dan memberikannya pada pegawai salon.
“Jangan marah ya, Mbak. Teman aku memang emosional gitu orangnya.” Si teman menyeringai dan bergegas menyusul Selvi.
Keduanya masuk mobil dan segera meluncur ke jalan Suhat. Waktu masih menunjukkan pukul enam sore. Angkringan Hujan sebenarnya belum buka, tetapi Selvi yakin jika lelakinya pasti sudah ada di lokasi untuk mempersiapkan diri.
“Ini pasti medsos Hujan dibajak. Nggak mungkin dia kasih kesempatan orang-orang buat comblangin dia sama si Agni itu.” Selvi menggerutu.
“Menurutmu dibajak sama Agni?”
“Ya, siapa lagi? Yang interaksinya paling dekat belakangan ini kan, sama itu bocah.” Selvi mengomel.
Selvi berhenti di seberang jalan tidak jauh dari SPBU Mojolangu. Lampu sein tetap menyala dan mesin tidak dimatikan. Tidak ada tanda-tanda Selvi akan turun dari mobilnya.
“Nggak mau nyamperin mereka?”
Selvi mengamati dari jauh lokasi angkringan Hujan. Terlihat lelaki itu tengah mengobrol dengan beberapa orang pria berseragam SPBU. Sementara Mario dan Agni tampak mempersiapkan food truck dan menata meja-meja.
“Nggaklah. Ngapain juga aku samperin?” Selvi cemberut.
“Lah, terus ngapain di sini? Inspeksi? Mata-matain mantan pacar kamu?”
Selvi mendelik kesal. “Dia cuma bentar jadi mantan. Aku sama Hujan segera balikan, kok.”
“Aku nggak yakin.” Si teman Selvi bicara terus terang. Dia mengabaikan lirikan tajam dari temannya.
“Si Radit sama Dion kan, sering ngangkring di tempat Hujan. Kata mereka, sayembara itu memang keluar dari mulut Hujan sendiri, kok. Si Agni malah kelihatan nggak minat.”
Kening Selvi berkerut. Matanya menyipit curiga. Jelas dia tidak percaya dengan informasi yang diberikan temannya.
“Heh, Hujan itu masih setia sama aku. Dia cuma marah bentar doang. Habis ini kami pasti balikan, kok.” Selvi bersikeras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caramellicious (TAMAT)
Romantizm• Terbit setiap hari Senin • Sama-sama menginginkan sebuah ruko di kawasan prestisius Malang, Agni dan Hujan yang merupakan mahasiswi di universitas ternama akhirnya bergabung dalam satu tim program wirausaha kampus. Sayang niat mereka yang berbeda...