Ansel mengintip dari balik pintu kamar adiknya yang belum terkunci setelah mengetuk dua kali. Dia masuk ke dalam. Matanya melihat-lihat isi kamar Soraya yang belum berubah sedikitpun kecuali rak bukunya yang kini sudah bertambah dua lagi.
Ansel duduk di tepi ranjang sambil mengamati punggung saudara perempuannya yang duduk membelakanginya dengan ekspresi serius. Ansel baru sampai rumah pada sore hari. Niatan buat pulang pagi ke rumah gagal karena ada urusan yang enggak bisa dia serahkan pada bawahannya. Ansel harus bersikap profesional meskipun sedang kalut di kantor memikirkan keadaan adiknya.
Dia yang tidak bisa pulang cepat hari itu hanya bisa minta bantuan teman-temannya di sana buat follow up kasus adiknya. Terutama minta bantuan teman-teman Ansel yang bekerja di bank sama ATM yang digunakan Soraya, supaya menolongnya untuk memblokir ATM adiknya. Dan minta bantuan kenalan yang kerja di perusahaan komunikasi untuk memblokir nomer adiknya juga.
Ansel juga melapukan beberapa upaya untuk pelacakan ponsel adiknya. Barangkali dengan begini dia bisa menemukan pelaku begal secepatnya.
“Ngerjain apa sih, Dek?”
“Skripsi,” balasnya begitu serius. Kata ayah mereka sampai rumah tadi setelah dianter sama cowok bernama Andra, adiknya ini langsung mengurung diri di kamar. Sibuk berkutat di depan laptop keduanya yang dulu dibelikan Ansel sebagai hadiah dan membolak-balikkan buku yang kini berserakan di atas meja belajarnya. Ngomong-ngomong, Ansel belum sempat ketemuan sama Andra. Mungkin setelah ini dia berencana akan menemui cowok itu.
“Ngulang dari awal lagi?”
“Iyalah, Mas. Kalau gak gitu, gak bakalan selesai.”
Semua filenya hilang. Mau enggak mau dia harus mengerjakan mulai dari nol lagi. Ansel prihatin mendengarnya. Jika dia bisa bantu menyelesaikan skripsi adiknya, pasti akan dia bantu. Tapi urusan tugas kuliah entah mengapa dari dulu Soraya paling sulit buat minta bantuan kakaknya. Dia seolah tidak ingin sang kakak ikut campur untuk urusan nilai kuliahnya.
Dalam segi belajar sebenarnya Ansel lebih unggul ketimbang adiknya. Ansel sejak dulu terlahir sebagai anak pintar. Walaupun bukan juara satu di kelas, tapi nilai-nilainya selalu di atas rata-rata dan isi rapotnya bisa dibanggakan. Sedang Soraya tidak seunggul kakaknya. Nilainya selalu pas-pasan dan meskipun isi rapotnya enggak malu-maluin, kadang dia merasa kurang jika dibandingkan kakaknya.
Sebab itu, Soraya selalu menolak dibantu Ansel jika berurusan sama nilai sekolah ataupun kuliah. Jika Ansel ingin bantu persoalan lain, dia akan menerimanya dengan senang hati. Terutama tadi waktu dia pulang ke rumah, tiba-tiba Ansel memberinya ponsel baru sebagai ganti ponsel lamanya yang hilang.
Soraya enggak kaget kalau kakaknya pulang terus kasih ponsel baru. Malahan dia telah menebaknya sebelum bertemu saudaranya ini. Benda pipih berwarna putih itu tergelatak di meja belajar dengan anteng. Pemilik barunya belum lagi menyentuhnya sejak tiga jam dibuat sibuk mengurus skripsinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lionhearted [✔]
Roman d'amour[Hotsy-Totsy 2.0] Soraya ngebet pengen rasain dunia orang pacaran, lantas mendekati sang barista kafe langganannya. Menurutnya, Andra lumayan cocok jadi pasangannya setelah dia gagal mendapatkan cinta pertamanya. Sementara Andra yang sedang di fase...