☔ be yourself

966 170 42
                                    

“Emang napa pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Emang napa pulang. Gak betah, ya?”

Ansel terus bercanda selama di jalan. Bukan maksud apa-apa, dia cuma pengen lihat adiknya yang baru pulang dari Paris itu tersenyum. Habisan mukanya lusut banget kayak kain pel. Enggak ada semangatnya sama sekali.

Sebenarnya Ansel sudah menebak jauh-jauh hari, Soraya enggak bakalan bertahan lama tinggal di Paris. Mau bagaimanapun dia anak bungsu yang biasa dimanjakan di rumah. Perilakunya memang bukan seperti anak manja pada umumnya, Soraya cenderung menutupi kelemahannya itu dengan sikap selengean dan blak-blakan.

Hanya saja, perlu dicatat bahwa adiknya itu tipe orang paling sulit menyesuaikan diri dengan dunia baru. Butuh waktu lama baginya guna menerima perubahan tersebut. Soraya selalu hidup di zona nyaman. Sekali keluar akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri ke zona baru. Ditambah lagi anaknya terlalu negatif thinking. Kebiasaan itulah yang menjadi hambatannya untuk berkembang.

“Manja sih,” kelakar Ansel sambil mencubit pipinya biar senyum. “Kamu aja sampai kurus begitu. Emang Andra gak ngerawat kamu apa?”

“Jangan salahin Mas Andra. Dia ngerawat aku. Emang aku aja yang gak becus.”

“Dih, pesimis amat.” Ansel berdecak tak heran sama sifatnya itu. “Makanya kalau gak becus  belajar. Bukannya gimana-gimana, ya, Dek. Kamu itu udah dewasa. Usiamu udah dua puluh dua tahun, bukan ABG lagi. Meski Mas Aan sayang banget sama kamu, tapi kamu harus berhenti mikirin yang enggak-enggak.”

Ansel meliriknya yang terus diam menatap ibu kota lewat kaca jendela mobil dengan pandangan penuh rindu. Entah rindu sama kampung halaman atau rindu sama Andra. “Bersyukur suamimu itu Andra, bukan laki-laki bajingan yang bakalan nyerah ngadepin sifat pesimismu ini.”

“Mas Aan cerewet.”

“Dibilangin juga.” Soraya mendengus sedikit kesal, sedikitnya lagi senang karena akhirnya dapat mendengarkan omelan saudaranya yang dirindukan. Berbeda sama Andra yang enggak tegaan, yang hanya marah jika kesabarannya dipangkas habis. “Mas Aan cerewet karena peduli. Sama kayak kamu, tukang cerewet kalau lagi mode selengean. Nih ya, mumpung di rumah belajar sama ibu.”

Dia tetap diam. Tidak membantah, tidak juga terlihat akan patuh. Dia hanya teralihkan sama pikiran lain. Menyusun sebuah rencana kilat yang dia buat ketika berada di pesawat. Saat dia merasa benar-benar sendiri meskipun di samping, depan, dan belakangnya banyak orang duduk di bangku masing-masing. Dan ketika perjalanan pulang dengan pesawat seharian penuh itu, dia sering menangis. Kali ini menangisi ketidakadaan Andra di dekatnya. Sampai-sampai wanita dewasa yang duduk di sebelahnya bingung.

Baru pisah sehari, tapi dia sudah kangen banget.

Begitu sampai rumah, orang tuanya spontan kaget mendapati tubuh kurus dan wajah kusut seperti tak terawat. Ibu hampir marah mengira Andra tidak merawatnya baik. Ansel buru-buru menjelaskan kalau justru Andra orang tepat buat merawat putri bungsunya ini, mewakilkan Soraya yang terlihat begitu capek menyangkal tuduhan orang-orang terhadap Andra.

Lionhearted [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang