“PANGGIL ABANG GILANG!” Siti berteriak pas-pasan tepat di telinga kiri Gebran. Telinganya pun berdengung oleh suara dengan oktaf yang sangat tinggi. Gebran pun panik juga sebab tidak tahu masalah yang terjadi kepada Siti itu kenapa.
“Kamu tuh kenapa?” Gebran khawatir melihat wajah Siti yang gelisah dan matanya berkaca-kaca hampir mau nangis. Gebran pun menenangkan Siti agar tidak menangis.
“Siti kenapa? Aku gak paham sama sifat kamu kaya gini. Kan aku tuh jadi ikutan panik kalau ada orang yang panik, maaf aja kalau ini mah menggangu masalah pribadi kamu. Tapi aku tuh pengen tahu aja kenapa? Ada masalah apa? Sampai-sampai teriak minta si Gilang ke sini cepat-cepat,” Gebran berdiri. Ia menghela napas pendek karena mau tidak mau dirinya harus masuk kedalam masjid menemui Gilang.
“Aku panggil Gilang, abang kamu. Kalau kamu gak mau cerita mah sama aku gak apa-apa.”
Siti menoleh, ia pun menangis, “Itu abang, Mamah ku di tangkap polisi!” Siti menangis kencang, ia tak menduga jika ini terjadi. Siti menangis penuh penekanan karena teringat Sunarti di rumah. Mungkin, Siti salah paham.
Sunarti tidak ditangkap polisi, melainkan hanya diminta keterangan mendalam dari Sunarti terkait perbuatan suaminya itu.
Gebran pun langsung memegang pundak Siti dan mengelusnya lembut, “Tenang, kan bisa di selesain. Lagian salah Mamah kamu apa?”
“Apa? Tenang? Maennya Siti teh bisa tenang atuh, indung Siti di tangkap polisi. Maennya kudu tenang! Tidak bisa begitu atuh, Bang!” decak Siti kesal sambil menangis.
(Apa? Tenang? Masa Siti tuh bisa tenang, Mamah Siti di tangkap polisi. Masa harus tenang! Tidak bisa begitu, Bang!)
Gebran berdiri lagi, lalu langkah kakinya menaiki anak tangga, "Aku panggil Gilang." Gebran pun melanjutkan langkahnya itu dan memasuki masjid.
“Maaf terpaksa masuk, aku harus membantu adiknya si Gilang. Seketika aku berubah menjadi ultramen ribut.”
°°°°
Eko menyimpan berkas di atas meja, tatapannya kini menatap Sunarti menginterogasi, “Hah, suami mu kecelakaan karena kesalahannya sendiri. Bukan karena orang lain.”
“Maneuh teh ngomong naon, geus jelas eta teh di tabrak ku batur,” balas Sunarti tak terima sebuah pertanyaan dari Eko yang begitu.
(Kamu tuh ngomong apa, udah jelas itu tuh di tabrak ku orang)
Eko menghela kecil, “Suami mu itu melakukan kesalahan.”
“Kesalahan naon?” tanya Sunarti bingung, selama ini apa yang ia ketahui soal suaminya itu benar-benar tak memungkinkan jika suaminya itu melakukan sebuah kesalahan yang menyebabkannya meninggal dunia.
“Ini berkas bukti hutang suami mu di bank, sampai sekarang almarhum mempunyai hutang sebanyak 30 juta rupiah yang masih belum di bayar sampai saat ini.”
Sunarti terkejut dengan jumlah uang sebesar itu. Asep pun yang melihat dan mendengarnya juga terperangah, pamannya memiliki hutang sebesar itu yang semua anggota keluarga tidak mengetahuinya.
“Hutang naon maksud maneuh teh? Sok aya-aya wae!” decak Sunarti kesal. Ingin mengusir mereka namun apa dayanya. Mereka bertiga seorang polisi.
(Hutang apa maksud kamu tuh? Mengada aja!)
“Coba buka!” perintah Eko dingin kepada Sunarti. Menggeser berkas itu.
Sunarti langsung mengambil berkas tersebut dengan perasaan panik, ia cepat membukanya dan hasilnya. Asep yang semula di ambang pintu kini mendekati Sunarti. Penasaran juga dengan apa yang tertulis di kertas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
3G [Gebran, Gandra, Gilang]
HumorGenre: comedy, teenfiction, humor, no-roman, kekeluargaan Penasaran langsung aja baca🖤 Tentang sebuah persahabatan, kekeluargaan, yang membutuhkan uang untuk kehidupan mereka sehari-hari. Tapi takdir tak ada yang tahu, mereka semua seolah-olah men...