3G; Bagaimana mendapatkan Pekerjaan??

106 29 3
                                    

“Seandainya Bapak masih ada,”

Gilang menatap jauh mobil berwarna hitam milik polisi barusan yang datang kerumah dengan tatapan penuh genangan air di kelopak matanya. Gilang tak kuasa menahan air matanya lagi, saat mobil itu pergi menjauh. Banjirlah air mata yang keluar dengan isakkan kepedihan yang mendalam. Teringat kata-kata terakhir dari Bapaknya saat hendak pergi bekerja ke luar kota, hari terakhir di mana Gilang bertemu dengan Bapaknya berpamitan dengan penuh ketulusan hati membiarkan Bapaknya pergi bekerja jauh dan meninggalkan keluarga.

Tapi, takdir sudah menentukan semuanya. Gilang harus kehilangan Bapaknya yang sangat ia sayang. Gilang harus menerima kepergian selama-lamanya dan tidak akan pernah bertemu kembali dengan Bapaknya. Gilang pun harus menerima bahwa dia anak yatim, Gilang juga sebagai anak laki-laki satu-satunya di dalam keluarga harus bisa menggantikan posisi Bapaknya sebagai tulang punggung keluarga.

Kini, Gilang harus bisa membayar semua hutang Bapaknya. Bagaimana pun caranya, Gilang harus bisa melunasi semuanya agar arwah Bapaknya bisa tenang di sana. Gilang jongkok betapa lemasnya setelah mengingat kembali kenangan Bapaknya. Beban berat yang harus dipikul membuat Gilang bimbang harus berbuat apa dimulai dari awal.

“Bapak.” lirihnya bergetar. Menangis dalam lekukan lutut dengan napas memburu.

Gandra mendekat, langsung mengusap punggung Gilang dengan lembut sedikit di tekan supaya napasnya kembali lega. Gandra tak tega melihat betapa susahnya sahabat yang sering menolongnya dulu. Ia pun sekarang harus bisa membantu Gilang agar bagaimana caranya melunasi semuanya hutang Bapaknya. Walaupun memang susah, tapi jika bekerjasama pasti akan bisa menemukan jalan keluarnya.

Gandra menghela napas panjang, setelah melihat wajah merah penuh air mata Gilang. “Jangan nangis, gue juga ikutan nangis,” gumam Gandra menyeka sedikit air matanya yang keluar.

Gebran pun menghampiri, namun tak jongkok karena di mana-mana ada tai ayam yang membuatnya tak nyaman dan bergidik jijik. Namun di sembunyikan.

“Lang, udahlah gak perlu nangis. Kita bantu berjamaah buat cari uangnya,” ucap Gebran.

Asep pun ikut melihat kerumunan antara persahabatan ini sambil mengais ayam kampung kesayangannya Gilang. Dengan mata sayu saat melihat sepupunya itu, Asep hanya terdiam kaku tanpa melakukan apapun.

“Bran, lo enteng bilang kaya gitu. Tapi apa yang dirasakan sama Gilang itu susah banget,” sahut Gandra, mendongak menatap Gebran.

Gilang terisak-isak, matanya yang merah terasa pedih. Napasnya pun tersengal-sengal, melirik Gandra. “Gue beban banget buat kalian,” begitulah perkataan Gilang yang sangat menyentuh hati kedua sahabatnya. Gilang tak ingin memberatkan mereka berdua dalam urusannya ini. Gilang tak mau membuat keduanya ikut susah juga seperti apa yang ia rasakan saat ini.

Gandra menghela berat, bukan tidak suka dengan perkataan Gilang barusan. Cuman persahabatan yang sudah terjalin cukup lama tapi Gilang malah menganggapnya persahabatan yang baru terjalin beberapa bulan. Gandra tak suka itu semua, karena sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Jadi masalah ini baginya tidak merasa terbebani. Gandra pun ingin sekali membantu keuangan sahabatnya itu, tapi ia sadar diri bahwa dirinya pun sedang kesusahan di dalam masalah keluarganya.

“Lang, geus atuh tong ceurik ciga budak leutik!” celetuk Asep.

(Lang, udah jangan nangis kayak anak kecil!)

Asep pun melengos meninggalkan tempat dan masuk kedalam rumah membawa ayam, ia lupa menyimpan ayam itu ke dalam kandangnya. Otomatis kena omel oleh Sunarti karena kelakuan Asep yang membawa ayam ke dalam rumah yang bisa membuat seisi rumahnya kotor dan pastinya bakalan bau.

3G [Gebran, Gandra, Gilang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang