3G; Abang!!

136 28 1
                                    

Saat pulang kerumah, Gebran di tunggu-tunggu oleh Tania. Yang semenjak tadi harus menemani tamu-tamu dari kedua orang tuanya itu dengan senyuman terpaksa. Sedang Gebran malah keenakan main dan lupa waktu, tidak membantu kakaknya yang kesusahan mengurus tamu-tamu ini.

Kedua orang tuanya pun belum datang juga, padahal Tania sudah meneleponnya dari awal sebelum tamu-tamu ini datang.

Tania berjalan menghampiri Gebran yang berdiri di ambang pintu rumahnya yang tinggi-besar. Tania memendam amarahnya kepada Gebran. “Baru pulang?” tanyanya.

“Iya!”

“Kakak yang telepon kamu dari awal kenapa baru pulang sekarang!” Tania mendekat, “Kamu tau tamu ini dari tadi gak bisa diam! Kakak pusing, kewalahan sendiri hadapi pertanyaan-pertanyaan konyol dari mereka. Papah sama Mamah juga belum pulang juga, tapi kamu malah seenaknya main.”

Hellooo ... main? Bukan main kak, Gebran membantu masalah sahabat Gebran. Seketika aku menjadi pahlawan!” Gebran berjalan dengan sopan ketika melewati tamu-tamu.

Satu pertanyaan menembus telinga Gebran. “Ini itu anak kedua ya? Dulu itu masih kecil, demi Yesus udah besar aja.”

Gebran menoleh, hanya bisa tersenyum malu. Lalu berjalan cepat ke atas. Memasuki kamarnya seperti orang di kejar setan.

“Itu Gebran.” gumam Tania, terkekeh.

°°°°

Gilang duduk di kursi sambil memegang kepalanya yang pusing. Soal masalah kerja dan hal lainnya, itu sangat menganggu mental Gilang. Tak tahu harus melakukan apa? Tapi karena Gilang bisa mengendalikan diri nya supaya tidak terlalu memikirkan semua itu. Gilang kini merilekskan pikirannya sejenak, dan menghirup udara untuk menenangkan jantungnya.

“Lang!” panggil Sunarti dari dapur, lalu menghampiri Gilang.

“Kamu teh tau soal Bapak?” tanya Sunarti.

“Enggak tau atuh Mak. Gilang oge pusing kenapa Bapak bisa minjem uang ke bank sebanyak itu,” jawab Gilang, frustasi kembali.

Sunarti duduk di sebelah Gilang, lalu tangannya mengusap kepala anaknya itu-lembut. “Mamah tau kamu teh pusing memikirkan buat bayar hutangnya nanti.”

Gilang menoleh. Sunarti menatap dinding berwarna krem di depan matanya, “Mamah udah dapet perkejaan jadi tukang cuci baju di rumah temen, Mamah.”

“Kenapa Mamah malah kerja. Biar Gilang aja yang kerja dan membayar semua utang si Bapak!”

“Pan Mamah oge ngabantu kamu!”

(Kan Mamah juga membantu kamu!)

Gilang mengembuskan napas kasar, lalu beranjak dan pergi ke dalam kamar adiknya. Mengecek apakah Siti sudah sadar atau masih tertidur pulas di kasurnya itu.

Ceklek!

Gilang membuka pintu kamar, melihat jika Siti sudah bangun dan langsung memainkan ponselnya itu. Tanpa hijab, Siti terlihat sangat cantik tanpa balutan make up. Wajahnya yang murni, membuat Gilang hanya bisa tersenyum simpul kepada adiknya itu.

Gilang duduk di pinggir kasur, tangan kanannya mengusap lembut kepala Siti. “Abang panik, pas kamu pingsan.”

Siti menurunkan ponselnya, kemudian matanya melirik Gilang. “Abang nggak marah, kan?” tanya Siti, dengan nada rendah.

“Enggak, buat apa Abang marah sama kamu,” jawab Gilang, seraya tersenyum. Menyimpan rasa kesedihan di dalam dirinya demi membuat adiknya senang.

“Ai pak polisinya masih ada, kah?”

3G [Gebran, Gandra, Gilang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang