Aku menghela nafas panjang terlebih dahulu lalu melepas celanaku. Dengan cepat menindih Rose yang langsung membuka matanya karena kaget. Tak kupedulikan lagi, langsung kutarik kedua tangannya keatas dan melumat bibirnya. Rose sempat memberontak tapi percuma karena pasti tenagaku lebih kuat ketimbang usahanya.
Setelah cukup lama bermain dengan bibirnya, aku menghentikan untuk kemudian melepas kancing kemeja yang masih dia kenakan. Rose terperanjat saat melihatku yang sudah tak mengenakan pakaian. Rose menutup matanya paksa seolah dia sedang melihat sesuatu yang menakutkan.
Aku menghantam bertubi-tubi tubuh Rose dengan kenikmatan yang sepertinya tak pernah dia dapatkan dari suaminya. Terbukti dengan akhirnya Rose mencapai puncaknya berulang kali.
Setelah pergulatan panjang, akhirnya Rose tertidur pulas dalam pelukanku. Aku masih sibuk memandangi wajah cantik yang terlihat sangat kelelahan itu.
Bila biasanya aku akan bergegas mengakhiri setelah selesai melakukan tugasku namun kali ini aku ingin berlama-lama saja disini bersama Rose.
****
Aku membuka mata karena bunyi ponsel yang kuletakkan dimeja kecil disebelah ranjang. Dengan sedikit kesadaran aku meraih benda pipih itu yang ternyata hanyalah sebuah notif alarm pengingat untuk bertemu dengan Robbi. Namun ketika tersadar disebelahku sudah tak kutemukan sosok Rose.
"Sudah bangun?" Suara yang ternyata tengah berdiri didepan kaca meja rias. Rose sudah nampak rapi dengan mini dress warna merah menyala sangat kontras dengan kulitnya yang putih itu, kembali aku menelan saliva entah untuk kesekian kalinya.
Rose menyisir rambutnya yang sedikit basah. Memasangkan anting ketelinganya dan dilanjutkan mengenakan jam mewah ditangannya.
Kini dia mendekat keranjang, aku mengamati wajah cantiknya yang sudah terpoles makeup tipis.
"Aku sudah memesankan makan untuk sarapanmu nanti." Dia duduk ditepi ranjang membelai kepalaku pelan lalu mengecup keningku. "Terimakasih banyak." Ucapnya lalu bergegas pergi.
"Rose." Dia menghentikan langkah dan menatapku. "Kamu mau pergi?" Dia mengangguk dan tak mengucapkan sepatah katapun. Aku melepas kepergiannya yang kemudian hilang dibalik pintu.
"Woi, gua tunggu dilobby cepetan!" Perintah suara pesan yang Robbi kirim kepadaku. Rasanya sangat sulit menerima kenyataan bahwa hubunganku dengan Rose hanyalah sebatas pemuas dan pelanggannya saja.
Dengan sangat malas akupun segera menyiapkan diri untuk keluar dari kamar ini.
"Betah banget ketemu tamu bening." Goda Robbi yang sudah duduk disebuah sofa lobby hotel ini. "Hari ini ada slot lagi, elu ambil enggak?" Aku mengehmpaskan tubuh untuk ikut duduk disebalahnya, lalu menggeleng.
"Nanti sore ada jadwal ketemu klien." Kilahku, padahal selain itu aku juga merasa malas. Fikiranku masih terfokus pada sosok yang telah menghabiskan malam bersamaku. "Robb, cariin info tentang tamu semalam." Aku berbisik mendekatinya. Robbi memandangku seperti tak percaya.
"Kenapa lu? Naksir?" Tanyanya wajah penuh selidik. Aku mengangguk pelan hingga membuatnya semakin tercekat tak percaya. "Gilaaa elu ya?"
"Sepertinya memang begitu. Kalau dia nyari gandengan lagi langsung aja oper ke gua" aku mengakhiri percakapan ini lalu gegas pergi untuk pulang. Setelah ini aku hanya ingin beritirahat saja.
****
Setelah seharian hanya berdiam diri dirumah Walaupun banyak panggilan dari Robbi tapi aku lebih memilih untuk mengabaikannya saja.Hari ini jadwalku adalah bertemu seorang klien penting. Kami sepakat bertemu disebuah kafe, biasanya aku akan ditemani Merry, bawahan ku yang biasa mengurusi segala berkenaan dengan pekerjaan.
Merry, gadis berusia 25 tahun yang cukup menggoda untuk dilihat. Dia seringkali berusaha merayuku dan aku berusaha pila untuk menghindari, ya aku tidak suka tipe agresif sepertinya. Tidak ada tantangan.
"Pak, sebentar lagi tamu akan datang." Ucapnya sesampainya aku ditempat temu janji. Dia sudah menyiapkan tempat disudut luar karena memang paham bahwa aku adalah perokok.
Merry mengenakan sebuah rok diatas lututnya menampakkan kakinya yang berjenjang dengan kemeja press badannya yang semakin menunjukkan lekuk tubuhnya. Aku mengamatinya dari atas kebawah dia nampak tersipu malu. Kemudian aku kembali fokus pada laptop yang akan kunyalakan.
Setelah semua siap dan tak lama kemudian tamu klienku datang. Seorang pria setengah tua bersama istrinya, aku tersenyum ketika menyalami istrinya. Sebuah kebetulan yang memang sudah kutebak sebelumnya. Tante Wina, wanita yang pernah menjadi pelangganku dan memang aku yang merayunya untuk membantu men-deal kan proyek ini dan diapun menyanggupinya.
Kami bersikap seprofesional mungkin agar lelaki didepanku kini tak menaruh curiga tentang hubungan istrinya denganku. Obrolan ringan seusai menyampaikan materi. Sebenarnya sangat menjenuhkan. Sesekali kaki tante Wina akan menyenggolku dan pandangan mata genitnya yang memberiku kode. Biarlah yang terpenting hari ini misiku berhasil.
"Rose?" Aku bergumam tak percaya mendapati sosok dibalik kaca yang nampak dari luar. Wanita yang terlihat cantik itu tengah duduk bersama seorang lelaki berwajah oriental. Senyumnya tak henti merekah dan wajahnya begitu ceria sangat berbeda sekali ketika bersamaku.
Jendela yang hanya terlihat dari luar itu mungkin membuatnya tak menyadari kehadiranku. Aku masih mengamatinya, tangan Rose mengait lengan lelaki disebelahnya. Mereka terlihat sangat bahagia, dan aku disini sungguh merasa terbakar.
"Oh iya mas Mario ini sudah menikah belum?" Suara lelaki didepanku membuyarkanku. Kugelengkan kepalaku berusaha melepas senyum. "Masa' iya belum ada calonnya?"
"Iya cowok ganteng, mapan begini masak gak punya pacar." Goda tante Wina dengan mengedipkan sebelah matany, sungguh membuatku mual saja.
"Yah begilah pak, siapa yang mau sama saya." Aku merendah. Tawa terdengar dari meja kami, dan aku sesekali mencuri pandang memandangi Rose bersama lelakinya.
Cukup lama hingga menjelang malam. Akhirnya pasangan didepanku itu pulang juga. Sedari tadi aku sudah menahan mual melihat tingkah tante Wina.
"Mer, biar aku yang kekasir." Ucapku saat sadar Merry akan bergegas mengurusi segala pembayarannya. Aku berjalan kedalam apalagi tujuannya kalau buka ingin melihat Rose.
Kali ini aku sengaja memutar arah melewati pintu sebelah agar Rose menyadari kehadiranku disini. Ketika aku melewati mejanya dia tak sekalipun melihatku dan hanya fokus pada lelakinya tersebut. Yah, mungkin dia adalah suami Rose dilihat dari sikap Rose yang begitu perhatian terhadap lelaki didepannya itu.
Menunggu kasir menghitung billnya aku berdiri menghadap kearah meja Rose. Kali ini akhirnya berhasil, raut wajah Rose tercekat ketika menyadari aku tengah memperhatikannya dengan tersenyum. Hanya sesaat karena secepat kilat dia segera berusaha tak mempedulikanku dan kembali bercengkrama dengan lelaki itu, sialan sekali. Ini kali pertamanya aku diabaikan oleh wanita.
Aku menggerakkan tangan mengepal angin ingin segera meninju siapapun yang ada disini. Kalau tak ingat harga diriku, pastilah sudah kuhampirinya dan menyeretnya ikut pulang bersamaku. Namun kebodohan itu hanya akan membuat semua orang tau tentang profesi rahasiaku.
"Permisi, ini billnya." Ucap gadia dibalik mesin kasir. Aku mengeluarkan kartu debit platinum yang sering dialiri dana besar dari para tante yang puas dengan kerja kerasku.
Kembali aku berjalan keluar dari ruangan ini dan sengaja melewati meja Rose.
"Permisi." Aku berhenti tepat dimejanya, mata Rose melotot kearahku. Dan kuulaskan senyum menggodaku untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpikat Istri Orang
RomanceMario adalah seorang lelaki bayaran yang biasa memuaskan hasrat birahi para wanita. Berawal dari pertemuannya dengan Rose, wanita bersuami yang mengalami disfungsi seksual hingga memesan layanannya. Tak disangka pertemuan pertamanya tersebut menumb...