Terhitung kurang lebih sebulan Nathaniel dan Alana menjalin hubungan. Keduanya tak lagi tampak canggung seperti pada awal-awal hubungan mereka.
Kalo dulunya harus jaga sikap dan pikir panjang saat berbicara, kali ini tidak. Keduanya akan saling blak-blakkan, tak lagi menjaga image yang ada sejak awal hubungan. Keduanya juga tak segan untuk terang-terangan saat berada dilingkungan sekolah.
"El, potoin. Disini bagus deh kayanya." panggil Alana, menyuruh Nathaniel memotret dirinya.
Keduanya kini sedang berada dirumah Nathaniel, tepatnya dihalaman samping rumah Nathaniel.
"Mana sini yang bener," ucap Nathaniel mulai fokus pada kameranya.
"Maskernya gamau dibuka?"
"Ngga, coba gini dulu."
"Yaudah,"
Cekrek!
"Bagus gak?" tanya Alana yang masih diam ditempatnya.
Nathaniel memandangi gambar yang ia ambil itu sejenak, kemudian mengangguk. "Bagus, cantik." Nathaniel berucap pelan saat mengucapkan kata 'cantik'.
Alana kemudian sedikit berlari menghampiri Nathaniel, "Mau liat."Nathaniel sontak menggeser kameranya agar Alana dapat melihatnya dengan mudah. Gadis itu tersenyum, melihat fotonya. Netranya lalu berpindah pada Nathaniel.
"Aku mau foto bareng.." ajak Alana memajukan bibirnya.
Nathaniel kemudian terlihat mengedarkan pandangannya, mencari sesuatu yang Alana tak tahu apa itu.
"Bentar," ucap Nathaniel kemudian masuk ke dalam rumah.
Tak lama, laki-laki itu telah tampak dengan membawa sebuah tripod ditangannya. Kemudian mulai mengatur tripod tersebut pada sisi yang benar.
Alana hanya memandangi kekasihnya itu, tanpa berniat membuka suara.
Nathaniel akhirnya selesai dengan apa yang ia lakukan, kamera yang sebelumnya berada ditangannya pun telah berpindah tempat diatas tripod tersebut.
Nathaniel kemudian sedikit menarik Alana, memegang bahu gadis tersebut. Memindahkan posisi keduanya tepat dihadapan tripod yang telah siap memotret keduanya.
"Siap ya.." Alana menatap Nathaniel sebentar, kemudian mengatur senyumnya menghadap kamera.
Cekrek!
Cekrek!Selesai mengambil beberapa gambar, keduanya berpindah pada sebuah ayunan yang terdapat disisi kanan.
Alana yang menyandarkan kepalanya dibahu lebar kekasihnya itu, menatap lurus kedepan. Hening sejenak, hingga yang terdengar hanyalah hembusan angin yang menerpa keduanya.
Alana terlihat sedang bercengkrama dengan pikirannya sendiri, gadis itu terlihat ingin bersuara namun ia ragu. Karena selama hubungan keduanya berjalan, Alana tak pernah sekalipun menyinggung perihal ini, sama seperti Nathaniel yang tak pernah membahasnya.
Namun, gadis itu akhirnya memilih untuk tetap bersuara.
"El, aku boleh nanya sesuatu?" gadis itu terdengar ragu-ragu.
"Soal apa?" Nathaniel menanggapi.
Alana tampak berpikir sejenak, "Ga jadi deh."
Alis Nathaniel bertaut, memandang Alana heran. "Hm? Kenapa ga jadi?"
Alana menggeleng dibahu Nathaniel.
"Tanya aja Gapapa, mau nanya apa emang?"
Alana lalu menegakkan kepalanya, tak lagi bersandar pada Nathaniel. Kepala itu menoleh menatap Nathaniel disampingnya, terlihat ragu-ragu untuk bersuara, tampak jelas dari raut wajahnya.
"El, kamu.. sejak kapan tinggal sendiri?" Alana bersuara kemudian.
Nathaniel terlihat mengulum senyum, sebelum akhirnya menjawab.
"Tiga smp, kenapa?"
"Udah lama dong ya berarti?"
"Lumayan."
Lagi-lagi gadis itu ragu-ragu untuk bertanya kembali.
"Maaf ya.. aku belum bisa kasih tau semuanya sekarang, mungkin lain waktu. Aku ngerti, aku tau pertanyaan kamu mengarah kemana." ucap Nathaniel tiba-tiba, terdengar sendu.
"El.. Kenapa ngomong gitu? Aku ngerti kok, kamu mungkin butuh waktu. Maaf.. Maaf Kalo aku kesannya ngedesak kamu."
Nathaniel tersenyun tipis, meraih pipi Alana mencubitnya gemas.
"Iya gapapaaa.. cepat atau lambat aku pasti cerita. Sabar ya.."
"Pastii." Alana mengangguk tulus.
Nathaniel kemudian tersenyum lebar, menarik tubuh yang lebih kecil itu kedalam pelukannya, memeluknya erat.
-
"Titip salam sama Papa," ucap Nathaniel saat tiba didepan rumah Alana, mengantarnya pulang.
"Iyaa, nanti dibilang."
"Papa mertua, hehe." sambung laki-laki itu lagi.
"Heh?! Udah sana pulang."
"Kenapa? Gamau?" tanya Nathaniel.
"Apaan?"
"Jadi istri aku." Nathaniel menaik turunkan sebelah alisnya.
"Ih! Apaan si?? Pulang-pulang."
"Oh jadi beneran gamau?"
"YA MAU LAH!" Alana reflek menutup mulutnya yang asal bicara itu.
"Beneran?!" Nathaniel terlihat antusias.
"El.. Pulang gak?!" Alana terdengar datar.
"Iya ini mau." Nathaniel buru kembali memakai helmnya dan menyalakan motornya itu.
"Beneran mau?" tanya Nathaniel kembali, lagi-lagi membuat Alana semakin jengkel dibuatnya.
"Nathaniel!"
"Iya-iya.. Aku pulang ya?" Nathaniel diam-diam tersenyum jahil dibalik helmnya. Lalu pergi meninggalkan perkarangan rumah Alana.
Alana terlihat menggelengkan kepalanya, menatap motor kekasihnya yang semakin menjauh. Sampai akhirnya gadis itu tersenyum tipis, kemudian masuk kedalam rumahnya.
-
Tbc.
35 ending ygy..
KAMU SEDANG MEMBACA
Something that can't be Tied
Teen Fiction[SELESAI] "Kita memang dipertemukan oleh semesta. Namun semesta juga lah, yang tak membiarkan kita untuk bersama.." -Alana Aurellia . . . "Nathaniel, kita.."