3 hari kemudian~
Tampak lelaki paruh baya baru saja masuk kedalam sebuah kediaman mewah yang tak lain dan tak bukan adalah rumahnya. Lelaki itu terlihat berjalan lesu, dengan wajahnya yang terlihat tak sedang baik-baik saja. Beserta setelan jas, yang tak tampak lagi rapi ataupun bersih.
Tangan lelaki itu bergerak, meraih sebuah bel didekat pintu, menekannya.
Tak butuh waktu lama, pintu tersebut akhirnya terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya dengan wajah cemasnya.
"Mas Adit.." wanita itu berkata pelan, melihat penampilan Aditya; suaminya, yang tampak urak-urakkan.
Aditya menatap manik wanita didepannya itu sekilas, mata itu terlihat layu, seakan telah berhari-hari tak tidur. Mengabaikan wanita itu, Aditya kembali berjalan lurus.
"Mas apa.. Apa yang terjadi sama kamu Mas?!" tanya Intan; istri Aditya. Yang kini berdiri dihadapan Aditya, memotong jalan lelaki itu.
"Kamu kemana Mas? Tiga hari kamu ngga pulang. Aku khawatir mas, Niko nanyain kamu dari kemarin. Kamu bahkan engga angkat telpon dari aku." ucap Intan terdengar kalut, melihat suaminya yang baru terlihat setelah tiga hari lamanya.
Memang benar, Aditya tak pulang selama tiga hari. Setelah pertemuannya dengan Angga hari itu, Aditya seakan hancur, lelaki itu seakan tak menemukan jalan untuk dirinya pulang. Memutuskan menghilang untuk sementara, menenangkan diri. Aditya telah berusaha, berusaha menerima fakta, Fakta bahwa Maya; wanita yang ia sangat cintai telah tiada, mendahuluinya.
Aditya mungkin tak akan merasa sesakit ini jika dia tau dari awal, namun tidak. Dirinya bahkan baru tahu setelah 17 tahun lamanya. Aditya mungkin bisa menerima kalau dirinya ada disaat-saat terakhir wanita itu, tapi apa? Dirinya bahkan tak tahu apapun. Seakan menjadi orang terbodoh didunia, Aditya benci, sangat benci pada dirinya.
"Mas, jawab!" Intan kembali bersuara.
Namun Aditya tak bergeming, pandangan lelaki itu masih kosong. Aditya benar-benar hancur, sehancur-hancurnya.
Lelaki itu tiba-tiba mengerjab, teringat akan sesuatu.
"Nathaniel.." parau Aditya kemudian.
Intan mengernyitkan kening, "Mas, kamu denger aku nggak si? Aku lagi ngomong sama kamu!"
"El.. Dia.." Aditya berkaca-kaca.
Baru terlintas dipikirannya tentang anak sulungnya itu-Nathaniel, Aditya tak bisa membayangkan akan seperti apa Nathaniel jika ia tahu bahwa ibunya telah tiada 17 tahun yang lalu.
"El? El kenapa mas? El baik-baik aja kan?" tanya Intan terlihat panik, mendengar suaminya menyebut nama Nathaniel.
Kini raut wajah Aditya semakin menjadi sendu, membuat Intan kembali bingung, tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Aditya menatap lurus, namun pandangannya kosong, hingga lelaki itu menangis. Aditya menangis, menjatuhkan lututnya, menunduk.
"Mas! Mas kamu kenapa? Mas! Apa yang terjadi?!" tanya Intan kembali kalut, melihat suaminya yang menjatuhkan diri.
Wanita itu kini tak sanggup menahan air matanya, ikut merasa sedih melihat suaminya itu.
"Mas.. Apa.. Apa yang terjadi?"
"Maya.. Maya.. Dia telah tiada intan.. Maya telah tiada.." setelah mengucapkan kalimat itu, Aditya kembali terisak, isakan tersebut terdengar semakin kuat dan menyayat hati Intan yang mendengarnya.
"Maya.." Intan berpikir sejenak, berusaha mengingat siapa Maya.
Dan ya, wanita itu kini ingat. Intan ingat Maya, mantan istri suaminya. Intan sontak menutup mulutnya terkejut, wanita itu kini berkaca-kaca.
Intan tahu, Intan tahu semuanya. Tahu tentang masa lalu dari suaminya itu; Aditya. Sebelum keduanya menikah, mereka saling membicarakan satu sama lain, baik itu masa lalu yang buruk ataupun baik. Intan juga tahu bahwa suaminya itu sangat mencintai perempuan itu, ia tahu betapa besar Aditya mencintai Maya.
Intan dapat merasakan luka yang Aditya alami saat ini, ungkapan itu ikut membuat hatinya tersanyat, menggoreskan luka yang mendalam.
Intan menatap suaminya iba, "Mas.." menarik tubuh yang lebih besar itu kedalam pelukannya.
Intan memeluk suaminya erat, membiarkan suaminya melampiaskan semuanya dalam tangisan yang keras, dipelukannya. Intan mengusap-usap punggung Aditya, Berusaha menyalurkan kekuatan pada suaminya itu, walaupun Intan tahu bahwa Maya hanyalah sebatas mantan istri suaminya.
Intan paham, paham akan duka yang suaminya alami kini. Suaminya itu sedang tak butuh ungkapan ataupun kata-kata, melainkan sandaran untuk dirinya melampiaskan semuanya. Semua luka yang ia pendam selama tiga hari lamanya, sendirian.
"Apa.. Apa yang harus aku katakan pada Nathaniel nanti? Bagaimana.. Aku bisa menjelaskan semuanya pada anak itu? Intan.. Aku benar-benar seorang pria yang gagal. Aku gagal, gagal menjadi seorang suami ataupun ayah yang baik. Aku gagal intan." suara Aditya terdengar parau dan sendu.
Masih dalam pelukannya, Intan menggeleng, merespon ucapan Aditya.
"Engga Mas.. Kamu ngga gagal, kamu adalah suami dan ayah yang terbaik bagi El ataupun Niko, dan juga Aku. Ini semua bukan salah kamu Mas.. Ini sudah takdir, takdir yang tuhan telah rencanakan untuk kamu."
"Aku yakin.. El pasti akan ngerti semuanya.. Kita bakal jelasin pelan-pelan padanya, ya? Kita harus yakin itu Mas.."
Aditya tak bergeming, pria itu tak lagi membalas istrinya. Namun lelaki itu mendengarkan ucapan Intan dengan seksama. Aditya merasa beruntung, mendapatkan Intan sebagai pengganti Maya dalam hidupnya.
Walaupun Nathaniel tak menganggap Intan sebagai ibu tirinya, Intan tetap dan akan selalu menganggap Nathaniel sebagai putranya. Kasih sayang Intan pada Nathaniel itu tulus, namun Nathaniel tak dapat melihatnya, Nathaniel hanya tak ingin ada sosok lain yang menggantikan sosok ibu dihidupnya selain Maya seorang.
Maya Arsyana Aurellia
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something that can't be Tied
Fiksi Remaja[SELESAI] "Kita memang dipertemukan oleh semesta. Namun semesta juga lah, yang tak membiarkan kita untuk bersama.." -Alana Aurellia . . . "Nathaniel, kita.."