Di rooftop sekolah Davin berusaha menahan Jeje agar tidak pergi dan mau mendengar penjelasannya.
“Je, aku bisa jelasin. Aku mohon sama kamu. Aku gak mau kita putus.”
Jeje tetap pada pendiriannya, sekali putus tetap putus walau sakit hati. Terus bersama dengan cowok yang tidak ingin diperjuangkan bahkan tidak ragu bermain gila dibelakangnya, untuk apa juga diperhankan. Itu sama saja dengan menggali luka sendiri.
“Kita udah berakhir, Kak. Jadi Kakak harus terima.” Jeje menjeda ucapanya untuk menarik nafas agak panjang, sekuat mungkin ia berusaha untuk tidak meneteskan air mata dan terlihat kuat di depan Davin.
“Makasih buat waktu kita selama ini. Jujur, aku bahagai sama Kakak dan juga sakit. Jadi kurasa itu impas ‘kan.”
Davin menggeleng kuat, matanya sudah merah hendak menangis menahan Jeje agar mereka terus bersama.
Davin khilaf karena sifatnya dulu yang suka main-main dengan perempuan. Davin butuh Jeje tapi Davin juga yang membuat Jeje pergi karena sifat buruknya yang sulit ia lepas.
“Aku pergi, Kak. Sekali lagi makasih dan selamat tinggal.”
Kata selamat yang tidak pernah ingin Davin dengar keluar dari mulut Jeje. Betapa menyakitkan kata selamat itu untuk ia terima.
Perlahan Jeje berbalik, pergi dari hadapan Davin yang terdiam meratapi semua kesalahanya tanpa bisa menahan Jeje lagi.
Jeje menangis, sakit baginya berpisah seperti ini tapi harus bagaimana lagi. Sifat Davin yang tidak cukup dengan satu perempuan membuatnya terluka. Membuat Jeje terus berpikir apa yang kurang dari dirinya hingga berakhir menyalahkan diri sendiri. Jeje tertekan secara kebatinan, Jeje sakit hati dan tidak kuat lagi menahan luka yang Davin berikan. Itu mengapa ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini setelah satu bulan.
Kisah cinta yang sangat singkat tapi cukup untuk membuat Jeje merasakan bagaimana indahnya jatuh cinta dan pahitnya perpisahan.
__🍂__
Luisa memeluk temannya. Jeje terus menangis dari lima belas menit yang lalu.
Jean diam memperhatikan keduanya, tadi ia yang ada dipelukan ceweknya tapi karena Jeje datang-datang sambil menangis, mau tidak mau Jean mengalah dulu.
“Sakit banget, Lu. Sakit banget.” Racau Jeje tersedu-sedu.
Luisa mengangguk seraya menatap sendu dan merasa kasian pada Jeje.
“Jeje kuat, Luisa tahu itu ... Aku yakin kamu pasti bisa ngelewatin semua ini, Je.”
Jeje tambah menangis. Seluruh kelas serentak tidak masuk karena ada rapat para guru. Itu mengapa Jean juga ada disini.
Jean berdiri dari duduknya, “Li, aku keluar sebentar. Ada yang perlu aku urus.” Imbuh Jean, cewek itu mengangguk.
Jean keluar dari kelas Luisa dan langsung mencari temannya yang bernama Davin.
Ketemu, Jean ingin menasehati pria itu sampai overdosis tapi ia urung ketika melihat temanya itu tengah menangis juga di pelukan Aksa.
Aksa menatap Jean.
“Baru putus. Kasian teman kamu.” Ujar Aksa sambil terus mengusap-usap punggung Davin.
Jean menatap Davin rumit, ikut mendudukkan dirinya di samping cowok itu.
Selama ini, selema mereka berteman, baik Aksa maupun Jean baru kali ini melihat Davin menangis karena perempuan. Biasanya perempuan yang menangis karena cowok ini tapi sekarang, Davin yang menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Kak Jean. [END]
ФанфикLuisa adalah salah satu siswi yang mengagumi sosok Jean. Cewek itu agak tidak percaya diri karena benari-beraninya menyukai Jean yang segalanya, tapi cowok itu malah, "Sayang banget sama, Luisa!"