16- ASYTAAQU ILAIYK....

2.4K 280 4
                                    

"Jika gula tahu akan manisnya cinta, pasti ia akan tertunduk malu karena manisnya tak seberapa."
-Jalaluddin Rumi-

"Bidadari?"

Khair memanggil istrinya seraya menepuk tempat di sebelahnya. "Duduk sini. Saya mau ngomong."

Abida berdehem canggung lalu melaksanakan apa yang diperintah oleh suaminya. "Kenapa?"

"Mau kuliah sampe berapa tahun?"

Abida menggeleng. "Untuk itu belum tau. Tapi saya batasin lima tahun aja."

Khair menggaruk tengkuknya yang tak gatal, canggung. Beginilah jika Allah mentakdirkan seorang yang paham ilmu agama bersanding yang sama sepertinya, tak jarang di antara mereka diam-diaman disebabkan tak tahu ingin bertanya apa. Yang ingin menjelaskan takut jika yang ingin dijelaskan sudah diketahui, sedangkan yang ingin bertanya bingung ingin bertanya tentang apa karena sebagian besar telah diketahui.

Bukan, bukannya dengan hal seperti ini kita malah mencari yang tidak lebih ilmunya dari kita karena tidak semua merasakan itu. Hanya saja, di sini tujuannya untuk menjelaskan bahwa itulah kenapa Allah terkadang menyandingkan laki-laki yang paham agama dengan seorang perempuan biasa sebab Allah ingin salah satu hamba-Nya kembali ke jalan yang benar lewat perantara suaminya.

Karena jodoh tidak selalu cerminan diri. Yang terbaik bukan hanya untuk yang terbaik, tapi siapa yang terbaik untuk disandingkan dengan orang itu agar melekat dengan kata sempurna.

"Saya udah relain orang itu untuk kamu, Ning. Jadi saya harap kamu jangan main-main sama Farel."

"Astaghfirullah, Gus..." Refleks Abida bangkit seraya menekuk alisnya. "Khair.... Gimana saya bisa tenang kalo kamu terus khawatir tentang itu?"

Khair tersenyum sinis seperti biasa. "Simpel, Bidadari.... Cukup kita lakukan ibadah itu sebelum perjalanan. Gimana?"

Pipi Abida memerah sempurna. Perempuan itu memalingkan wajahnya. "Maaf, apa nggak kecepetan?"

"Emangnya ada ibadah yang kecepetan? Kita udah sah, Ning...."

Khair tersenyum. "Saya belum bisa lupakan orang itu sepenuhnya."

Abida tergagap. "Gus suka sama orang lain?!"

Khair mengangguk. "Dan saya harap orang itu kamu, Bidadari...."

"Kapan ketemu?"

"Pertama kali di tanah suci."

Abida tercenung. "Kalo saya sama kayak kamu gimana? Menanti seseorang sebelum akad dilaksanakan?"

"Farel?"

Abida menggeleng seraya berdecak kesal. "Berhenti sangkut pautkan sama Gus Farel!"

Khair tertawa. "Lupain. Saya ada di sini."

Abida menyipitkan matanya. "Kenapa saya nggak boleh?"

"Karena saya suami kamu."

"Saya juga istri kamu!"

Bibi Khair berkedut menahan senyum mendengar penuturan itu. "Saya rindu sama orang yang belum saya ketahui namanya. Tapi ketika saya liat kamu, kenapa rindu itu hilang?"

Pahala Surgaku✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang