20- KHAL....

1.8K 225 5
                                    

Orang yang tidak bisa bahagia dengan ditemani kesendiriannya maka tidak ada seorang pun yang dapat menemani untuk membahagiakannya. Kecuali Allah.

"Sejak kapan suka ubi?"

Khair tercenung. "Sejak...."

"Sejak apa?"

Khair diam tak berani menjawab. "Kalo udah sampe sana jangan lupa ngabarin."

Abida menekuk alisnya. "Kenapa harus ganti topik lain?"

"Memangnya penting, ya, Ning?"

Abida tersenyum sekilas. Sepertinya cowok itu tersinggung dan dirinya pun tak tahu hal apa yang membuat cowok itu tak bisa menjawabnya.

"Nggak penting-penting banget, sih... Aku kan cuma nanya."

Khair berdehem. "Kamu tau rasanya dipandang sebelah mata?"

Abida tertawa kecil. "Kayaknya setiap orang pernah. Kenapa nanya gitu?"

"Nggak papa. Pernah trauma sama sesuatu?"

Abida menggeleng.

"Bagus. Cukup aku aja yang ngerasain, kamu jangan."

Perempuan itu menunduk. "Kalo mau cerita, cerita aja. Aku istri kamu."

"Aku nggak bakalan ceritain tentang itu ke siapapun."

"Kenapa?"

Khair meminumnya seraya terkekeh kecil. "Karena dia istimewa."

Cowok itu duduk lalu memeluk Abida dari samping.

"Ning..."

"Makasih banyak."

"Buat?"

"Buat semuanya dan buat kehadiran kamu."

"Karena izin-Nya, karena kehadiran kamu---"

Khair berdehem canggung. "Dia banyak perubahan. Setelah nunggu belasan tahun."

"Apapun yang terjadi nantinya, bisa ya kontrol perkataan? Apalagi sampe ngatain aku gila."

Abida tertawa pelan. "Lucu? Sejak kapan kamu gila?"

Cowok itu berdecak. "Andai kamu dateng juga di masalalu bisa aja kata itu ikut keluar dari mulut kamu."

"Khair...." Ada jeda. "Apapun itu jangan pernah nonjokkin orang."

"Aku gak peduli sama orang awam di hidupku."

"Iya, tau.... Tapi kenapa harus dengan cara itu? Kenapa nggak abai aja?"

"Kalo aku abai, nanti kayak dulu lagi."

Cowok itu bangkit lalu melirik jam yang menunjukkan pukul tujuh malam. "Mau ikut?"

"Ke mana?"

"Nyari makan."

Abida mesem. "Gus...."

"Hm?"

"Kayaknya impian kita bentar lagi tercapai." Perempuan itu melirik ke arah kalender. "Besok udah puasa, ya?"

Khair mau tak mau ikut tertawa. "Lupa kalo besok udah puasa." Cowok itu menggaruk pelipisnya. "Aku nggak merhatiin tanggal."

"Ya, Allah... Tapi kenapa bisa sampe lupa?"

Khair tersenyum tipis. "Banyak puasa sunnah yang dijalanin," jawabnya jelas tanpa ada niat pamer.

"Jadi mau ikut apa enggak?"

Abida menggeleng seraya berjalan dan mengecup punggung tangan suaminya. "Aku di sini aja."

Khair mengangguk lalu kakinya melangkah meninggalkan kamar. Abida menghela napas. Satu alasan yang membuat dirinya ingin menetap di sini adalah, perempuan itu ingin melihat isi dalam nakas yang di mana setiap malam perempuan itu tak sengaja melihat suaminya selalu membukanya.

Abida dengan ragu mendekat lalu membukanya secara perlahan. Kerutan di dahinya tercetak jelas ketika melihat sebuah bingkai foto terdapat seorang kedua anak kecil berlawanan jenis seraya tersenyum ke arah kamera.

"Ma hadza?"

Apa ini?

Perempuan itu membalikkan foto tersebut dan membaca kalimat yang tertera.

"Salju adalah hadiah musim dingin, bunga adalah hadiah musim semi, wa anti ajmal hadiah fii hayati, Khal..."

"Khal?"

"Man hiya?"

Siapa dia?

Perempuan itu membeo lalu buru-buru kembali meletakkannya seperti semula. Abida memegangi dadanya sendiri lalu menggeleng pelan.

"Itu...."

"Kenapa mukanya mirip---"

Cewek itu lagi-lagi menggeleng. "Mirip doang apa salahnya."

"Jangan marah kalau disinggung. Itu adalah multivitaminnya ilmu, karena rasa tersinggung membuat kita menemukan letak kekurangan kita."
-Habib Muhammad bin Alwi Al-Haddad-

Wa anti ajmal fii hayat= dan kamu adalah hadiah terindah di hidupku.

Pahala Surgaku✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang