"Sebesar apapun dosa seseorang, tidak ada yang berhak menghalangi rasa cinta hamba pada Tuhannya meski cara yang digunakan untuk menunjukkan rasa cinta itu terasa aneh dimata kita."
-Gus Baha-Abida berkali-kali memanah namun panahannya selalu melesat entah ke mana. Perempuan itu mengembuskan napasnya guna menghilangkan rasa sesak yang makin bergejolak di dalam dada.
Perempuan itu memberhentikan aksinya ketika Shaka berdiri di hadapannya dengan raut wajah tengilnya.
Abida memalingkan muka sedangkan Shaka menghela napas lalu mengambi alih panahan hingga mengenai sasaran.
"Setiap rumah tangga pasti ada ujiannya, Kak."
"Tapi kalo misalnya Khair beneran buat Kakak nangis, Shaka sama Abi nggak bakalan bisa diem aja."
Kedua adik kakak itu saling bersitatap. "Karena cuma Kakak perempuan yang masih ada di hidup kita."
Abid terdiam. "Gimana kalo misalnya kembaran Kakak masih ada?"
Shaka seketika mengerutkan keningnya seraya tertawa. "Kakak bercanda?"
"Nggak."
Seketika pemuda itu membisu sedangkan Abida mulai bercerita dari awal hingga akhir.
Baru saja ingin memberi tanggapan tapi Khair bersama Khalisa tiba-tiba datang dan menghampiri mereka. Shaka yang melihat itu mundur selangkah.
Khair menatap wajah Abida dengan sendu. "Kamu khianati saya, Ning."
Abida refleks menatap suaminya dengan tatapan tak mengerti. Kapan? Kapan dirinya mengkhianati pria itu?
Mereka semua dikejutkan dengan perlakuan Shaka yang tiba-tiba memeluk Khalisa sedemikian eratnya.
Abida menggigit bibirnya menahan sakit. Perlahan semua yang ada di sekitarnya akan memprioritaskan perempuan itu.
"Bisa jelasin kenapa kamu ngomong kalo aku khianati kamu?"
"Kamu pulang sama Farel."
Abida menatap tak percaya suami. "Enggak berdua!"
"Aku selalu jaga hati, selalu mengabaikan perempuan-perempuan yang selalu nyari alasan supaya bisa bareng sama aku. Tapi kenapa kamu nggak ngelakuin hal yang sama?"
Abida tertawa kecil. "Terus yang di samping kamu itu siapa? Selama ini kalian ngapain?"
"Jaga ucapan kamu!"
Raut wajah Khair merah padam ketiks istrinya secara tak langsung mencurigai dirinya bahwa melakukan zina.
"Dia kembaranku."
Khair menggeleng cepat lalu menggengam erat tangan Khalisa. "Dia kebahagiaanku."
Shaka melepas cekalan Khair lalu menggeser Khalisa berada di sampingnya.
"Istighfar, Gus. Gus itu anak terakhir dan gak ada yang namanya kembaran."
Khair menggelengkan kepalanya. Kejadian ini persis beberapa tahun silam ketika dirinya tetap membela Khalisa yang mencoba membunuhnya dan orang-orang yang berada di sekitarnya termasuk keluarganya menekankan bahwa Khalisa bukanlah kembarannya.
"MAJNUN!"
Seketika Khair menegang tatkala keluarganya menghampiri dirinya ke tempat ini. Abida mengusap keningnya merasa pening dengan keadaan.
Rafa menatap anaknya dengan tatapan marah. "Gila kamu! Siapa yang ngajarin kamu buat seenaknya?!"
"Kenapa kamu gali kuburannya? Apa alasannya?! Selama ini kalian ngapain aja?!"
"Dia bukan kembaranmu," cetus Sarah.
"Kita nemuinnya waktu umur satu tahun dan Umma nggak pernah kasih ASI untuknya kecuali susu formula. Kalian bukan mahram."
Khair menelan salivanya merasa dihantam begitu saja.
"Siapa yang ngebuang Khalisa?," Tanya Khair dengan nada dingin.
Semua diam membisu tak ada yang menjawab. Kecuali Khalisa yang sudah mengetahui dari lama bahwa dirinya dibuang oleh Rasyid karena sedari dulu Rasyid tak menginginkan anak kembar dengan jenis kelamin yang serupa.
"Kamu udah punya istri, Khair!"
"Khair inget dan Khair cinta."
"Bidadari kebahagiaannya Khair begitu pula dengan Khalisa."
"Aku bukan kebahagiaan kamu," sambung Abida dengan tatapan terluka.
Rafa mendekat lalu menangkup pipi Khair dengan berlinangan air mata. Tak menyangka bahwa anaknya senekat ini. Apakah perlakuan mereka selama ini tak cukup membuat anaknya bahagia?
"Abi... Kita di dunia ini cuma orang. Tapi gimana kalo salah seorang Khalisa dunianya Khair?"
Shaka menatap Abida dengan tatapan iba. Abida mundur perlahan tak ingin mendengar hal yang lebih menyesakkan lagi.
Sarah mengambil alih. Perempuan itu memeluk anaknya dengan erat dan detik itu juga tangis Khair pecah.
"Khalisa yang selalu ada di samping Khair waktu Khair dibuli."
"Khalisa yang selalu ada di samping Khair waktu Khair dikatain gila sama temen-temen karena selalu mainin tangan kanan buat dzikir."
"Khair...." Saking sakitnya Abida tak bisa berkata apa-apa lagi selain menyebut nama pria itu.
Khair menyenderkan kepalanya di bahu Sarah.
"Khalisa...."
"Khalisa yang buat Khair gila."
"Umma, Khair cinta sama Khalisa."
"Jauh sebelum Bidadari dateng."
"Dan Khair baru sadar itu sekarang."
"Kalau ibumu yang mengandungmu, melahirkanmu dan membesarkanmu saja sangat mencintaimu, bagaimana dengan Allah yang menciptakanmu dari sebuah ketiadaan?"
-Habib Umar bin Hafidz-
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahala Surgaku✓
Spiritual"Aku akan meminta sekali kepada Allah supaya jannah menyatukan kita, lagi." Khairul Khan. Lelaki yang populer karena terkenal dengan berbagai macam prestasi buruk itu mustahil tidak ada yang kenal dengan dirinya seintro sekolah.Tingkah ajaibnya yang...