Ketika langit biru mulai diwarnai oleh semburat oranye, di saat itulah Akari sadar jika dirinya sudah berdiskusi dalam waktu yang sangat lama dengan Ieyasu, Masamune, Sagara, shinobi berambut abu, dan Kojuro. Mereka berempat masih fokus untuk memperhatikan peta di atas meja yang mereka kelilingi.
Sementara di sisi lain, Akari yang sudah paham akan apa yang perlu dilakukannya di perkemahan utama, perlahan menjauhkan diri dari meja dan melangkah keluar tenda utama, tempat para panglima dan kapten mendirikan tendanya.
Ieyasu yang sadar jika Akari pergi meninggalkan meja diskusi tanpa sepatah katapun hampir protes. Terima kasihlah pada Masamune yang menepuk bahu kiri pria berambut pirang itu, kemudian menggeleng pelan layaknya seorang kakak yang menahan emosi adiknya.
Setelah Akari melangkahkan kakinya keluar dari tenda diskusi, dengan segenap jiwa gadis berambut hitam itu menghirup udara segar dan perlahan menghembuskannya kembali. Ada berbagai aroma yang menyertai dengan udara segar dari hutan. Begitu juga dengan iris biru tuanya yang mendapati para tentara, dalam beberapa grup kecil, duduk melingkari panci yang sedang mendidih.
Ketika matanya menemukan sosok Yojiro, kedua kaki Akari dengan cepat menuntunnya ke sana, dan kedua alisnya terangkat begitu melihat pria yang lebih tinggi dari Masamune yang tampak mencairkan suasana. Akari berdehem, dan membuat semua di kelompok itu menoleh ke arahnya. Sambil mengaduk nabe di panci, Yojiro tersenyum sumringah.
"Akari-hime, ayo duduk dengan kami! Di dalam sana pasti membuatmu sakit kepala, ya?" setidaknya Yojiro mengatakan hal itu dengan niat baik, sehingga Akari terkekeh kaku.
"Tidak juga, aku keluar karena lapar," balas Akari, yang kemudian duduk di samping kanan Yojiro, yang merupakan tempat kosong. Seseorang tiba-tiba tertawa lepas.
"Maafkan aku. Tapi akhirnya aku bisa memahami alasan Masamune-sama dan Kojuro yang berlomba untuk menarik perhatianmu, Hime-sama."Akari mengalihkan tatapannya pada seorang pria yang mungkin lebih tinggi dari Masamune. Tingginya mungkin sekitar 185 sentimeter. Rambutnya cokelat, dan iris matanya segelap malam. Pria bertubuh tinggi tegap itu memperkenalkan diri sebagai Tsunamoto Oniniwa.
Akari yang sempat tercekat tersenyum balik sambil sedikit menundukkan kepalanya. Yojiro menyerahkan semangkuk nabe jamur, kentang dan daging pada Akari, yang disambut dengan sebuah senyuman sumringah dan ucapan terima kasih oleh gadis bertubuh tegap itu. Ketika potongan kentang masuk ke mulutnya, manik biru tuanya membulat saat sadar dengan rasanya.
"Yojiro, jangan bilang kau diam-diam mempelajari masakannya Masamune?" tanya Akari. Yojiro mengangguk bagian belakang kepalanya, merasa ragu.
"Begitulah. Aku melakukan banyak percobaan jika sedang libur," balas Yojiro.
"Ini sungguh enak!"Sekalipun berbeda waktu dan mungkin berbeda dimensi, tapi Akari sangat menikmati saat-saat seperti ini. Rasanya sungguh seperti bernostalgia ketika masa pendidikan militernya, atau ketika masa sekolah. Karena sekalipun Akari sering mengalami hal seperti ini saat telah menjadi tentara, namun entah mengapa hanya ingatan buruknya yang membekas di sana.
Timeskip
Karena dirinya merasa lebih baik ketika berbaur dengan yang lain, maka Akari sengaja membersihkan katana, wakizashi, beberapa pisau lempar, beserta pistolnya di antara para prajurit setelah selesai mengecek persediaan obat-obatan dan kesiapan tim medis. Karena sekalipun dirinya akan tetap berada di barisan belakang, namun ketajaman dan kebersihan senjata adalah prioritasnya sejak dulu sekali.
Namun ketika kedua tangan Akari sedang mengelap bilah wakizashi miliknya, kedua telinganya mulai digelitiki oleh suara seseorang yang batuk-batuk dan muntah dari arah tempat mereka menyimpan air minum dalam tong-tong kayu. Dengan dahi yang berkerut Akari menyimpan kembali sapu tangannya ke balik kimono, memasang semua senjatanya kembali ke tempatnya semula, lalu berlari ke arah tempat penyimpanan tong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikemen Sengoku: Dokuganryū no Tsubasa (Completed)
FanfictionAkari Bala Sasakibe, seorang blasteran Jepang-Turki yang kini memegang kebangsaan Turki itu adalah pensiunan dokter tentara dari Baret Marun. Dirinya terpaksa pensiun dini karena dinyatakan tidak mungkin bertugas lagi setelah markasnya di perbatasan...