Ketika pembersihan area sudah dilakukan, tetapi apa yang didapatkan oleh Masamune dan Ieyasu hanya senapan hitam mengkilap yang lebih ringan dari senapan biasa. Kennyo sendiri akhirnya berhasil kabur, dan itu tentu karena para pengikutnya yang pasang badan untuk pria berambut hitam tersebut.
Sementara itu, ketika tenaga di pasukan sudah terpecah-pecah, kini lingkaran inti dari Date-gun dan Tokugawa-gun tampak berdiri mengitari sebuah meja, yang di atasnya terdapat senapan dengan desain, lambang dan desain moncong yang asing bagi mereka semua.
Semuanya berpikir tentang bagaimana senapan yang sangat asing ini bisa dipakai oleh orang-orang Kennyo. Tetapi sekarang, hanya Masamune yang punya firasat jika Akari, korban dari senapan asing ini, bisa mengenali struktur dari alat yang membuatnya kehilangan banyak darah dan membuat semua orang khawatir setengah mati. Karena bagaimanapun ceritanya, Masamune tahu jika Akari dan senapan ini berasal dari zaman yang sama.
"Ieyasu, bagaimana dengan keadaan Akari sekarang?" tanya Masamune.
"Oi, apa yang kau harapkan dari seseorang yang kena dua luka tembak seperti itu? Apalagi ini adalah luka yang brutal?"Masamune memalingkan wajahnya dari Ieyasu. Sementara pria berambut pirang itu mendengus. Di sisi lain, Sagara terlihat sedang mengangkat tangan kanannya sebatas telinga. Masamune mengangkat alis kirinya, tanda jika shinobi berambut cokelat kemerahan itu diperbolehkan untuk bicara.
"Ano, Masamune-sama, Ieyasu-sama, bagaimana jika aku pergi mengeceknya sebentar?" tanya Sagara, yang setelahnya terkekeh kaku.
"Jangan melakukan hal yang percuma, Sagara," balas Ieyasu.
"Pergilah. Seharusnya Akari sudah siuman, karena ini sudah cukup lama sejak jam makan malam."
"Wakarimashita, Masamune-sama!"Dreamland
Entah Akari menyadarinya atau tidak saat itu, tetapi gadis berambut hitam itu luar biasa bersyukur saat dirinya diperbantukan di Rumah Sakit Universitas Ankara di malam penuh darah itu. Karena, sekalipun Akari harus berjibaku dengan erangan rasa sakit, darah, serta suara ledakan di luar IGD, tapi dirinya tidak perlu bergelut dengan rentetan tembakan yang mengintai, baik itu dari darat ataupun udara.
Hanya darah yang perlu dihadapinya, dan itu sejuta kali lipat lebih baik. Namun sisi buruknya adalah, gadis berambut hitam itu tidak terlalu pandai untuk mengabaikan gosip yang keluar dari mulut para perawat atau dokter pada umumnya. Belum lagi dengan perkataan dari keluarga pasien.
Sehingga di sinilah dia, berjibaku di antara gerombolan manusia dengan berbagai macam keadaan, lengkap dengan seragam tentara, jas dokter, dan walkie talkie yang terhubung dengan handsfree di bahunya. Telinganya seketika terasa panas saat mendengar rentetan gosip yang berseliweran, apalagi ketika ada suara dari walkie talkienya yang menyebutkan nama sosok yang sudah dia anggap sebagai ayahnya gugur karena diberondong peluru.
"Koca Şehit geliyor! İbni Sina Hastanesi!"
Rumah Sakit Ibni Sina, nama lain dari Rumah Sakit Universitas Ankara. Akari bekerja di IGD sambil terus berusaha untuk menahan air mata. Gadis beriris biru tua itu mati-matian agar dirinya tidak menangis, karena taruhan dari tangisannya adalah mental pasien. Padahal seseorang yang disebut Koca Şehit tadi adalah orang yang sudah dianggapnya sebagai ayah di kesatuan. Dengan berbagai sugesti positif yang terus diulang dalam kepalanya, Akari terus bekerja menangani pasien hingga walkie talkienya memanggil namanya.
"Sasakibe Yüzbaşı! Sasakibe Yüzbaşı!"
"Burdayım, noldu?"Setelah melangkah keluar IGD, lebih tepatnya ke tempat parkir, masih dengan sarung tangan karet yang berlumuran darah, Akari memencet tombol reply yang ada di hands free. Dahi lebar gadis itu berkerut sejadi-jadinya saat mendengar instruksi yang didengarnya, yaitu bergabung dengan warga di daerah sekitar gedung parlemen, lengkap dengan senapan beserta teropongnya. Jauh di dalam dirinya, Akari tahu jika ini adalah salah satu dari sekian misi gila yang harus dilakukannya, sekalipun itu artinya adalah bertaruh nyawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikemen Sengoku: Dokuganryū no Tsubasa (Completed)
FanfictionAkari Bala Sasakibe, seorang blasteran Jepang-Turki yang kini memegang kebangsaan Turki itu adalah pensiunan dokter tentara dari Baret Marun. Dirinya terpaksa pensiun dini karena dinyatakan tidak mungkin bertugas lagi setelah markasnya di perbatasan...