Reason

2.1K 458 74
                                    

Aku sengaja sedikit membanting notebook ke meja begitu sampai di tempatku duduk. Aku tahu Kak Astrid berada tidak jauh dariku. Bahkan saat duduk pun sengaja sedikit kudramatisir dengan sedikit menghempaskan badan ke kursi. Aku juga tahu, mungkin ini terkesan sedikit tidak sopan, tapi Kak Astrid harus tahu, dia mem-bully orang yang salah. Apa pun tujuannya, enggak akan kubiarkan dia atau siapa saja berlaku seenaknya, sekalipun aku terhitung masih sangat baru di kantor ini.

"Jess, gue--"

"Jessica, ke ruangan saya sebentar," panggilan Pak Hendra terpaksa menghentikan niat Kak Astrid untuk bicara denganku. Baguslah, kebetulan aku juga masih malas berbasa-basi.

Di ruangan Pak Hendra aku langsung duduk di hadapannya. Lantas tanpa ba-bi-bu aku berniat menjelaskan permasalahan dokumen yang tadi di bahas di ruang rapat. "Pak, perkara dokumen--"

"Nanti biar saya tegur Astrid," sela Pak Hendra sedikit mengejutkanku.

"Pak Hendra tahu?"

"Saya bukan orang bodoh, Jessica. Saya yang interviu kamu, jadi saya tahu persis kamu juga bukan orang bodoh yang melewatkan prosedural sepele macam tadi. Ya, tapi terima kasih berkat jawabanmu tadi, setidaknya masalah nggak melebar ke mana-mana."

Terpaksa aku menahan uneg-uneg yang tadinya ingin kukeluarkan. Aku hanya sedikit menghela napas panjang untuk meredakan emosi, biar bagaimanapun rasa kesal itu belum sepenuhnya hilang.

"Lalu, kamu pasti bisa menebak, kenapa kamu saya panggil kemari," lanjut Pak Hendra.

"Soal perjalan dinas yang dibahas di ruang meeting tadi?"

Pasti soal ini, kan? Kalau enggak apa lagi?

"Iya, dan kamu mungkin sudah tahu soal pertemuan asosiasi--" Penjelasan Pak Hendra terjeda suara ketukan pintu ruangannya.

Cik Maria rupanya, yang masuk setelah Pak Hendra mempersilakan, dengan tumpukan berkas dari ruang rapat tadi dan langsung meletakkan--dengan sedikit keras--di meja Pak Hendra.

"Pak, kasih tahulah anak buahnya, jangan overlapping! Kalau bukan kerjaannya, ya jangan dikerjakan!" Cik Maria mengomel, masih tentang berkas sialan itu, lalu bergumam, "Kaya kerjaannya udah paling bener aja."

Setelahnya, Cik Maria kembali mengangkat berkas tadi tanpa sedikit pun melihat ke arahku.

"Bilangin, Pak, tim verifikasi juga masih bisa ngerjain sendiri kerjaannya. Selama ini SOP fine-fine aja kok. Masih baru aja udah bertingkah."

Sebentar-sebentar, ini anak buah yang dari tadi dibahas sama manajer verifikasi itu aku. Tadinya, kupikir dia sedang membahas Kak Astrid. Enggak bisa dibiarkan ini.

Seketika aku berdiri dan langsung menghadapi seniorku itu. "Cik Mar, emangnya Cicik nggak tahu--"

"Jessica!" Pak Hendra memutus omelanku, "Duduk!" perintahnya menyuruhku duduk kembali. Sementara kepada Cik Maria dia langsung berkata, "Mar, nanti biar kuingatkan mereka."

Tidak lama kemudian, si Maria Mercedes itu langsung meninggalkan ruangan, tanpa permisi atau sekedar basa-basi ucapan terima kasih pada Pak Hendra. Dasar enggak punya etika! Bagaimanapun secara struktural Pak Hendra kan masih atasannya.

"Jessica," panggil Pak Hendra sekali lagi, mengingatkan kalau aku masih saja berdiri.

Aku kembali duduk, niatku tadinya mau protes dengan sikap Pak Hendra yang seolah menutupi perbuatan wakilnya. Namun, kuurungkan. Aku tahu dia melakukannya demi suasana kerja yang damai ke depannya. Ya, tapi masa aku tumbalnya?

Ah, sudahlah. Percuma juga mau dibahas. Aku yang masih baru ini bisa apa? Kita lihat saja, berapa lama aku akan bertahan di Clover ini.

***

Office HoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang