Selama beberapa saat yang terasa lama, tidak ada jawaban apa pun atas salamku barusan. Gio masih menatap lurus padaku, sampai-sampai aku jadi salah tingkah dan menunduk untuk menghindari pandangannya.
Tunggu deh, kenapa aku harus salah tingkah? Aku ke sini kan karena permintaannya. Lagi pula, sebenarnya dia kenapa sih?
"Duduk!" Akhirnya dia membuka suara, tapi hanya untuk mengeluarkan satu kata ketusnya.
Meskipun perasaan heran di kepalaku belum benar-benar hilang, aku menurutinya. Biar bagaimanapun sekarang dia atasanku. Sial! Kenapa juga harus dia sih direktur utama Clover ini?
Sekarang kami sudah duduk berhadapan. Temperatur ruangan yang sepertinya terlalu rendah, makin diperparah dengan keheningan yang tidak berkesudahan ini.
"Jadi, apa yang Bapak ingin tahu soal Omega?" Akhirnya, kuberanikan bertanya lebih dulu.
Tanpa diduga, dia malah mendengkus, disusul tertawa kecil.
Memangnya apa yang lucu dengan pertanyaanku tadi. Bukankah tadi dia memanggilku karena ingin bertanya soal kantor lamaku? Atau itu hanya bualannya belaka, jangan-jangan dia mau membahas masa lalu kami?
Ah, tidak mungkin. Itu sudah lama berlalu, kami juga masih sama-sama remaja saat itu. Mana mungkin dia membuka aibnya sendiri, bukan?
Gio berdeham singkat, sebelum akhirnya bertanya, "Menurutmu karena itu aku memanggilmu ke ruanganku? Apa kamu tidak terpikirkan sesuatu yang lainnya, yang lebih tepat untuk dijadikan alasan, kenapa aku meminta kamu menemuiku secara pribadi di sini?"
Aku? Secara pribadi?
Sial! Maksudnya dia benar-benar memanggilku ke sini karena masa lalu kami?"I-itu--"
"Oke, kalau itu maumu. Kita mulai dari Omega," potongnya seenaknya. Dia berhenti sejenak dan sepertinya sengaja ingin lebih mengintimidasiku dengan menopang dagu dan menumpukan kedua sikunya di atas meja tanpa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dariku, "Omega ... hmm, apa ya yang perlu kutanya soal Omega?"
Dih, apaan sih nih orang, malah tanya gitu?
"Ya saya tidak tahu yang Bapak--"
"Bapak? Saya? Yakin masih mau pura-pura tidak kenal sama aku?"
Sial! Benar, kan, kalau tujuannya memanggilku ke ruangannya pasti berhubungan dengan sejarah di antara kami. Masalah aku pernah bekerja di perusahaan kompetitor sebenarnya hanya alasan belaka.
"Biar bagaimanapun, Bapak tetap atasan saya, jadi sebaiknya--"
"Oke!"
Sekali lagi menyelaku, awas saja ya. Dikira aku takut kali sama dia.
"Omega ... berapa lama kamu bekerja di sana?"
"Kira-kira empat tahun--"
"Sebagai apa?"
"Saya memulai dari posisi staf, kemudian menjadi supervisor dan menjadi wakil--"
"Kenapa pindah kerja?" Serius dia akan terus melakukan ini ya, memotong setiap kalimat jawaban yang kuberikan?
Kali ini aku tidak langsung menjawab. Malah sengaja mengulur waktu dengan menghela dan mengembuskan napas dengan dramatis.
"Kenapa diam?" tanyanya setelah beberapa saat. Aku memang sengaja menguji kesabarannya.
"Kalau Bapak terus-menerus tidak membiarkan saya menyelesaikan kalimat saya, lebih baik saya--"
"Lho, terserah aku dong! Jadi kenapa pindah kerja?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Office Hours
ChickLitHidup nyaman Jessica berubah seratus delapan puluh derajat semenjak dirinya resign dari tempat kerjanya. Mobil harus dijual dan dengan terpaksa dia harus menggunakan transportasi umum. Lantas apa jadinya, kalau di tempat kerja barunya Jessica bert...