6

58.9K 5K 80
                                    

Hello :)
Jangan lupa vote, comment, and follow Lembayunsenj
Suka banget baca comment kalian.






Sepanjang perjalanan menuju Karanganyar, tidak banyak pembicaraan di antara Rengganis dan Bara. Mood Rengganis buruk karena sebelum pulang dirinya harus beradu mulut dengan neneknya.

Ibu dari ayahnya itu selalu menjelekkan mamanya, sehingga membuat Rengganis tersulut emosi. Sejak dulu mamanya tidak pernah dihargai di keluarga besar ayahnya. Dahulu pernikahan kedua orang tuanya tidak mendapatkan restu, namun mereka nekat untuk tetap melanjutkan pernikahan itu.

 Sebelum melahirkan Rengganis, mamanya pernah dua kali mengandung bayi laki-laki namun keguguran. Mendengar kehamilan menantunya, neneknya sangat gembira, tapi semua berubah ketika bayi itu meninggal di dalam kandungan.

Yang ayah dan nenek Rengganis inginkan adalah penerus laki-laki, tapi dikehamilan selanjutnya bayi perempuanlah yang mereka dapatkan. Menjadi putri tunggal sama sekali tidak membuat Rengganis bahagia.

“Mbak Rengganis mau mampir dulu?” tanya Bara ketika mereka sampai di sekitar Solo Square Mall.

“Hmm kalo saya engga Pak, tapi kalo Bapak mau mampir kemana dulu engga papa.”

“Jadi engga papa ini mampir makan dulu? Kebetulan saya belum makan siang.”

“Engga papa Pak.” Rengganis menatap Bara yang tampak rapi menggunakan kemeja Batik.

“Kalo saya boleh tau, Bapak ada keperluan apa di Jogja? Kok rapi banget.”

“Kondangan Mbak Rengganis. Ini mau makan di dalem mall atau cari tempat makan di pinggir jalan aja?”

“Kalau pinggir jalan aja gimana Pak? Soalnya kalau harus masuk ke mall ribet.”

Mereka pun memutuskan untuk mampir makan di restoran yang mereka lewati. Bara memperhatikan wajah wanita yang sedang menikmati selat solo, ingin rasanya bertanya ada masalah apa pada Rengganis. Tapi terkesan lancang, apalagi mereka tidak sedekat itu.

Namun Bara merasa tidak nyaman melihat wajah murung Rengganis. Berbeda saat pria itu mengantarkan ke Stasiun Balapan bersama anak-anaknya, Rengganis nampak gembira. Wanita itu asik mengobrol dan bercanda dengan keempat anaknya.

Merasa diperhatikan Rengganis mengangkat wajahnya, tatapan mata keduanya bertemu. Beberapa detik mereka saling memandang dalam diam. Bara menemukan tatapan sendu Rengganis yang membuatnya tertegun.

“Mbak Rengganis engga papa?”

“Hahh?” Rengganis baru tersadar dari adegan saling menatap itu.

“Maaf kalau saya lancang.”

“Saya engga papa kok Pak. Hmm Bapak bisa panggil saya Rengganis, engga usah pakai Mbak aja.”

“Kalau gitu Rengganis juga bisa panggil saya Bara, engga usah pakai Pak.” Wanita itu merinding ketika Bara menyebutnya namanya dengan nada lembut.

“Loh engga sopan dong Pak Lurah. Lagian bapak kan Pak Lurah.” Tolak Rengganis.

“Ya udah kalau begitu terserah dipanggil apa aja, asal jangan Pak atau Bapak. Saya berasa tua banget.”

Lahhh kan memang udah tua. Lagian kalau bukan Pak atau Bapak, terus manggil apaaa???

“Terus saya harus manggil apa? Mas Lurah? Tapi kan warga lain pada manggil Pak Lurah, masak saya manggil Mas.” Protes Rengganis.

“Mas Bara aja kalau begitu.”

Rengganis terbelangak, merasa geli harus mengganti panggilan Pak Lurah dengan Mas Bara.

DUDA KESAYANGAN RENGGANIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang