16

44.9K 3.7K 45
                                    


Rengganis berpamitan dengan ibu-ibu yang menghadiri arisan rutin setiap tanggal satu. Wanita itu memberikan senyum terbaiknya. Untuk pertama kalinya ia menghadiri arisan, biasanya ia hanya mengantar Ira tidak pernah berniat untuk bersosialisasi seperti ini.

Namun sebagai istri Lurah, sudah sepatutnya ia mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ini dan Rengganis harus membiasakan dirinya. Rengganis memarkirkan motor matic milik Eyangnya di halaman rumah, sebenarnya jarak rumah bu RT tidak terlalu jauh, tapi karena hampir telat dirinya memilih menggunakan motor.

Wanita itu hampir telat karena Jay tidak mau ditinggal, sedangkan si kembar merengek ingin ikut. Karena ini baru pengalaman pertama menghadiri arisan di tempat tinggalnya, Rengganis sedikit grogi. Belum lagi jika anak-anaknya ikut, pasti tidak bisa diam.

Saat memasuki rumahnya, di ruang tamu keluarganya sedang berkumpul. Angga sedang membaca buku, si kembar sepertinya sibuk dengan lego nya, sedangkan Jay nyaman dipelukan Bara. Si bungsu nempel mirip dengan koala.

“Bunda!” teriak Jay mengetahui Rengganis sudah pulang.

Balita itu mengulurkan tangannya agar gantian digendong Rengganis. Wanita itu tidak tega melihat hidung Jay yang memerah dan matanya yang sembab.

“Anak Bunda kenapa nangis?”

Rengganis duduk tepat di samping suaminya, wanita itu memangku Jay dan memeluknya. Tangan Rengganis mengelus punggung kecil itu, menimbulkan rasa nyaman baginya.

“Kenapa Yah kok nangis?” bisik Rengganis pada suaminya, entah mengapa pria itu sama sekali tidak bersuara sejak kedatangannya.

“Nyariin kamu.” jawab Bara singkat.

Rengganis memandang wajah datar suaminya, pria itu bahkan kini fokus pada televisi yang sedang menyiarkan berita petang. Sama sekali tidak menatap Rengganis saat menjawab pertanyaannya.

Wanita itu heran dengan wajah suaminya yang asem-sepet-pahit, tidak enak dipandang. Belum pernah Bara mendiamkannya seperti ini.

“Kamu kenapa sih Mas?”

Tanya Rengganis sudah tidak tahan lagi, Angga dan si kembar sampai menolah karena suaranya yang agak keras. Rengganis meringis, memberi isyarat agar anak-anaknya melanjutkan kegiatan mereka.

Bara meninggalkan ruang keluarga, pria itu menaiki tangga menuju rooftop rumahnya yang dijadikan tempat bersantai. Di sana terdapat ayunan yang dihiasi tanaman-tanaman hijau dan bunga.

“Jay mewarnai sama Mas Angga ya, Bunda mau nyusul Ayah dulu.”

Rengganis pun meminta tolong pada putra sulungnya untuk menjaga si bungsu. Wanita itu segera menyusul suaminya ke rooftop.

o0o

Ira mengutuk pintu rumah mantan suaminya, di belakangnya ada Leon yang mengantarnya. Sena, ayah dari Rengganis itu membuka pintu. Wajah pria itu tampak pucat.

“Masuk Ra,” Sena mempersilahkan mantan istrinya itu masuk ke rumah yang baru saja dibelinya.

“Udah enakan? Ini aku bawa makanan sama obat.” Ira mengangkat pepperbag yang ada di tangannya.

“Masih pusing. Kamu siapa?” Sena menatap tajam pria muda yang bersama mantan istrinya itu.

Pikiran Sena sudah melalangbuana, tidak mungkin kan pria di depannya ini merupakan brondong Ira. Sejak kapan wanita itu senang berhubungan dengan brondong.

“Leon, Om.” Leon mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sena.

“Ini sekalian aku siapin makanannya Mas, belum makan kan?”

Sena membimbing Ira untuk memesuki dapurnya, sedangkan Leon memilih duduk di ruang tamu. Pria itu mendengus mengingat Sena yang tidak membalas uluran tangannya.

Leon penasaran, mengapa ayah dari Rengganis itu menatapnya tajam dan tidak suka. Memang dirinya salah apa?

Sena melipat tangannya di depan dada, menyandarkan tubuhnya di kulkad. Pandangannya fokus pada mantan istrinya yang sibuk memindahkan makanan ke piring. Meskipun sudah kepala empat namun wanita itu masih tampak energik dan memikat.

Bahkan saat ini semakin bersinar, entah karena apa. Mungkin karena kulit putih yang merona indah itu, atau karena senyum masih di wajahnya. Sena tidak mengerti, mengapa semakin tua, mantan istrinya semakin cantik saja.

“Ra?”

“Dalem, kenapa Mas?” wanita itu mengangkat kepalanya untuk memandang Sena, Sena hampir mengerang mendengar suara lembut yang mengalun indah itu.

“Jadi sekarang selera kamu yang lebih muda?”

“Hahh maksudnya apa?”

“Iya kamu suka berhubungan sama pria yang lebih muda.”

“Mas Sena ini ngomong apa sih?”

“Itu yang di depan. Kamu yakin dia serius sama kamu? Anak muda kayak gitu, pasti masih suka main-main dulu.”

“Ohh Leon, dia emang masih mau main-main. Belum ada niat nikah, masih 26 katanya, belum 62. Ngapain juga buru-buru nikah, masih mau nikmati hidup katanya.”

“Lah kamu engga papa?”

“Yo engga papa, kalo itu keinginan dia. Yang penting dia bahagia aja.”

“Kamu terima kalo dia masih main main? Iya dia bahagia, tapi kamu emang bahagia?”

“Aku mah ikut bahagia kalo Leon bahagia.”

Wajah Sena mengeras, tidak terima mantan istrinya di permainkan oleh pria muda yang saat ini sedang duduk di ruang tamunya. Bahkan wanita itu tampak santai saja.

“Kamu udah cinta mati sama bocah itu, sampe sampe mau dipermainkan kayak gitu!?”

Ira terkejut melihat wajah tegang mantan suaminya, mendengar pertanyaan terakhir suaminya sepertinya wanita itu paham. Sena mengira Ira memiliki hubungan special dengan Leon.

Memang sih, mereka berdua memiliki bungungan special. Leon sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

Ira seketika tertawa, sedangkan emosi Sena semakin menjadi. Bisa-bisanya wanita itu tertawa.

“Mas Sena kayaknya salah paham deh. Leon itu udah aku anggap anak sendiri, dia teman Rengganis sejak SMP, sering main ke rumah juga. Mas gila kali ya, ngira aku pacaran sama Leon yang sepantaran sama anak kita.”

 











Hayoo Mas Bara kenapa tuhh?

Jangan lupa vote, comment & follow Lembayunsenj yaaa

Terima kasih :)

DUDA KESAYANGAN RENGGANIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang