27

33.2K 3.7K 219
                                    



Kelana duduk lesehan di balkon apartemennya, wanita itu menikmati sebatang rokok sedangkan di depannya terdapat beer yang tersisa setengah. Rengganis menatap sebal teman dan tetangganya sejak kecil itu.

“Itu paru-paru lo bolong bau tau rasa. Heran deh makin ke sini kenapa jadi sering nyebat sih lo.”

“Lagi banyak pikiran aja. Halah cuma sebatang ini.”

“Sebatang tapi tetep aja bisa membahayakan kesehatan, belum lagi itu beer. Orang lain kulkas isinya buah dan sayur, lah lo malah penuh sama beer.”

Kelana mematikan rokoknya yang masih setengah dan membuangnya ke tempat sampah, rengganis akan terus mengomel tentang kesehatan jika wanita itu tidak mematikan rokoknya.

“Iya, iyaaa… ini gue buang.”

Rengganis menghembuskan napas, menatap pemandangan kota Yogyakarta pada malam hari dari atas apartemen Kelana. Keluarga Kelana memang asli Yogyakarta, tapi wanita itu memilih membeli apartemen karena malas tinggal dengan keluarganya.

Sesampainya di Yogyakarta, mereka langsung menuju apartemen wanita itu. Tadi ia mengabari Angga jika malam ini akan menginap di apartemen Kelana karena sudah terlalu malam. Mereka sampai Kota Pelajar pukul sebelas malam.

Besok pagi ia akan ke apartemen Angga untuk membantu remaja itu membeli perlengkapan apartemennya.

“BTW lo lagi ada masalah? Kayaknya lagi banyak pikiran.”

Rengganis meminum susu kotak satu literan satu-satunya persediaan Kelana selain beer yang ada di kulkasnya. Ia meneguk susu freshmilk, agak ragu untuk menjawab pertanyaan temannya itu.

Karena permasalahan ini merupakan masalah rumah tangganya. Ia tidak ingin mengumbar-ngumbar aib rumah tangganya, meskipun pada temannya sendiri.

“Engga papa. Ohh iya dari kemarin Leon nanyain lo terus. Katanya lo engga bisa dihubungi.”

Kelana menggigit bibirnya, bimbang apakah akan bercerita mengenai apa yang terjadi antara Leon dan dirinya di malam pernikahan Rengganis.

“Gue block nomor dia.”

Rengganis langsung menatap penasaran sahabatnya itu, Kelana langsung menghabiskan beernya dalam satu kali tegukan.

“Pokoknya lo diem aja kalo dia nyariin gue!”

Kelana mengingatkan temannya, memang setelah ‘malam itu’ Leon berulangkali menghubunginya. Bahkan pria itu mencarinya di Sekolah Alam. Memang dahulu Kelana pernah bercerita mengenai Sekolah Alam, tapi ia tidak mengira Leon akan mencarinya sampai ke sana.

“Kenapa sih? Kalian marahan atau gimana?”

“Pokoknya jangan!”

Kelana membuang kareng beernya ke tempat sampah, lalu berjalan memasuki apartemennya. Ia memilih untuk mandi karena badannya terasa lengket setelah perjalanan jauh.

o0o

“Bun, Ayah telepon ini.” Angga mnyodorkan ponselnya.

Saat ini mereka sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan. Semua kebutuhan remaja 17 tahun itu sudah mereka beli. Bahkan Rengganis juga berencana mengisi kulkas di apartemen putra sulungnya itu dengan banyak buah dan sayur, jangan sampai seperti Kelana yang kulkasnya penuh dengan beer dan makanan instan lainnya.

“Ya diangkat dong Mas, kok malah dikasih ke Bunda.”

Rengganis melanjutkan memilih anggur dan buah plum, mengabaikan Angga yang berdiri di belakangnya sambil memegang ponselnya.

DUDA KESAYANGAN RENGGANIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang