Seminggu sudah sejak pemakaman Fiony di Jepang. Aku dan Lyn sudah kembali ke Jakarta. Kami tinggal di bawah atap yang sama. Jujur, masih agak awkward. Apalagi saat kami harus tidur di kasur yang seharusnya hanya muat satu orang saja waktu di apartemen ku. Untung saja kasur milik Lyn ini besar. Meskipun kami menikah karena terpaksa, kami tidak tidur pisah kamar seperti yang ada di film-film.
Hari ini cuaca kurang bersahabat. Langit gelap. Sepertinya hujan akan turun bersamaan dengan badai. Untung ini masih Hari Minggu. Kami bisa bersantai di rumah. Ya, besok kami pergi ke kantor. Aku pun tidak tau bagaimana posisi kami di sana.
"Lyn, jadi kerjaan gue gimana?"
"Kata papi sih kita ntar setara gitu. Pengambilan keputusan perusahaan ada di tangan kita."
"Lah? Kalo kita beda pendapat, sering ributnya dong? Susah dapet suaranya nanti."
"Ya makanya dicoba dulu katanya. Kalo emang gak bisa, nanti dipikir ulang posisi kita."
"Ooo... Terus besok kita ngapain?"
"Perkenalan ke para petinggi perusahaan. Gitu-gitu kita bosnya mereka."
Aku terdiam mendengar perkataan Lyn. Perasaanku tidak enak. Tiga tahun lalu aku datang sebagai anak baru lulus kuliah. Beberapa bulan setelahnya dikirim ke Jepang untuk program pengembangan karyawan muda. Baru dua tahun lebih, aku sudah kembali menjadi seorang atasan. Aku tidak siap rasanya.
"Kenapa lu?"
"Hm? Nggak..."
"Gak usah grogi."
"Siapa yang grogi?"
"Terus kenapa diem? Kepikiran orang-orang bakal ngomong apa?"
Aku melotot kaget. Apa dia bisa membaca pikiranku?
"Kenapa? Omongan gue bener?"
Aku menghela napas panjang.
"Gak usah dipikirin. Lu buktiin aja kalo lu emang pantes duduk di atas. Kata Koh Albert kerjaan lu di Jepang bagus. Ya lu tunjukin aja di sini kalo lu emang sebagus itu."
Aku mendengarkan perkataan Lyn yang sepertinya memang tulus mendukungku.
*Ting*
Notifikasi ponselku tiba-tiba berbunyi.
Viana?
"Kak, aku nemu video di laptop Ce Fio. Coba kakak tonton deh. Semoga bisa membantu kakak ya..."
Aku membuka file video yang ia kirimkan.
"Hai Vano! Eh nggak. Harusnya, Haiii Vanooo!! Eh nggak juga. Itu terlalu semangat. Hai Vano (menaikan satu alisnya ke atas). Ih nggak, kayak apaan banget deh."
Aku tersenyum melihat tingkah randomnya. Jujur aku rindu melihat tingkah anehnya yang tiba-tiba muncul. Gemas.
"Jadi kan aku lagi gabut nih. Aku gak tau juga bakal aku kirim ke kamu atau nggak. Kalo kamu liat, ya berarti aku kirim hehehe..."
"Tadi aku kan cerita ke Viana soal kamu yang dijodohin sama Lyn. Terus dia bilang 'kenapa cece gak rebut aja?' terus aku mikir 'iya juga ya? Kan kamu sukanya sama aku' hehehe... Aaaaa maluu..."
"Terus aku barusan mikir lagi, kayaknya aku harus bikin video kek lagi nyemangatin kamu gitu. Tapi karena aku takut lupa, aku bikin sekarang aja. Nanti kalo kamu butuh, aku tinggal kirim hehehe."
"Aku tau kamu gak mau nikah sama Lyn. Tapi aku yakin, suatu saat perasaan yang kamu punya ke aku akan berubah ke Lyn. Jadi aku pengen bilang, jalanin aja hubungan kalian dulu. Soal kamu kuat bertahan atau nggak itu urusan kamu. Jujur, aku sakit liat kalian nikah. Tapi, kalo emang kita jodoh, aku yakin kita akan bersama selamanya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love Again
RomanceMenikah tanpa rasa itu menyakitkan. Setiap kali aku mencintai, semuanya menghilang begitu saja.