Dalam waktu dekat ini perusahaan kami akan mengirimkan berkas final ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Para pemegang saham perusahaan kami telah sepakat dan menantikan gebrakan baru ini.
Tapi di masa-masa yang penting ini, aku harus mengalami musibah. Kenapa? Kenapa harus sekarang? Aku masih terbayang Fiony sesekali. Hanya beberapa bulan setelahnya, giliran ayahku yang pergi. Ditambah permasalahan pribadiku dengan Lyn. Hubungan kami semakin renggang. Rasa kecewaku tidak bisa hilang. Lyn belum tau sih kalau aku melihatnya berjalan dengan Reno waktu itu. Tapi aku tidak mau membicarakannya. Biarlah aku pendam itu.
Aku melangkah keluar dari ruanganku menuju ke kantin. Perutku sudah keroncongan. Kebetulan kantin masih cukup sepi. Kalau aku sedang sendirian, biasanya ada Dey yang muncul entah dari mana. Tinggal tunggu saja.
"Hai!"
Lah, beda orang. Yang ini lebih kalem. Lebih tinggi pula.
"Eh, Chik? Udah kerja di sini kamu?"
"Hehehe iya. Kamu sendirian aja?"
"Enggak, berdua."
"Ooo... Sama siapa?"
Aku menunjuk ke arahnya.
"Eh iya juga hahaha. Saya di sini boleh?"
"Silahkan silahkan... Eh, ngomongnya gak usah pake 'saya'. Kaku banget deh hahaha."
"Hehehe ya udah aku turutin."
"Kamu kok udah turun? Yang lain kemana?"
"Pada makan di luar. Aku sendirian ke sini. Eh ada kamu, kebetulan deh hahaha."
Aku dan Chika asik mengobrol. Tak terasa, kantin mulai dipenuhi pegawai lainnya. Yang tadinya sepi sunyi, sekarang mulai ramai dan berisik.
"Eh Chika, baru masuk udah akrab aja sama pak bos," canda salah satu karyawanku.
"Heh, makan sana lu, sirik aje hahaha," balasku juga bercanda.
"Pak bos?" tanya Chika heran
"Hehehe..."
"Eh seriusan gak sih?"
"Iya, aku bos kamu hehehe," balasku cengegesan.
"Ah, uhm, ee... Maafin saya pak..."
"Hahahaha! Gak usah gitu udah. Santai aja. Kita udah kenal di luar kantor, jadi santai aja. Anggap aja temen yang kebetulan jadi bos."
"Aduh jadi gak enak..."
"Udah santai aja..."
Untunglah Chika tidak merasa canggung setelah mengetahui posisiku sebenarnya.
"Oh iya, Van, gimana ayah kamu?"
Senyumku seketika menipis.
"Udah gak ada..."
"Eh maaf, aku turut berduka ya..."
"Iya gakpapa. Makasih ya. Untung kamu udah nolongin ayahku. Aku jadi bisa ngobrol dan liat langsung ayahku istirahat dengan tenang."
Sekarang malah jadi awkward. Yah aku tidak bisa menyakahkan Chika juga. Toh dia belum tau.
"Jam istirahatnya udah mau abis, mau naik?"
"Boleh."
Aku berjalan bersama dengan Chika. Menuju lift. Ternyata kami berada di lantai yang sama. Saat pintu lift terbuka, aku dikejutkan oleh sosok perempuan yang berdiri di sana.
"Lyn?"
Dia menatapku datar.
"Siapa?"
"Chika, anak baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love Again
Roman d'amourMenikah tanpa rasa itu menyakitkan. Setiap kali aku mencintai, semuanya menghilang begitu saja.