Akhirnya hari ini tiba. Pernikahan yang tidak pernah aku harapkan. Momen yang ingik aku lakukan bersama Fiony.
Ahh... Sakit mengingatnya. Hatiku hancur. Aku berharap ada Sam di sampingku. Biasanya dia yang mendukungku saat sedih. Tapi dia harus memenuhi panggilan kerja di negara tetangga.
"Vano, udah siap?"
Aku menatap ayahku dengan setelan jas lengkap. Sudah lama aku tidak melihatnya. Ia terlihat tampan. Pantas saja ibuku tergila-gila dulu.
"Siap, Yah," ucapku dengan senyuman yang sedikit terpaksa.
Aku melangkah keluar dari kamar hotel. Menapakkan kaki di sebuah ruangan yang waktu itu aku sambangi sekali bersama Lyn. MC menyambut kami dengan meriah. Aku berjalan menyusuri karpet merah bersama ayahku. Aku berdiri di ujungnya, di hadapan para tamu. Sekali lagi MC menyambut Lyn dengan kedua orang tuanya. Aku bisa melihatnya dengan anggun melangkah.
"Dan inilah dia, pasangan kita yang berbahagia!"
Jantungku berdegup kencang.
"Vano Ezra!"
"Dan..."
"Jesslyn Elly!"
Apa bahagianya kami? Menikah dibawah paksaan. Senyum kami pun palsu.
Aku menatap Lyn dari jarak yang sangat dekat. Tiba-tiba wajah Fiony muncul di depanku. Aku menutup mataku, berusaha menyadarkan diri. Itu Lyn, bukan Fiony.
Ini belum apa-apa. Kami harus mengucap janji secara agama. Apa tidak apa-apa? Mengucap janji untuk saling mencintai selamanya, bahkan kami tidak saling mencintai saat ini. Maafkan aku Tuhan, janji ini tidak bisa aku tepati.
Upacara pernikahan secara agama kami berlangsung begitu cepat. Aku bahkan tidak sadar kami melakukannya.
"Kepada mempelai pria dipersilahkan untuk memberikan ciuman cinta kepada mempelai wanita."
Haahh... Aku hanya perlu mencium keningnya kan?
"Dengan ini, Vano Ezra dan Jesslyn Elly telah resmi menjadi sepasang suami istri."
Akhirnya bisa naik ke panggung. Tapi masih belum bisa duduk. Kami harus menyalami para tamu. Untuk apa diberi selamat? Toh pernikahan ini palsu.
"Selamat ya, Vano!"
"Lyn, selamat!"
"Kalian cocok banget! Selamat ya!!"
Aku pikir tidak akan lama. Ternyata menyalami tamu itu sangatlah melelahkan.
Akhirnya bisa duduk...
"Lu gak capek?" tanyaku basa-basi kepada Lyn.
"Capek... Tapi mau gimmana lagi?"
"Abis ini kita harus ke bandara. Gak ada waktu istirahat dulu."
"Iya gue tau. Besok lu gak tumbang aja udah bagus."
"Gak ada yang tau gue bakal kuat atau kagak."
Lagi-lagi terbesit di pikiranku. Andaikan di sebelahku ini Fiony. Pasti aku tidak akan merasa kelelahan seperti ini.
Haah... Lagi-lagi terulang. Aku kembali menutup mataku. Berusaha mengingatkan diri sendiri. Di sebelahku adalah Lyn, bukan Fiony.
"I know it. You hope Fiony is here. Not me. But, why don't you think you love me, not you think i'm Fiony?"
Aku membuka mataku. Lyn mengatakan kalimat yang sedikit membuat kepalaku berpikir. Iya juga? Kenapa tidak dicoba?
"I'll try."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love Again
RomanceMenikah tanpa rasa itu menyakitkan. Setiap kali aku mencintai, semuanya menghilang begitu saja.