Sudah seminggu aku tidak kembali ke rumah. Kini aku tinggal di apartemen. Aku membelinya. Tenang saja, aku tidak menghambur-hamburkan uang. Jika keadaan sudah membaik, aku akan menyewakan apartemen ini. Jika tidak kunjung membaik, aku akan gunakan apartemen ini. Sebuah win win solution.
Pertemuanku dengan Lyn yang terakhir adalah saat pengiriman berkas ke BEI. Itu pun tidak ada obrolan selain tentang bisnis. Sebisa mungkin aku menghindari Lyn. Aku hanya tidak ingin berdebat dengannya. Biarlah kami dipisahkan secara perlahan seperti ini.
Aku di sini bukan berarti bebas tanpa kerjaan. Aku memantau semuanya. Sekaligus aku mencari ide bisnis tambahan untuk perusahaan. Aku sih tidak mengincar jabatan pemimpin teratas di perusahaan ini. Meskipun ada peluang, tapi aku tidak mengincarnya. Biarlah itu terjadi dengan sendirinya. Aku hanya perlu fokus mengembangkan apa yang aku bisa untuk perusahaan.
*Ting*
Tumben sekali Koh Albert mengirimiku pesan. Apa ini soal Lyn?
"Bisa ke Jepang gak, Van?"
Ada apa nih?
"Ada apa koh?"
"Bantu ngawasin anak baru. Kan program yang kayak angkatan lu itu diadain lagi. Nah lu kan udah ada pengalaman kerja di Jepang sama gue. Cuma bantu-bantu doang kok. Gak perlu jadi mentor yang nemenin sampe akhir. Cuma kasih bantuan tipis-tipis aja."
Boleh juga nih. Lumayan bisa menghindar dari Lyn. Sekalian ketemu keluarga Fiony, silaturahmi seidkit lah ya.
"Boleh Koh, kapan?"
"Tiga hari lagi."
"Oke."
"Sip, thank you Van!"
Lumayan, liburan. Eh tapi sudah bulan November. Di sana pasti dingin. Aku rindu musim dingin di sana. Jadi tidak sabar kembali ke apartemen tercintaku.
***
Aku sangat excited. Bahkan aku sudah beres packing dari pagi. Padahal aku berangkat besok. Tapi tidak apa-apa. Malam ini aku bisa tidur lebih cepat dan santai.
Oh iya, aku tidak bilang kepada Lyn. Tapi aku cerita ke Dey. Setidaknya kalau ada apa-apa, ada yang tau aku sedang pergi ke Jepang.
Ah, tidak sabar kembali ke Jepang!
Aku berusaha tidur. Sulit sekali. Sudah lama aku tidak merasa begitu excited dengan sesuatu. Hitung-hitung healing di Jepang.
Meski kepergian ayahku masih membuatku sedih, tapi aku lebih mudah menerima keadaannya. Jadi aku tidak terlalu sedih seperti saat terakhir kali aku ke Jepang. Sayang sekali, aku gagal ke Hokkaido dua kali. Apa sebaiknya aku tidak usah mengajak siapa-siapa ke Hokkaido ya?
Uh, pikiran ini mengganggu saja. Padahal besok aku akan pulang kembali ke rumah keduaku di Jepang.
Merem saja lah. Siapa tau ketiduran.
Setelah berusaha tidur dengan susah payah, akhirnya aku terbangun. Sudah subuh, aku harus segera ke bandara. Tidak butuh banyak basa-basi, aku langsung memesan taksi online dan membawa koperku. Bandara yang tahun ini sering aku kunjungi, sampai-sampai aku bosan ke bandara ini. Mungkin saat pulang nanti aku akan pergi ke Semarang dan naik kereta ke Jakarta. Biar beda saja suasananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love Again
RomansaMenikah tanpa rasa itu menyakitkan. Setiap kali aku mencintai, semuanya menghilang begitu saja.