CN 1 : Hari Baik

355 62 4
                                    

Sekolah unggulan memang membosankan, begitu menurut Cantika Zwetta. Ia menguap berkali-kali sembari memperhatikan layar komputer yang ada di hadapannya. Jika bukan karena abangnya, Cantika sama sekali tak akan mau memilih sekolah ini sebagai tempat menuntut ilmu.

Dua tahun di SMA terasa menyenangkan, sebab wajah tampan sahabat sejati sang abang menjadi penyemangat di sekolah, tetapi tahun terakhir di sekolah ini menjadi sangat suram. Karena abang dan sahabat tersebut sudah lulus dan kini tengah kuliah.

Beruntung satu tahun itu akan berakhir hari ini juga. Ya, Cantika merasa bangga pada dirinya yang kini duduk mengerjakan ujian akhir sekolah, yang berarti setelah ini ia tak akan punya kesibukan berlebihan di sekolah tersebut.

"Bisa-bisanya lo nguap," bisik seorang perempuan yang kini berdiri di sebelahnya.

Ciffany Hardana, sejak kelas satu menjadi teman sebangku Cantika. Mereka selalu bersama, baik suka, maupun duka. Oh tidak, lebih tepatnya mereka berdua belum melewati apa yang namanya duka.

"Gue mau cepat lulus, tapi males ngerjain ujian," ujarnya.

Ujian telah berakhir beberapa menit yang lalu, Cantika tidak terlalu memusingkan hasilnya, sebab ia begitu percaya diri dengan otaknya yang bekerja dengan baik hari ini.

"Gue langsung balik," Ia menyampirkan sabuk tas ransel di bahunya, "nggak bisa lewatin kesempatan ini."

Ciffany menghela napas lelah. "Udah gue bilang, kalau suka langsung aja tembak."

Cantika memutar bola mata. "Udah gue bilang juga berkali-kali, kalau gue nembak duluan dan ditolak, yang ada gue sama dia bakal canggung pas ketemu."

"Serah lo, deh. Semangat aja," Ciffany mundur beberapa langkah, "gue juga balik duluan."

Cantika melambaikan tangan sembari menatap kepergian temannya itu yang berjalan cepat menyusuri koridor. Harusnya ia pun bergegas pulang, karena akan ketinggalan acara penting. Hanya saja, Cantika berniat untuk singgah terlebih dahulu ke toko kue.

**

Sahabat sejati abangnya adalah tetangga mereka. Cantika Zwetta sudah sejak kecil mengenal tetangganya itu, bahkan ia lebih suka menganggu abang dan sahabatnya itu, daripada bermain bersama anak perempuan yang juga tinggal di komplek perumahan tersebut.

Cantika membawa kotak kue, melewati pintu gerbang yang terbuka lebar. Di depan rumah tersebut terdapat banyak motor dan mobil terparkir. Ya, inilah acara yang Cantika maksud, yaitu perkumpulan para mahasiswa yang tengah merayakan ulang tahun tetangganya itu.

Cantika diundang?

Jawabannya, tidak. Bahkan abangnya sendiri mewanti-wanti Cantika untuk datang ke rumah ini saat acara makan-makan sedang berlangsung. Jovian—abangnya, terlalu khawatir jika Cantika membuat keributan di rumah tersebut.

Ia mengetuk pintu rumah yang terbuka, seketika semua pasang mata yang ada di ruang tamu, melihat ke arahnya. Cantika menyengir bak kuda, sembari mengangkat kotak yang ada di tangannya.

"Paket!" serunya.

"Paket?" Salah satu menyahuti. "Davin, ada paket!"

Cantika mendengkus mendengarkan sahutan tersebut, bagaimana bisa mereka begitu polos dan langsung percaya. Ia tak menggubris, melengang masuk dengan santai, melewati ruang tamu. Para tamu tersebut menganga, melihat dirinya bak orang aneh.

"Cantika." Suara berat terdengar menegur.

Ia menghentikan langkah, menoleh dan tersebut manis pada sang abang. "Bang, aku cuma mau nganterin cake buat Bang Davin. Nggak lama, kok."

Lihat Aku yang BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang