Dua hari setelah sakit, Cantika menatap rak piring di mana sebuah kotak makan asing berada di sana. Ia mengerutkan kening, kemudian meraih kotak tersebut dan membawa ke ruang nonton, di mana abangnya tengah berbaring di lantai sembari memainkan ponsel.
"Bang, ini punya siapa?" tanyanya.
Jovian menoleh sekian detik, kemudian kembali memainkan ponsel. "Davin."
Cantika membulatkan bibir, kemudian kembali ke dapur.
"Anterin ke rumahnya," ujar Jovian.
"Lah, kenapa harus rumah?" Cantika kembali menghadap ke arah abangnya itu dengan tatapan bingung.
"Davin udah balik ke rumahnya, nggak tinggal di sini lagi," jawab Jovian, "skripsinya, kan, udah selesai, tinggal nunggu ujian."
"Di sebelah kosong, dong?" Cantika menatap dinding yang menghubungkan kontrakan tempat di mana Davin tinggal. "Cepet amet ngontraknya, kayak cuma main-main."
Jovian tertawa kecil. "Dia, kan, ke sini cuma buat minta tolong dibantu ngerjain skripsi."
"Oh."
"Hanya itu respon kamu?" Jovian menatap adiknya. "Itu hanya alasan di luar, yang sebenarnya dia datang ke sini karena denger kamu tinggal bareng Abang."
Cantika mengernyit. "Aku nggak merasa punya utang."
Abangnya itu tertawa. "Bukan utang, tapi ini soal perasaan. Meskipun dia nggak pernah kasih tahu alasannya secara gamblang, tapi Abang tahu kalau kamu alasan utamanya."
"Itu urusan dia, bukan urusanku," Cantika menyahuti dengan nada tak peduli, "jadi, ini beneran harus dianter ke rumahnya?" Sembari melirik kotak makan di tangannya. Sungguh, ia tak pernah membayangkan akan pergi ke perumahan itu.
"Ya... mau nggak mau, harus mau." Jovian bangkit dan menuju kamarnya.
"Kenapa bukan Abang aja yang anterin?"
Jovian menoleh sebelum membuka pintu kamar. "Sorry, Abangmu ini mau kencan."
Ah, Cantika lupa bahwa hari Sabtu adalah jadwal Abangnya melakukan kencan bersama Sherin, setelah lima hari mereka bekerja untuk masa depan.
**
Davin tengah berkonsentrasi untuk tidur siang, setelah berhari-hari berjuang untuk menyelesaikan skripsinya. Ia lelah, tetapi tak bisa tidur. Entah apa maunya mata, tak mau bersahabat, begitu pula dengan pikirannya. Dicoba untuk tenang dan tidak memikirkan hal mengkhawatirkan, nyatanya malah berkhianat.
Ia mengacak rambut, kesal bukan main. Sudah berjam-jam dirinya seperti ini. Padahal, tidur malamnya terasa tak cukup, berharap siang bisa mencukupi, ternyata tidak. Davin terlalu berpikir berlebihan tentang ujian nanti.
"Aagghh!" Ia mengerang kesal.
Bangkit dari berbaringnya, menyerah untuk tidur dan berharap keluar kamar akan menemukan hal yang membuat tertidur lelap. Namun, kembali dirinya berbaring sebab terlalu malas keluar kamar.
"Bang," panggil seseorang di luar kamarnya.
"Hm?" Davin menyahuti dengan malas.
"Abang!"
"Iya!" Ia jadi kesal pada adiknya itu.
Pintu terbuka, lelaki remaja menyengir ke arah dirinya. "Nggak tidur, 'kan?"
"Kelihatannya gimana?" jawabnya, sewot.
Derry masuk ke dalam kamar itu. "Tadi ada cewek dateng, aku kayak kenal, tapi lupa namanya."
"Ha?" Davin bangkit dan menatap adiknya. "Jadi, kenal atau enggak?"
"Mukanya nggak asing, tapi aku lupa namanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lihat Aku yang Baru
RomanceCantika Zwetta hanyalah seorang gadis biasa yang trauma setelah mengalami kecelakaan. Hidupnya benar-benar berubah, termasuk ekonomi keluarga yang membuatnya diam tak bisa berkata-kata, sampai harus pindah ke kampung halaman karena tak sanggup lagi...