CN 13 : Mencintai

131 35 1
                                    

"Lain kali kalau dikasih tumpangan itu, iyain aja, Dek. Jangan jual mahal kayak gitu. Lihat aja, bentar lagi kamu pasti bakalan sakit."

Entah sudah berapa lama Jovian menasehatinya, Cantika sendiri hanya bisa mendengarkan dan tak membantah. Beruntung di sebelahnya kini ada Sherin, yang selalu menyela ucapan Jovian dan menegur untuk tidak terlalu mencampuri keinginan Cantika.

"Makan yang banyak," ucap Sherin, sembari memasukkan tempe ke piring makan milik Cantika.

"Kamu juga, mau sampai kapan di sini? Ini udah malam." Jovian melotot ke arah Sherin.

Selanjutnya terdengar pertengkaran kecil di antara kedua insan tersebut, Cantika hanya bisa tertawa geli mendengarkan.

"Kalah, kan, Abangmu," Sherin memasang ekspresi bangga melihat Jovian meninggalkan dapur, "lain kali, kalau udah bosan diomeli, segera telepon gue."

Cantika tersenyum kemudian mengangguk. "Gimana rasanya dicintai, Kak?"

"Hm?"

Sejak mengetahui bahwa Sherin adalah pacar Jovian, Cantika selalu memperhatikan keduanya ketika sedang bersama. Ya, semua orang pasti sependapat dengannya bahwa Jovian-lah yang sangat mencintai, jatuh cinta sedalam-dalamnya. Itu mengapa Cantika bertanya tentang hal itu.

"Bagaimana rasanya?" Sherin mengerutkan kening.

Cantika sedikit ragu memperjelas pertanyaannya tadi. "Gu... gue penasaran, soalnya gue belum pernah ngerasain dicintai seseorang."

"Orang tua? Nggak mungkin orang tua lo nggak cinta sama lo," timpal Sherin.

Nyatanya begitu, sebab yang merawatnya sekarang bukanlah orang tua kandung. Sejak tahu hal tersebut, Cantika mulai sadar diri untuk tidak meminta perhatian lebih. Diingat oleh mereka saja, ia sudah sangat bersyukur.

"Orang yang nggak berhubungan darah," Cantika mengoreksi, "ah, pokoknya kayak lo sama Abang, lah."

Sherin membulatkan bibir, sebenarnya ia sudah mengerti maksud dari pertanyaan Cantika, hanya saja dibuat lama sebab kehadiran seseorang di pintu dapur membuatnya ingin bersikap jahil.

"Kata Jovian, lo pernah pacaran."

Cantika mengingat lagi mantan dan pacar pertamanya itu. "Ah, itu cuma suka-sukaan, bukan cinta yang serius mau hidup berdua sampai tua," ujarnya.

"Wow, baru kali ini lo ngomong panjang kali lebar," Sherin tersenyum geli, "emangnya sekarang lo nggak ngerasa ada yang cinta ke lo?"

Berdecak, Cantika melepaskan sendok di tangannya. "Sampai sekarang gue belum dapat cowok yang bisa bukain tutup botol buat gue setiap hari."

"Wow," Sherin berujar kagum lagi, "lo beneran bisa ngomong panjang lebar, ternyata. Gue pikir, selama ini Jovian cuma omong kosong."

Cantika pun tak pernah menyangka dirinya bisa seterbuka ini dengan seseorang. Terbuka maksudnya adalah menceritakan tentang kisah asmaranya yang suram tak bergairah. Biasanya Cantika tak pernah menceritakan hal tersebut.

"Ngomong-ngomong, kenapa harus tutup botol?" Sherin mengerutkan kening, "itu gampang, loh. Nggak perlu cari pacar kalau kayak gitu."

Cantika terkekeh pelan. "Dari dulu gue nggak bisa tutup botol air mineral. Sumpah, nggak pernah bisa."

"Ah, masalahnya ada di tangan lo, ternyata," Sherin menatap tangan Cantika, "nggak terlalu kurus, harusnya bisa, sih."

"Mungkin karena gue nggak pakai kekuatan ekstra kali, ya?"

"Mungkin." Sherin beralih menatap mata Cantika. "Emangnya, yang kayak gitu nggak ada di Davin?"

Cantika yang masih memperhatikan tangannya, beralih menatap si lawan bicara. "Maksudnya?"

Lihat Aku yang BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang