4 : Guilty feeling

1.9K 333 38
                                    

Biasanya, Naruto akan mencuci pakaiannya yang 'kotor' saat istrinya sedang terlelap. Namun, tempo hari saat pulang dari pengeksekusian Shino, ia lupa untuk melakukannya. Ia langsung meletakkan jas dan kemejanya di keranjang pakaian kotor, dan akhirnya bertumpukan dengan pakaian Hinata. Dan sebab itulah ia lupa membersihkan jejak kejahatannya.

"Ini ... apa?"

Naruto diam, menyusun rangkaian alasan yang masuk akal agar Hinata percaya. "Kau ingat berita pembegalan kemarin lusa?"

Hinata mengernyit, lantas mengangguk saat berhasil mengingatnya. Kemarin lusa memang terdapat berita yang melaporkan kasus pembegalan terhadap seorang pengusaha, namun identitasnya disamarkan. Tak lama kemudian, Hinata terperangah saat ingat bahwa pembegalan itu terjadi di dekat perusahaan Naruto.

"Yang dibegal saat itu——"

"Aku," potong Naruto, kemudian merebut kemeja itu sebelum memeluk Hinata. "Itu darah supir yang melindungiku. Maaf membuatmu ketakutan, Hinata."

Benar-benar sandiwara dan topeng yang sempurna.

Hinata mengulum bibir, tidak memiliki alasan untuk tidak percaya. Bagaimanapun, timingnya sangat pas. Naruto memakai kemeja ini dua hari lalu, bertepatan dengan kasus begal yang terjadi. Kejadiannya pun tak jauh dari perusahaan Naruto, terlebih korbannya merupakan seorang pengusaha.

Jadi, Naruto tidak mungkin berbohong padanya.

"Kau baik-baik saja? Tidak ada yang terluka, 'kan?" tanyanya penuh rasa cemas, kedua tangannya memberanikan diri untuk mengusap punggung Naruto. "Kenapa kau tidak mengatakan apapun padaku, Naruto?"

"Karena aku tidak ingin membuatmu khawatir." Suaranya terdengar hangat, namun ekspresinya sedatar permukaan cermin. Barulah ketika pelukan mereka usai, Naruto memakai topengnya lagi——wajah yang tersenyum tipis——sebelum akhirnya mengusap kepala Hinata. "Aku akan mandi dulu."

Hinata menatap punggung tegap Naruto yang perlahan menjauh. Daripada memikirkan kembali mengenai darah dan kecurigaan, Hinata lebih khawatir pada jantungnya yang berdetak tak karuan.

Naruto memberinya pelukan, dan Hinata menganggapnya sebagai kemajuan dalam hubungan.

Sementara Naruto sendiri, menganggap pelukan itu sebagai pemanis sandiwara belaka. Beruntung kemarin lusa memang terjadi pembegalan sungguhan oleh Sai dan dua bawahannya. Korbannya memang seorang pengusaha, namun tentu bukan dirinya.

Sabaku Gaara dibantai tiga orang karena menyalahi perjanjian. Patah tulang di rusuk hanya sebuah peringatan bahwa kelompok Hades tidak suka pengkhianatan.

•••

Satu hal lagi yang patut Naruto puji dari Hinata adalah rasa masakannya. Gadis itu benar-benar paham mengenai takaran garam dan rempah-rempah. Bukannya Naruto melebih-lebihkan atau mencoba menyanjung istrinya setinggi angkasa, namun masakan Hinata sungguh cocok di lidahnya.

"Apa rasanya enak?"

Naruto menatap Hinata yang duduk di sebelahnya, lantas mengangguk pelan. "Kau pandai memasak."

Ini pertama kalinya Naruto memakan masakan Hinata selama mereka menikah. Ia selalu berangkat saat Hinata sedang memasak, jadi tidak sempat mencicipi sarapan pagi di rumah. Saat siang dan malam ia makan di luar, dan saat pulang terkadang Hinata sudah tidur.

Masakannya memang ada di dapur, namun ia enggan memakannya.

"Pekerjaanmu lancar?"

Sacrifice [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang