Genggaman gelas di tangan Hinata terlepas, matanya yang serapuh serpihan kaca menghimpun titik-titik air mata.
"A-apa?" Ia menelan ludahnya susah payah, kerongkongannya yang baru saja dibasahi air putih terasa kering. "N-Naruto tertembak?"
"Dia ada di rumah sakit di daerah Kadoma, di perbatasan Moriguchi."
Shikamaru menghela napas panjang di seberang panggilan. Tidak tahu apakah menghubungi istri Naruto merupakan keputusan yang tepat.
"Aku memberitahumu agar kau tidak khawatir jika dia tidak pulang," ujar Shikamaru. Ekor matanya melirik Naruto yang terbaring di ranjang pasien. Sahabatnya itu sadar dan tidak pingsan, namun tidak kunjung menghubungi Hinata. Padahal, sudah lebih dari satu jam sejak pria itu mendapat perawatan. "Kau tidak perlu kemari, ak——"
"Tidak, tidak, aku akan ke sana. Terima kasih karena sudah mengabariku." Hinata memotong, lantas memutus panggilan. Secepat mungkin ia melangkah menuruni tangga dan memesan taksi online, mengurungkan niat awalnya untuk memasak makan malam untuk Naruto.
Demi Tuhan, bagaimana bisa seorang presdir mengalami luka tembak?
•••
Hinata mengenal Shikamaru sebagai sahabat sekaligus asisten Naruto, sebatas itu saja. Terkadang, pria itu datang ke rumah dengan membawa setumpuk dokumen, koper berwarna hitam——yang menurutnya terlihat berat, dan selalu berbincang berdua dengan Naruto di ruang kerjanya. Yang entah mengapa membuatnya amat penasaran, namun sadar tidak memiliki kewenangan untuk meminta penjelasan.
Hari itu, Shikamaru juga hadir di pernikahannya. Walau pergi ketika ia mendekat——hendak menyapa Shikamaru——yang saat itu kebetulan sedang berbicara dengan Naruto. Terakhir kali Shikamaru datang ke rumahnya adalah hari minggu kemarin, dan setelah itu ia tidak melihat Shikamaru lagi.
Tapi kini, ini pertama kalinya ia berbincang dengan pria berkuncir itu, dan Shikamaru justru memberinya warta bahwa Naruto dirundung lara.
Luka tembak.
Luka yang aneh untuk seorang presdir muda.
Hinata berdiri di depan meja resepsionis. Bibirnya menyebut nama suaminya dengan wajah menyiratkan perasaan gundah. Setelah resepsionis wanita itu memberitahukan di mana Naruto di tempatkan, Hinata langsung beranjak pergi, memacu langkah hingga nyaris menabrak pasien lain yang berjalan berlawanan arah.
VVIP 5, lantai 2
Pintu lift terbuka, Hinata mengedarkan pandangan ke segala arah——mencari papan tanda mengenai keberadaan ruang VVIP 5. Berselang sepuluh detik bernapas dalam kebingungan, Shikamaru datang entah dari mana dan menepuk pundaknya.
"Ruangannya di sini." Shikamaru berujar tenang, mata hitamnya mencuri pandang pada Hinata yang berjalan di sampingnya. Gadis itu hanya memakai kaus berlengan pendek dan rok hitam selutut, padahal udara malam terasa amat menusuk kulit.
Ah,
Shikamaru termangu. Hyuga Hinata benar-benar mengkhawatirkan Naruto——hingga datang ke rumah sakit yang jaraknya 20 kilometer dari rumahnya——dengan tanpa memikirkan keadaannya sendiri.
•••
Kali terakhir Naruto mendengar suara tangis orang yang mengkhawatirkannya adalah saat ia patah tulang, saat SMA. Ibunya menangis sepanjang hari saat tangannya dipasangi gips.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacrifice [ END ]
FanficKehidupan Namikaze Naruto terbilang sempurna dimata orang-orang. Pria itu mapan, wajahnya tampan, karirnya cemerlang diusia dua puluhan. Namun, sebagaimana dunia yang memiliki siang dan malam, pria itu memiliki sisi kelam yang dipendam. Naruto menge...