8 : Priority

2K 363 63
                                    

"Tetap sembunyikan di sana. Shikamaru akan memastikan tidak seorangpun yang turun." Naruto mengapit ponselnya menggunakan telinga dan bahu, kedua tangannya sibuk mengetik di keyboard. "Nagato yang memegang kartu rekening. Katakan padanya bahwa aku mengizinkan penarikan dana."

"Baik, Pak. Bagaimana dengan markas baru?"

"Dua hari lagi selesai dibangun," ujarnya, ia menjauhkan ponselnya dari telinga saat terdengar suara bising yang keras——seperti suara ledakan.

"Maaf, Pak. Ino menjatuhkan sebuah granat."

Nagato mengujarkan sebuah permintaan maaf, lalu ponsel itu dimatikan Naruto secara sepihak beberapa detik setelahnya.

Markas baru dibangun di Yao. Bangunannya lebih besar, sudah dirancang Naruto dan dibangun berbulan-bulan lalu untuk mengantisipasi jika terjadi situasi tak terduga. Seperti kebakaran markas tempo hari. Dengan begini, peralihan markas hanya akan memakan waktu yang singkat. Hades tidak perlu menunggu berbulan-bulan untuk menempati markas baru.

Pengkhianat yang membakar markas di Hannan pun akhirnya tertangkap atas kepiawaian Yahiko dalam menganalisa situasi. Namanya Utakata, anggota yang direkrut sebulan lalu itu meniupkan api kesumat atas hasutan lawan. Saat ditangkap, Utakata memohon ampun, kembali bersumpah bahwa nyawanya akan diserahkan pada Hades sepenuhnya, asal tidak diakhiri saat ini.

Namun, Naruto tidak pernah bermurah hati. Dia sudah memerintahkan Shikamaru untuk memutilasi, maka potongan tubuh Utakata tercecer di laut Osaka. Sementara kepalanya digantung di depan markas yang hangus, sebagai pengingat bahwa pengkhianat akan berakhir dengan cacat.

"Kemarin kau tidak kembali, apa terjadi sesuatu dengan Hinata?"

Hinata lagi, Hinata lagi.

Selalu Hinata.

Naruto muak dengan Shikamaru yang selalu membawa-bawa nama istrinya disetiap perbincangan.

"Berhenti menanyakan apapun tentang Hinata." Ia menjawab, namun arah pandangnya terarah pada layar laptop.

"Kau ... cemburu padaku?"

Kening Naruto mengerut, tidak suka atas kata yang baru saja diucapkan asistennya. "Terserah saja. Di mana salinan berkas yang terbakar?"

Shikamaru menunjuk sisi kanan meja Naruto. Terdapat tumpukan berkas yang tidak terlalu tinggi. "Aku selesaikan kemarin, sendirian, karena kau tidak datang."

Naruto lupa atas janjinya untuk kembali ke Nami. Tempo hari ia hanya terlampau gelisah jika Hinata diculik, takut bila istrinya menghilang jika ia pergi dari rumah, meski ada enam orang yang menjaga rumahnya sekalipun.

"Aku menemani Hinata di rumah."

"Kau tidak pernah menemani istrimu yang lain."

"Hinata berbeda, Shikamaru."

Shikamaru menyilangkan betis kanannya ke atas lutut kiri, sebelah sudut bibirnya tertarik ke atas. "Karena kau menyukainya?"

Gerakan tangan Naruto berhenti, namun ekspresi wajahnya masih terkendali. Persoalan suka tidak pernah ia terima dalam hidupnya. Kekhawatirannya pada Hinata murni sebab ia tidak ingin membunuh perempuan baik sepertinya.

Ia menjaga Hinata semata-mata karena hal itu, karena Hinata merupakan seseorang yang baik, hanya itu saja.

Tidak lebih, tidak kurang.

Tidak ada perasaan pribadi di dalamnya.

"Kau salah mengira, aku tidak menyukainya." Jari-jemarinya kembali mengetuk papan. Ia lebih memilih fokus bekerja dibandingkan meladeni celotehan Shikamaru.

Sacrifice [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang