"Nyaris saja," ucap Sea kala mengoreksi latihan soal Biru.
Pemuda itu menerima bukunya sambil menghela napas. Nilai 7 masih tetap rendah dan Biru jelas kecewa. Apakah nilai bahasanya akan selalu buruk? Padahal teman sekelasnya bisa dengan mudah mendapat nilai bagus, lantas mengapa dirinya begitu sulit?
Menangkap ekspresi sedih Biru, Sea segera memikirkan cara untuk menghiburnya.
"Biru, kamu jangan khawatir karena nilaimu sekarang. Ini hanya latihan, besok-besok pasti jauh lebih baik," katanya mencoba meyakinkan.
"Jika nilai latihan saja jelek, bagaimana dengan ujian nanti?" Biru bertanya setengah frustrasi.
Sea tersenyum kaku mendengar pertanyaan tersebut. Dia merasa skakmat.
"Maka kamu perlu berlatih lebih banyak! Tenanglah, jangan mencemaskan hal yang belum terjadi."
"Bukan belum terjadi, tapi sudah sering terjadi!" kesal Biru.
Sea memperpendek jarak. Dia mengulurkan tangannya pada Biru.
"Apa?" Biru memandangnya heran.
"Ayo ke taman belakang! Kita istirahat sejenak," ucap Sea masih dengan tangan terulur.
Biru mengusap wajahnya. Tanpa bicara apa pun dia menerima uluran tangan Sea. Bibirnya membentuk lengkungan samar yang tak diketahui Sea.
Gaun putih Sea bergelebar saat dirinya berlari di antara rumput-rumput taman belakang. Sea tertawa lebar ketika dia bebas berlarian ke sana ke mari. Ini suasana yang berbeda.
"Kemarilah Biru!" seru Sea menyadari Biru masih berdiri dekat pintu. Pemuda itu hanya menyaksikan Sea yang kelewat senang.
"Tidak mau memakai sendal?" tanya Biru sembari berjalan ke kursi kayu.
Sea menggeleng. Dia tidak mau melewatkan sensasi saat kakinya menyentuh rumput secara langsung.
"Biru, ini hadiah yang kujanjikan padamu." Sea menyerahkan totebag yang sedari tadi berada di tangannya.
"Terima kasih," ucapnya. Tidak perlu waktu lama, Biru langsung membuka isinya. Sebuah novel bersegel dengan judul yang membuat mata Biru melotot. Buku ini adalah novel lanjutan dari novel yang Biru baca pada saat dirinya pertama kali bertemu Sea. Ini benar-benar kejutan! Suasana hatinya seketika membaik karena hal ini.
"Bacalah, aku akan bermain sendiri."
Biru menoleh, memandang Sea sedikit heran. "Apa yang akan kamu lakukan?"
Sea berpikir sebentar, dirinya tersenyum tatkala mendapat ide.
"Pinjam handphone punyamu dong!" Tangan Sea segera menodong di hadapan wajah Biru.
"Untuk apa?"
"Aku ingin mengabadikan banyak hal."
Pemuda itu mengernyit, tapi tetap memberikan handphonenya. Sea mengamati handphone Biru, lalu tersenyum. Di balik case phonenya ada foto polaroid Biru yang tengah tertawa lepas sembari mengenakan Hoodie merah muda.
"Jangan beranggapan aneh," ujar Biru sarkas. Dia tahu apa yang membuat Sea tersenyum begitu, padahal foto tersebut diberikan orang tuanya. Biru sempat berniat melepasnya, tapi tidak jadi karena itu pemberian ibunya. Biarlah orang lain menganggapnya aneh, Biru tidak peduli, dia hanya ingin melakukan apa yang ingin dia lakukan.
Sea tidak menanggapi lagi, dia sibuk berfoto-foto di tiap sudut taman yang menurutnya bagus. Biru berencana membaca novel yang diberikan Sea, tapi minat bacanya seketika turun kala pikirannya dipenuhi Sea. Bukan pikiran yang aneh-aneh, dia hanya berpikir apa maksud takdir mempertemukannya dengan Sea? Kenapa dia bisa mudah menerima kehadiran Sea yang catatannya bukan siapa-siapa? Sampai kapan Sea berada di sini? Bagaimana hubungannya dan Sea di kemudian hari? Dan, benarkah Sea berasal dari 2022? Bagaimana kalau dia hanya berbohong? Bermacam-macam pertanyaan muncul di benak Biru. Pemuda yang baru berusia 15 tahun itu mengusap wajahnya. Lelah karena lagi-lagi merenungkan keberadaan seseorang di hidupnya.
Berhentilah memikirkan hal aneh, Biru! kesalnya.
Hal yang sering Biru lakukan adalah memikirkan sesuatu yang semestinya tidak perlu dia pikirkan. Dirinya acap kali menemukan peristiwa acak yang mampu membuat otaknya bekerja. Biru tahu ini sangat melelahkan, tapi dia tidak bisa berhenti melakukannya.
"Biru!" Teriakan Sea menyadarkan Biru yang sedari tadi hanyut dalam dunianya sendiri.
"Ada apa?" tanya Biru. Sea duduk di hadapannya dengan ngos-ngosan, dia kelelahan usai bermain dan berlarian sendiri.
"Kamu yang kenapa? Daritadi melamun, aku panggil-panggil tidak menjawab. Apa ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu?"
Pertanyaan Sea lebih mengarah ke pernyataan yang benar, tapi Biru justru menggeleng; tidak mau membenarkan.
"Hanya sedang bosan membaca." Biru memberi alibi yang tidak sesuai, alias dia berbohong! Hanya saja Sea menanggapinya dengan serius.
"Kamu mau melakukan hal lain tidak? Pasti mau 'kan? Iya 'kan? Tunggu sebentar, aku ingin pulang dulu. Jangan ke mana-mana, ya!" peringat Sea sebelum lari ke dalam kamar Biru.
Di samping itu, Biru memandang Sea heran bercampur terkejut. Tidak menyangka Sea berbuat sedemikian rupa. Meski begitu Biru tak mau ambil pusing, dia membiarkan Sea melakukannya. Untuk mengalihkan pikirannya, Biru membuka ponsel dan melihat foto yang ditangkap Sea.
"Astaga anak itu." Biru mendengus melihat fotonya yang sedang melamun. Sea telah memfotonya tanpa izin.
Tangan Biru terus menggeser layar ponselnya hingga berhenti di salah satu foto Sea. Dengan latar belakang daun merambat, Sea tersenyum sembari menunjuk ke bunga matahari di sebelahnya.
"Benarkah dia anak SMA? Kurasa dia lebih cocok menjadi anak SD." Biru berkomentar dibarengi senyum kecil.
***
Sedikit cerita, awalnya aku tuh mau ngasih visual di cerita ini, tapi nggak jadi asksks takut nggak cocok juga, tapi selama nulis aku ngebayangin mereka. Nggak ada tujuan sih nulis ini, cuma biar bagian ini nggak kosong aja hehe✌
Dukungan dari kalian berupa vote dan komen sangat berarti banyak!
[060722]
![](https://img.wattpad.com/cover/305832982-288-k167219.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporer | Tamat
Fantasy。°˖ ✧ ១ 𔘓⠀࣪. ᨳ Sea kembali ke tahun 2020 untuk menemui Biru. Keduanya menghabiskan waktu bersama selama beberapa hari, sampai akhirnya Sea harus balik ke 2022 untuk selamanya. Mereka berjanji untuk bertemu lagi di tahun 2022. Akankah janji itu te...