-12

2 0 0
                                    

Permainan tanya jawab sudah selesai. Kini Biru sedang menikmati roti dan susu cokelatnya. Dia butuh energi selepas menghabiskan banyak tenaga untuk berbicara.

"Energimu gampang sekali habis," keluh Sea. Dia bosan hanya duduk dan mengamati Biru makan, atau sesekali memainkan kartu tersebut. Dia sungguh bosan!

"Biru pinjamkan aku handphonemu," pintanya.

"Untuk apa?" tanya Biru sembari menyerahkan handphonenya.

Sea memperlihatkan layar yang menampilkan logo Instagram.

"Jangan macam-macam!" tegas Biru.

"Ya, lagi pun aku hanya membuka akun Instagramku saja," timpal Sea. Dia segera mencari nama akunnya dan memencet tombol ikuti.

Seanara

Nama akun yang cukup simpel dan mudah diingat. Akun dengan seribu pengikut itu sebenarnya sedang tidak aktif, Sea sengaja log out. Dia ingin rehat dari sosial media.

"Namamu Sea Nara?" Biru tiba-tiba berpindah tempat ke sampingnya, hanya ingin memastikan kalau Sea tidak berbuat aneh-aneh terhadap handphonenya.

"Ya."

"Sea Nara dan sayonara. Pengucapannya hampir mirip," gumam Biru. Sea mendelik, baru sadar akan hal itu.

Sayonara sendiri adalah bahasa Jepang yang memiliki arti selamat tinggal. Sudah suka anime, namanya mirip-mirip bahasa jepang, memang keren kali Sea ini.

***

Mereka berdua kembali ke kamar, Biru bilang dia ingin lanjut belajar. Dengan perasaan senang Sea mengikuti Biru.

"Sebenarnya kamu ini hanya sering tertukar di bagian sini saja." Sea menunjuk bagian buku Biru yang menjelaskan tentang materi saat ini.

"Selebihnya oke kok, jadi kamu tidak perlu risau soal ini. Cukup perbaiki bagian itu saja."

Biru memang sudah sadar sejak lama tentang hal yang disampaikan Sea, tapi dia tetap tidak bisa mengatasi permasalahan ini. Bahasa Indonesia itu sulit, soalnya sering mengecoh.

"Soal yang biasa diberikan guru hanya 10, salah tiga saja nilaiku 70." Biru mengeluh.

"Dan kamu bisa mendapat nilai di atas itu!" Tangan Sea meninju udara, memberi semangat.

Tidak ada teman yang pernah mengatakan ini pada Biru, jadi tentu saja ini cukup mengejutkan. Dia tersenyum kikuk dan berterima kasih.

"Terkadang yang menjadi masalah itu bukan nilainya, tapi reaksi orang sekitar. Iya 'kan?" tanya Sea.

"Ya, aku tidak suka tatapan mereka ketika mengetahui nilaiku. Berkata bahwa aku bodoh dan aneh hanya karena nilai bahasaku kecil."

Mengingat hal itu hanya membuat Biru kesal. Dia sungguh membenci kalimat 'murid peringkat tiga besar sepertimu bagaimana bisa mendapat nilai bahasa di bawah rata-rata?' Mereka lupa bahwa Biru juga manusia biasa yang tidak bisa melakukan semuanya dengan sempurna. Sebagus apapun nilainya di mata pelajaran lain, tetap saja dia punya kelemahan. Ya, terkadang menjadi murid peringkat tiga besar juga tidak seindah yang dibayangkan.

"Biru, sungguh sulit jika kamu terus mendengar mereka. Pelajaran bahasa akan menjadi beban bagimu, jadi cobalah untuk abai terhadap mereka. Kamu tidak akan bahagia jika hidup hanya untuk memenuhi ekspektasi mereka saja," ucap Sea pelan dan spontan.

Selama menjalani hidup ini dirinya terlalu banyak penyesalan. Dia terlalu memikirkan reaksi orang lain terhadap apa yang dia lakukan. Berusaha keras menggapai sesuatu untuk memenuhi ekspektasi tinggi orang lain, yang tanpa sadar merugikan dirinya sendiri.

"Aku mengerti kamu karena aku juga pernah merasakannya."

***

Hai, apa kabar? Semoga hari kalian menyenangkan!

[110722]

Temporer | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang