0.13

690 21 0
                                    

BELVA sekarang sedang duduk di sofa yang ada di ruang kerja papa nya. Sekitar lima belas menit dirinya menunggu akhirnya Vino datang dengan santai.

"Papa lama." Ucap Belva kesal.

"Maaf, papa habis bantuin mama cuci piring." Ucapnya lalu duduk di sofa samping Belva.

"Jadi kamu mau ngomong apa?"

"Aku mau papa beliin apartemen, aku mau tinggal disana." Ujar Belva.

"Loh... Kamu kan masih punya rumah. Kenapa malah mau tinggal di apartemen? Padahal dirumah ada papa sama mama yang bisa jagain kamu." Ucap Vino dengan nada tidak setuju. Bagaimana pun Belva adalah putri nya, ia tidak mau jika Belva tidak dalam pengawasannya. Ia takut terjadi apa apa kepada anaknya

"Belva mau mandiri". Ujar Belva singkat.

"Kamu udah mandiri sayang."

"Kalo papa gak mau beliin yaudah. Biar Belva beli sendiri. Belva pamit mau ke kamar." Ucap Belva lalu pergi meninggalkan Vino sendiri.
Vino hanya bisa memijat pelipisnya pelan.

***

Belva keluar dari ruangan ayah nya dengan kaki yang ia hentak hentakan. Sedikit kesal dengan papa nya yang tidak menuruti keinginannya. Ia kira papanya ada dipihaknya. Ternya tidak.

Saat sedang berjalan penuh kekesalan, handpone yang ada di saku piamanya tiba-tiba  berdering. Keningnya berkerut melihat nomer tidak dikenal meneloponnya. Tanpa menunggu lama Belva menggeser tombol hijau.

"Halo, siapa ya?" Tanya Belva.

"Kamu tidak save nomer saya?"

Belva terkejut lalu menjauhkan handpone dari telinganya. Shit, ternyata itu Arthur.

"Eh, maaf pak. Saya lupa save nomer bapak."

"Oke, kali ini kamu saya maafkan." Sahut Arthur.

"Jadi, kenapa pak Arthur nelepon saya?"

"Kamu tidak lupa kan, kalo mulai besok kamu harus tinggal di masion saya."

Perkataan Arthur membuat Belva terkejut. Ia kira, Arthur hanya bercanda dengan ucapannya waktu itu. Dan sekarang? Belva bisa gila jika harus tinggal satu rumah dengan tunangan orang. Heh! Belva tidak mau dikira pelakor ya.

"Jadi beresin baju baju kamu, besok saya akan jemput kamu.". Tut

Sambungan telepon putus. Padahal Belva belum mengatakan iya ataupun tidak.

"Gila, masa gue tinggal sama bos sendiri? Kalo pekerjaan gue pembantu sih wajar. Lah gue kan cuma asistennya!" Gerutu Belva. Ia bingung, sangat bingung. Bagaimana jika Aira mengira dirinya adalah pelakor? TIDAK, Belva tidak mau.

Mau tidak mau Belva akan menghubungi Arthur kembali untuk menyatakan penolakan.


"Halo pak."

"Kenapa menelfon lagi? Kamu kangen sama saya?"

Eh.. apa? Kangen? Najis.

"Engga pak. Jadi saya mau nolak. Saya gak mau tinggal di masion bapak. Lebih baik saya tinggal di apartemen yang jaraknya deket sama masion bapak aja gimana?" Usul Belva.

Arthur tediam, sepertinya dia sedang memikirkan usulan dari Belva.

"Emm...setelah saya pikir pikir usulan  kamu bisa juga."

Belva yang mendengar itu tersenyum kemenangan.

"Tapi kamu tetep harus tinggal di masion saya."

Seketika senyum kemenangan Belva hilang.

"Loh tapi.."

"Kalo kamu nolak lagi kamu saya pecat."

Tut

Belva rasanya ingin mengumpat. Jika mendapatkan pekerjaan itu mudah, Belva sudah mau mengundurkan diri dihari pertama.

***


part ini dikit 🙂🙏





My AktorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang