🍁3| Pria itu Kapten-ku

297 59 12
                                    

Wendy menggeliat kasar ketika ponselnya berbunyi kuat. Tidurnya terasa masih begitu panjang untuk hari ini, setidaknya hingga waktu siang menyapa.

Sayang sekali ponsel yang masih tergeletak disampingnya itu berbunyi, dan sekarang sudah untuk kesekian kalinya.

"Halo.." angkat Wendy dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Ya! Kau masih tidur?"

Wendy bangkit dari tidurnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur. Lalu kembali memfokuskan diri pada panggilan telponnya. Terlihat nama Seulgi berada pada layar ponsel yang ia genggam.

"Kenapa nelpon pagi begini sih?" Balas Wendy pelan, diselingi dengan beberapa kali menguap.

"Bangun woi putri tidur! Udah jam berapa ini?"

"Baru jam sembilan.." balas Wendy lagi. "Aku gak bisa tidur tadi malam, seharusnya kau tidak mengganggu ku."

"Temani aku belanja sebentar, aku jemput 1 jam lagi."

"Tubuhku tidak fi-

Belum sempat Wendy membalas ucapan seulgi dari seberang sana, sambungan ponsel sudah diputus oleh satu pihak. Wendy yang baru bangun tidur hanya bisa menghela nafas dalam terhadap kelakuan temannya itu.

Mau bagaimana lagi? Itu Seulgi, gadis yang selalu merencanakan suatu hal secara mendadak dan tidak ada kata penolakan.

Wendy hanya bisa mengiyakan dan lantas beranjak dari tempat tidurnya. Mencuci wajah, mandi, lalu bersiap-siap.

Benar 1 jam,
Dari luar, terdengar suara mobil berhenti tepat pada gerbang masuk rumah wendy. Sudah bisa dipastikan itu Seulgi yang datang untuk menjemput gadis yang kini sudah menuruni tangga lantai dua. Wendy membuka pintu masuk rumahnya dan keluar bersama tas kecil yang ia pakai.

"Dasar putri tidur." Ledek seulgi sembari berkacak pinggang. Lalu hanya dibalas lirikan mata dari Wendy.

"Eh Wendy, tunggu!"

Seulgi menarik pelan lengan Wendy yang berhasil membuat gadis didepannya memutar tubuh sepenuhnya pada seulgi. Wendy terlihat kaget dan keheranan setelah mendapatkan tatapan intens dari temannya itu.

"Ada apa?"

"Matamu sembab."

Wendy membuang tatapannya tepat setelah kata itu keluar. Keteledorannya yang tidak memperhatikan matanya berakhir dengan kalimat yang keluar dari mulut seulgi. Okey, setelah ini apa yang akan dia dengar?

"Wen, jangan bilang kau menangis gara-gara Chanyeol lagi!"

Benar saja, kalimat selanjutnya yang sudah berhasil ditebak Wendy.

"Jangan pikirkan, aku baik-baik saja." Tutur Wendy pelan dan melepaskan genggaman tangan temannya itu.

Terlalu awal untuknya jika membahas itu lagi. Terlebih sekarang tubuhnya kurang sehat, tidak ada semangat untuk mendengarkan sebuah ceramah pagi.

"Wendy..."

"Apa kita tidak jadi pergi?" Tanya Wendy akhirnya mengalihkan pembicaraan. Membuat seulgi kembali pada tujuan utamanya dan pergi menaiki mobil pribadinya itu.

Setelah hubungannya dengan Park Chanyeol berjalan selama dua tahun ini, muncul beberapa hal yang membuat Wendy seketika goyah dalam mempertahankan hubungannya. Banyaknya pertanyaan, pikiran, dugaan, dan penilaian seseorang terhadap statusnya membuat Wendy beberapa kali bimbang.

Padahal kata-kata yang muncul untuknya terlalu simple dan gak penting. Tapi entah mengapa itu malah menjadi beban pikiran untuknya pribadi.

Kata seperti
Apakah kau sanggup menjalankannya?
Kenapa pacarmu tidak datang di hari ulang tahunmu?
Kok sendirian?
Kamu yakin kalau dia bertugas?

HANYA SEPENGGAL KATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang