4| Kost Hunting!

689 39 0
                                    

Aku sudah berkeliling di kota tempat dimana nantinya aku tinggal entah sampai kapan kedepannya, ternyata mencari kost-kostan sesuai standar papa itu lumayan melelahkan.

"Kalau kost-kostannya perempuan semua, papa takut kamu malah jadi suka ngerumpi dibanding kerja." Papa berbicara sambil menatap jalanan macet didepan. Ini sudah 4 jam sejak aku berangkat dari rumah, dan mencari kost-kostan.

"Kalau ada laki-lakinya, juga bahaya, tapi itu jauh lebih aman, tapi papa harus pastiin kalau semua laki-laki di kostan itu baik." Papa bicara lagi, sejujurnya aku tidak masalah, mau kost-kostannya seperti apa, tapi aku tidak ingin papa tiba-tiba membatalkan persetujuannya.

Aku menyenderkan kepala di kaca mobil, matahari sedang terik-teriknya. aku kelaparan.

Dering telpon membuat mataku yang berusaha menahan kantuk langsung melek.

"Mas Boim..." Gumamku, papa sudah menancap gas lagi.

"Halo, Sa? Lo dimana? lo mau dateng hari ini atau besok?" Mas Boim sudah mengingatkan aku agar sedikit cari muka, dan menunjukkan keantusiasan ku bekerja di kantor itu.

"Mass, aduh, gimana ya, gue maunya kesana sekarang, tapi, urusan kost-kostan aja belom kelar" Aku meringis.

"Nanti pasti dapet yang bagus, Sa" Papa menyela.

"Lo mau satu kost sama anak-anak kantor?"

***

Aku berusaha menurunkan koper hitam besarku dari bagasi. setelah percakapan dengan Mas Boim tadi, akhirnya aku berakhir di sebuah kost-kostan berlantai dua yang letaknya ternyata dekat dengan lokasi kantor.

Itu adalah kost-kostan yang sebagian besar penghuninya adalah anak-anak kantor di tempatku bekerja nanti. Papa langsung mengiyakan saat aku mengatakan kedua hal itu.

"Halo, saya Boim om." Mas Boim sudah menunggu ku datang, ia berdiri diluar, lalu langsung bersalaman dengan papa begitu sampai.

"Saya minta tolong jaga baik-baik Ansa, dia anak gadis om satu-satunya." Papa masuk kedalam kost-kostan, meninggalkan aku yang rempong dengan barang bawaan.

Untung ada bapak satpam yang super baik hati, membantu ku membawa semua tetek bengek ini hingga kedepan kamar, papa sedang bernegoisasi dengan ibu kost, ditemani Mas Boim.

Aku medapat kamar tepat dikamar no 1. Penghuni sebelumnya baru saja keluar 2 hari yang lalu. kata si pak satpam, ketika aku berbasa-basi dengannya.

Tentu saja ini yang paling murah, selain karena tidak ada pemandangan khusus, kamar ku juga langsung menghadap dapur, yang pasti akan selalu berisik.

"Kamu mau dibantuin beres-beres Sa?" Papa memperhatikan aku dari pintu masuk.

Kamar ini sudah dilengkapi kasur dan lemari, jadi yang perlu aku lakukan cuma memindahkan semua barang dikoper, ke tempat seharusnya.

Aku menggeleng, sial, aku tiba-tiba merasa sedih harus berpisah dengan Papa, untuk pertama kalinya.

"Papa pamit." Aku memeluk Papa, menahan tangisku, gengsi amat aku menangis di depannya.

"Sering-sering telpon Ansa ya pa, jangan kangen loh, hehe."

"Rumah jadi tenang setelah berpuluh-puluh tahun, iya kan." Aku mencubit perut buncit Papa, kesal. Berpuluh-puluh tahun katanya?

"Oh inget juga!, di depan ada bubur ayam, utamakan sarapan, Papa nggak mau ya denger kabar asam lambung naik lah, maag lah, kamu udah gede buat tau gimana cara jaga diri sendiri." Papa mentoyor pelan kepala ku.

yang tidak aku sangka, ia tiba-tiba mencium keningku untuk pertama kalinya, ahh, gagal aktingku, aku menangis juga akhirnya.

"Kamu yang semangat, jangan loyo kayak kanebo basah." Lawakan papa tidak pernah lucu, tapi aku menyukai semua kata-kata anehnya.

UNTOUCHABLE EX !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang