27| The Truth.

371 27 0
                                    

Aku menatap wanita itu dengan nanar, Diaz memegangi kedua tubuhku yang nyaris terjatuh karena kaget. Wanita itu mengelus perutnya dengan sabar, melihat Diaz menengahi jarak antara aku dan wanita itu. 

Apa tadi katanya? aku gangguin suaminya? memangnya mukaku ini ada tampang pelakornya? sulit membayangkan aku yang punya tabiat susah move on ini dituduh sebagai pelakor. 

"Mba jangan sembarangan ya! saya ini nggak ada gangguin siapa-siapa, apalagi suami mbak!" kalau saja ia tidak sedang mengandung, sudah ku terjang tubuhku ke arahnya dan ku balas tamparannya—yang aku yakin membuat pipiku merah sebelah saat ini. 

"Dimas Artyas itu suami gue! cincin yang lo pakai itu, cincin tunangan kami!" Diaz masih berusaha menangkan wanita itu, aku ingin mengelak lagi, tapi ia menyebutkan nama lengkap Dimas, yang artinya aku tidak bisa memberikan pembelaan dengan mengatakan banyak orang bernama Dimas didunia ini. 

"Mbak, kita bicarakan ini baik-baik aja ya, ayo duduk." Diaz mencoba membujuknya, namun wanita itu tetap menatapku dengan sorot mata yang jujur saja benar-benar menyeramkan dan seakan-akan bisa menelanku kapan saja. 

"Halah! Cewek murahan kayak dia ini gak pantes buat diajak ngomong baik-baik. Minggir lo.!" Kali ini wanita gila ini berhasil menjambak rambut panjangku, ia menarikku hingga aku menjerit bak kesetanan. Aku bukanya tak mau melawan, sekali lagi, ia sedang hamil. 

"Ajeng udah jeng!" Dzaki menarik wanita itu dari hadapanku, aku sadari air matanya memenuhi kedua pipinya yang memerah. 

"Lo kenapa belain dia sih Ki? lo tau kan dia ini pelakor!" 

"Bukan gitu jeng, ini tempat umum, lo mempermalukan diri lo sendiri dan anak lo juga." Wanita yang dipanggil Ajeng oleh Dzaki itu akhirnya mau mengatur nafas dan duduk karena kelelahan. 

"Gue gak tau apa-apa, kenapa gue dikatain pelakor?" Aku mendelik dengan marah kepada wanita itu, aku tidak pernah membayangkan seumur hidupku akan ada kejadian memalukan semacam ini yang terjadi padaku. Apalagi sampai adegan jambak-jambakan begini. 

"Dia ini Ajeng, Istri Dimas, yang lo bilang tunangan lo itu." 

"Jangan nyebut dia seakan-akan dia beneran tunangan lakik gua." Ajeng menyergah ucapan Dzaki. 

"Kalian bercanda kan?" Oke. aku tidak tahu apakah ucapanku ini benar untuk situasi saat ini, tapi aku harap mereka memang sedang mengerjaiku, semoga salah satu dari mereka merencanakan ini—ku harap orang itu Agus, karena cuma dia yang tahu aku berulang tahun hari ini. 

"Lo masih bilang ini bercanda? segitu cintanya lo sama suami gue?" Ajeng hendak menghardik ke arahku lagi, namun ditahan oleh Mas Boim. 

"Gue bukanya mau bohongin lo Sa, tapi gue pikir lo gak akan sebodoh ini buat balik lagi sama orang yang bertahun-tahun ninggalin lo gitu aja." Jawaban Mas Boim menusuk tepat hingga rasa sakitnya terasa di ubun-ubun. 

Ajeng mengangkat tangan kanannya dan menunjuk sebuah cincin emas yang melingkar di jari manisnya. "Gue nikah sama dia 2 tahun lalu, dan anak dikandungan ini adalah anak kami yang kedua." Ajeng merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah buku kecil. "Gue mau bikin pelakor kayak lo lebih malu lagi, ini buku nikah gue sama Dimas." dengan penuh amarah Ajeng melepar kedua buku suci itu tepat mengenai dadaku. Aku memungutnya tanpa ragu, dan membuka isinya. 

Yang ku dapati memang wajah Dimas dan Ajeng disana, terlihat bahagia, dan serasi..

 Aku merasa dilucuti dari dress putih yang kemarin Dimas belikan untukku sebelum mengantarku pulang. Bahkan ku rasa, uang untuk membeli pakaian mahal ini seharusnya ia gunakan untuk mengurus keperluan anaknya. 

Tanpa pikir panjang aku menerjang ke arah Ajeng dan memeluknya erat. Aku sadar aku yang salah dan bodoh, dan aku tidak akan mengelak untuk mengakuinya. 

UNTOUCHABLE EX !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang