12| Hari Libur.

425 29 0
                                    

Aku sedang mengenakan kaos kaki saat tiba-tiba Pak Rusli si penjaga kost muncul membawa map merah. Aku berencana jogging pagi ini. semalam paket dari Dean datang, berisi beberapa alat perlindungan diri. Papa nyaris menyusulku saat aku menceritakan kejadian dengan preman beberapa hari lalu. Jadi aku rasa, akan aman-aman saja berkeliaran pagi ini.

"Neng Kansa?" Sapa Pak Rusli dengan wajah super ramah, matanya nyaris menghilang saat tersenyum padaku.

"Pagi Pak Rus." Balasku, aku fokus mengikat tali sepatu kuat-kuat. 

"Ehmm, anu neng, saya boleh minta tolong?" Aku berdiri, berhadapan dengannya.

"Boleh aja pak, tapi minta tolong apa dulu nih?" Aku menerima map merah yang disodori pak Rusli.

"Ini surat laporan yang dibikin Ibu kost yang harus diserahkan ke keamanan lingkungan, biar preman-preman pengangguran gak tau malu itu diusir." Aku mengangguk paham, cukup senang mendengar Ibu Kost sangat memperhatiakan keamanan anak-anak kostnya. 

"Jadi surat ini diserahkan kemana pak?" 

"Rumah Pak RT aja neng, rumahnya ada di depan sana, dekat halte." Aku mengangguk paham. 

"Oke pak."

"Maaf ya neng ngerepotin, saya gak sempat karena sebentar lagi tukang service pipa bakalan dateng." 

"Santai aja pak, kalo gitu saya berang-" 

"Lo mau kemana?" Aku mendengar pintu utama kost terbuka, sosok Diaz muncul dengan mata sayu menatapku. Ia mengenakan baju hitam polos dan celana trening panjang, beberapa helai rambutnya menyembul sana sini, pasti ia baru bangun tidur. Tapi apa harus dia pakai masker meskipun keadaan kost sedang sepi-sepinya. Aku sudah menyerah mengungkap seperti apa wajahnya.

Selama aku ngekost disini, anak-anak kost- yang khususnya bekerja sekantor denganku, tidak pernah bangun sepagi ini. Meskipun jam 7 pagi itu normal-normal saja, tapi karena hari kemarin mereka habiskan untuk malam mingguan dan nongkrong di rooftop sambil main musik keras-keras, jadilah mereka tepar di hari minggu begini. 

"Mau ke rumah pak RT." Jawabku singkat, toh aku yakin dia hanya sekedar basa basi. 

"Gue ikut." Ia masuk lagi  ke dalam kost sebelum akhirnya muncul dengan sepatu olahraga. Pak Rusli menatapku dengan wajah berseri-seri.

"Mas Diaz itu  yang paling ganteng loh mbak di kostan ini." Aku menatap Pak Rusli dengan tatapan heran, bahkan seorang bapak-bapak seperti Pak Rusli memujinya tampan?

"Saya belum pernah liat wajah aslinya pak." 

"Oh, saya pernah fotoan sama dia mbak, sebentar ya." Hatiku entah kenapa langsung girang, tidak ku sangka kesempatan datang dengan cuma-cuma. Aku tidak akan mati penasaran hanya karna aku tidak tau wajah bos ku sendiri. 

"Ini neng." Dengan semangat aku melihat foto Diaz di ponsel milik Pak Rusli. Aku batal merasa senang, melihat wajah selfi mereka berdua ngeblur. 

"Pak ini ngeblur." kataku memasang wajah tanpa ekspresi. Pak Rusli cuma nyengir sambil menggaruk tengkuknya yang aku tidak tahu apakah tengkuknya benar-benar gatal.

"Hehe, namanya juga hp jadul mba, masih syukur ada kameranya." Aku memukul dahi dengan map merah yang sejak tadi ada ditanganku.

"Kita sepedaan aja, lo bisa kan?" Diaz menutup pintu kost sebelum berjalan ke arah garasi, mengeluarkan dua buah sepeda yang berukuran berbeda. 

"Mas Diaz, Neng Kansa katanya pengen liat muka asli mas Diaz loh." Sial kenapa jadi pak Rusli yang speak up masalah ke kepoanku. 

Diaz hanya menatapku, sambil menyerahkan satu sepeda yang berukuran lebih kecil kepadaku. 

UNTOUCHABLE EX !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang