10 | Kejebak!

506 32 0
                                    

Aku reflek mendekati tubuh Diaz saat keadaan gelap total, hanya ada sedikit cahaya yang menembus ke dalam lift dari celah kecil saat lift akan terbuka. aku tidak bermaksud modus, hanya saja aku benar-benar takut dengan ruangan gelap, di tambah lagi ini di dalam lift.

"Kenapa liftnya mati?" Aku buru-buru melepaskan tangan Diaz saat ia mengangkat ponsel dengan flash yang menyala. Aku mencoba memencet tombol buka berkali-kali. 

"Mungkin kerjaan satpam baru, di peraturan tertulis kantor nomer 17, Lift dimatikan diatas jam 11 malam."  Ini memang sudah larut.

"Terus kita harus gimana?" Aku panik, ikut mengambil ponsel yang aku taruh di dalam tas kerja. 

Tapi Diaz menahanku, tangannya yang cukup besar menggenggam tangan mungilku yang gemetar. 

"Jangan panik, biar gue telpon yang lain." Diaz menscroll beberapa nomer telepon di kontaknya, lalu memencet panggilan yang ditujukan ke nomer Mas Boim. 

"Gue sama Kansa kejebak di lift." hening.

"Masalahnya liftnya emang sengaja dimatiin." Hening lagi

"Oke thanks." Diaz menutup teleponnya lalu menghela nafas pelan, menatapku, kemudian menyadari tangannya masih menggenggam erat tanganku. 

"Sorry." Aku cuma mengangguk. selama beberapa saat kami tidak ngobrol, aku gugup. 

"Mas Boim lagi hubungin satpam, kalau lo nanya kenapa bukan gue yang nelpon, gue gak tau nomer telponnya." Diaz mencoba berbasa basi denganku, mungkin ia sendiri tidak suka suasana canggung semacam ini. 

Tiba-tiba aku memiliki niat jahil, aku ingat rencanaku mengungkap seperti apa wajah dibalik masker hitam yang hampir tiap hari dipakai Diaz. 

"Lo mau permen? jam segini pasti laper." Aku menyodorinya permen penyegar mulut yang selalu aku bawa setiap hari dikantong kemeja. 

"Nggak usah, buat lo aja, lagian makan permen emg bisa bikin kenyang?." Aku memasang wajah kecewa yang dibuat-buat. Akhirnya dia mengambil satu. aku menunggunya membuka masker dan memasukkan permen itu ke dalam mulut. tapi ternyata permen rasa jeruk itu malah masuk lagi ke kantong jaketnya. Aku memaki dalam hati.

"Muka lo sejelek apa sih?" Aku bingung sendiri kenapa aku mengatakan hal itu di depannya, jangan sampai ia tersinggung karena kata-kataku. tapi aku rasa kami sudah cukup dekat selama dua minggu ini, apa aku terlalu berlebihan ? Tapi dia tidak menunjukkan ekspresi apapun dibalik masker terkutuk itu. 

Ia cuma mengangkat alisnya yang tebal itu, aku tergagap .

"Maksud gue, selama dua minggu ini lo gak pernah buka masker di depan gue." Aku berharap dia paham dengan penjelasanku.

"Loh ? salahnya dimana? gue kan cuma mematuhi protokol, udah gue bilang kan, gue ini gampang sakit." Diaz memalingkan wajahnya lagi, matanya yang kecoklatan itu terlihat bersinar karena pantulan cahaya senter yang sengaja diarahkan kewajahnya sendiri. 

"Tapi gue kerja sama lo udah hampir 2 minggu, masak gue gak tau muka bos gue sendiri sih." Aku menyenderkan badan di sisi lain lift, sejenak aku lupa kalau kami sedang terjebak disini. 

"Buktinya lo gak pernah kan gak ngenalin gue?" dia ikut menyenderkan punggung, ia mendongak entah untuk tujuan apa. Tapi pandanganku langsung tertuju pada jakunnya yang menonjol. Apa iya Sita secemburu itu karena ia tau tampang Diaz ini sebenarnya super ganteng? Aku jadi makin penasaran, melihat jakunnya yang indah begitu. Arghh aku tidak boleh memikirkan hal semacam itu, setan pasti sedang berbisik di kuping kanan dan kiriku saat ini. 

"Yaudah minta username instagram lo." Aku menyodorkan ponselku padanya, meskipun selama ini tidak pernah menggunakan instagram atau aplikasi sosmed lainnya. tapi aku bisa buat besok. Demi misi membuka topeng Diaz.

UNTOUCHABLE EX !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang