23 | Pulang bareng

369 26 0
                                    

Aku tau, aku bakalan kedengeran konyol banget. Tapi, untuk saat ini aku berharap Diaz tiba-tiba muncul dan benar-benar mengajakku pulang bareng, seperti apa yang ia bilang kemarin. 

tanganku tertahan diatas ikon aplikasi ojek online. Jujur saja, kejadian kemarin membuatku sedikit trauma, aku tau sih gak mungkin aku sial berkali-kali dan nasib membuat aku ketemu sama ojol yang kelakuannya  minus dan kurang ajar lagi. Apalagi aku sudah langgangan memakai ojek online selama bertahun-tahun. 

Tapi karena proses syutingnya memakan waktu, jadilah kami semua pulang terlambat. Aku ingin menumpang pada Agus, tapi anak itu harus lembur. Sementara Mba Runi pulang duluan karena merasa gak enak badan - aku jadi ingat muka parno Agus sambil mengusir Mba Runi yang di sangka udah kejangkit virus. 

"Mbak?" dengan gerakan gesit aku menghindar saat sebuah tangan nemplok dengan nyaman dipundakku. Sial, malu-maluin. 

"Eh maaf, saya gak maksud kurang ajar." Begitu aku mendapati muka Dimas, aku buru-buru memasang raut senormal mungkin. 

"Gapapa, saya kira ada yang mau jahil." Aku melunak, entah kenapa aku malah menunjukkan sifat caper dengan mengelus lukaku yang dibalut perban. 

"Mbak gak pulang? ini udah larut loh." 

"Bentar lagi kok, ini mau pesan ojol." 

"Bahaya mbak, jam segini gak aman naik ojol, mending pulang bareng saya aja, gimana?"

Dimas? mengajakku pulang bareng? bukankah ini kesempatan emas. Aku menimbang sesaat, sebenarnya aku ingin langsung mengangguk kuat-kuat dan mengiyakan ajakannya. Tapi, aku takut Dimas akan curiga, atau tiba-tiba ilfeel pada pacarnya sendiri. Oke aku kedengeran pede banget mengakui dia pacarku. 

"Emang, rumah kamu dimana?" 

"Saya tinggal diapartement, ga jauh kok dari alun-alun." 

"tapi,apa nggak ngerepotin?" 

Sebelum Dimas sempat menjawab, Diaz muncul dengan dua helm di tangannya. Aku yakin, yang satu itu milik Agus. 

"Ayo balik." Ajak Diaz, ingin rasanya aku mengusir laki-laki ini dari hadapanku. Ia akan merusak rencana pulang barengku dengan Dimas. 

"Mas, pacar mbaknya?" Diaz menatapku sekilas, lalu dengan suara datar menjawab pertanyaan Dimas. 

"Nggak." 

"Kalau gitu aman kan kalau dia pulang bareng saya? kasihan, udah malem, tangannya lagi terluka." Aku bermaksud memberi kode pada Diaz dengan mengibaskan tanganku dengan gerakan kecil. Tapi dia malah acuh aja. 

"Lo bawa helm lain?" Diaz hendak menyodorkan satu helmnya pada Dimas, tapi tangan Dimas merogoh sebuah kunci mobil dari sakunya dan menunjukkan kunci berisi gantungan astronot itu kepada Diaz. 

Diaz tidak bereaksi, tapi ia mengalihkan tatapannya padaku. 

"Lo hati-hati." Ia berbalik dan berjalan menuju kantor lagi, aku pikir ia akan pulang juga. Apa dia sengaja menyempatkan waktu hanya untuk mengantarku pulang? rasanya tidak mungkin Diaz berlebihan begitu padaku. 

Aku mengekor dibelakang Dimas yang sekarang sedang menuju ke arah basement. Dengan perasaan meluap-luap aku memandangi tengkuk laki-laki yang begitu ku rindukan ini. 

Ia Bahkan membukakan pintu untukku, ia masih sama seperti Dimas yang aku kenal. Sopan dan punya manner yang selalu membuatku terkesan. 

"thanks." Ucapku, berusaha untuk tidak terdengar kegirangan. 

Dimas hanya bergedik sekilas, lalu menutup pintu mobil dengan pelan. Aku tak bisa menahan senyum melihatnya berlari kecil memutari mobil, lalu membanting tubuh dibalik kemudi. 

UNTOUCHABLE EX !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang