bagian 15 🦊

84 14 0
                                    

Happy reading 🌹



Di taman, Ghea seorang diri tengah duduk di pinggir sungai. Membiarkan dirinya tenang setelah mendengar perkataan kakak lelakinya, jujur saja gadis itu sangat bahagia bahwa ia bisa kembali pada keluarga kecilnya. Namun satu hal yang membuat gadis itu sedih adalah ia harus meninggalkan semua yang berkaitan dengan bumi.

"Hahh kenapa ga dari dulu aja? Kalo gini susah buat ninggalin mereka. Alasan apa yang harus aku buat supaya bisa ninggalin mereka? Keluarga udah jemput? Ketemu sama keluarga kandung? Ga tau diri banget kalo main pergi aja, padahal mereka yang ngurus Aeri dari awal."

"Ya Tuhan, kenapa harus kayak gini? Aeri butuh dua duanya. Butuh mereka semua, Aeri egois."

"Aeri juga mau Jay kembali... Kapan dia pulang?"

Rintik hujan yang jatuh membuat lamunan gadis itu buyar, ia melihat sekelilingnya. Basah, ia membiarkan dirinya di basahi air hujan. Seakan-akan langit tahu apa yang gadis itu rasakan.

Menangis di tengah hujan adalah hal yang menyenangkan sekaligus membuat tersiksa akibat kedinginan.

Gadis yang menelungkup kan badannya itu terkejut kala hujan berhenti membasahinya, jaket yang melekat di tubuhnya. Wangi harum itu seakan tak asing, harum yang membuatnya tenang.

"Maaf ya buat kamu nunggu lama." Lelaki di samping gadis itu berkata sambil memandang sungai di depan mereka.

Lelaki jangkung yang memegang payung agar gadisnya tak kebasahan.

"Jay?" Dengan perlahan Ghea mundur, ia tak percaya dengan semua yang ia lihat. Mana mungkin pria itu ada di sini.

"Why? Kenapa kamu ngejauh? Maaf buat kamu terkejut, aku cuma mau memperbaiki semuanya..." Lelaki itu mengelus rambut panjang Ghea, memberikan kenyamanan untuk gadisnya.

"Jahat, lo jahat." Tak dapat tertahan tetesan air yang keluar dari mata gadis itu lolos begitu saja, terisak mengingat bagaimana hilangnya Jay dari pandangannya.

"Udah ya jangan nangis lagi, disini udah ada aku."

Ghea mengangguk dalam dekapan hangat lelakinya, membiarkan dirinya larut dalam kesedihan yang bercampur dengan bahagia.

"Hey ayo bangun! Astaga dimana keluarga gadis ini?! Apa dia sudah gila tertidur di pinggir sungai sedangkan ini sedang hujan." Pria berjas hitam itu berdiri di sebelah Ghea, memayungi gadis itu agar tak semakin kebasahan.

"Jay.. tolong jangan pergi lagi..."

"Bocah gila" lelaki itu menggelengkan kepalanya.

"HEY BANGUNN!!"

"ASTAGA!" Ghea terbangun dari tidurnya dan menangis sekeras-kerasnya.

"YAK JANGAN MENANGIS! APA KAU INGIN AKU DIKIRA MENCULIKMU?!"

Gadis di depan nya itu semakin menjadi-jadi, entah harus apa agar ia bisa berhenti menangis.

"Huhh oke, gadis manis tolong berhenti menangis nanti akan ku belikan permen."

"Kau pikir aku anak kecil?!" Sambil terisak gadis itu marah, ia semakin kesal dengan keadaan nya.

Semua itu hanya mimpi, ia pikir Jay benar-benar kembali.

"Baiklah, tolong berhenti menangis. Tenangkan dirimu, beri tahu alamat rumahmu agar aku antarkan kau pulang. Hujan masih sangat deras, bagaimana jika orang tua mu cemas?"

Dengan nada bicara yang lembut berharap gadis itu mau di bantu olehnya.

"Antarkan aku ke perempatan itu, aku tak mau pulang."

"Kau sudah gila ya? Ini sudah gelap b*d*h"

"JANGAN MENGATA-NGATAI KU!"

"Maaf..."

"Ya sudah cepat masuk kedalam mobilku, jika kau mau masih mau pulang. Jalan ini sangat sepi, beruntung kau bertemu dengan ku."

Tanpa sepatah kata pun Ghea masuk ke dalam mobil lelaki yang baru ia kenal, entahlah tapi dari tubuh dan gaya berpakaiannya ia terlihat masih muda.

"Tidurlah, aku akan menyetir dengan baik."

"Gimana kalo ternyata kamu itu penculik?"

"Hal bodoh yang ku lakukan saat ini adalah membantu gadis gila seperti mu."

"Hey paman aku masih bisa mendenganya."

"Oh ya aku belum memperkenalkan diriku, aku Ghea. Siapa namamu?"

"Panggil aja Juan, jangan panggil paman!"

"Loh, kan kamu udah tua."

"Memang kamu lahir tahun berapa hm?"

"eum lahir tahun berapa yaa." Ghea berusaha menggoda lelaki itu.

"Ck, kita udah nyampe di perempatan. Tunjuk arahnya supaya ga usah cape jalan."

Gadis di sebelahnya menunjukkan arah kemana ia akan pulang, membiarkan dirinya hanya di mobil orang asing yang baik hati itu.

Sejenak Ghea berfikir untuk menanyakan umur pria di sebelahnya itu.

"Paman, umur paman berapa tahun?"

"Sudah ku bilang jangan panggil paman!"

"Ya udah deh, umurnya berapa tahun pak?"

"Hah... Umur saya dua puluh lima tahun. Puas kamu?"

"Waduh pedo..."

"Umurmu berapa? Masih SMA ya?"

"Pak, saya sudah lulus sekolah loh."

"Berapa?"

"Aku sembilan belas tahun."

Juan mengangguk dan berhenti, keluar dari mobil dan membuka pintu Ghea.

"Keluar, udah nyampe kan?"

"Serem banget bapak nya... Ya udah makasih banyak ya pak lain kali jangan ketemu! Dahhh Ghea masuk dulu. Permisi."

Gadis itu masih tau sopan santun, walaupun menyebalkan tapi ia juga harus menghormati yang lebih tua.

Juan menggelengkan kepalanya, heran anak muda sekarang makan apa saja sampai semua begitu.

"Semoga ga ketemu bocah kayak tadi lagi."










tbc

𝚝𝚑𝚎 𝚕𝚒𝚝𝚝𝚕𝚎 𝚏𝚘𝚡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang