part 13 : "apa boleh aku jatuh cinta?"

113 27 3
                                        

𓂃 selamat membaca 𓂃

Mika

"Lo itu cantik."

Seketika aku langsung buang muka dan memutuskan kontak mata dengan Arki. Tiba-tiba saja dia bilang kalau aku cantik. Namun, kata-kata itu rupanya belum sepenuhnya utuh, karena cowok tengil itu masih melanjutkan kata-katanya.

"Cantik kalau dilihat dari jauuuuuhhh banget. Dari sana tuh." Arki menunjuk seberang danau yang menjadi objek pandang kami sejak tadi. "Dari situ baru deh lo kelihatan cantik."

Mulutnya itu nggak pernah tahan barang sebentar saja nggak membuatku kesal. Siapa memang yang nggak senang kalau dipuji cantik? Nggak ada deh. Semua cewek juga suka kalau dipuji cantik. Baru saja aku merasa terbang, sudah dijatuhkan lagi olehnya.

Aku memasang wajah cemberut sambil menatapnya sebal. Namun, cowok itu malah tergelak melihat ekspresi wajahku. Ketawanya begitu puas sampai ia harus menyeka air mata yang sedikit menitik.

"Nah, sekarang lo jelek. Lo kalau cemberut gitu jelek banget," ucapnya, masih ada tawa sedikit.

"Emangnya kamu nggak jelek?!" Aku membalasnya. Nggak tahan dengan rasa kesalku karena melihatnya gembira sudah menjelek-jelekanku.

"Gue mah ganteng." Arki menyugar rambut comma hair-nya dengan belagak cowok paling ganteng sedunia. "Mana ada cewek yang nggak suka sama visualilasi gue? Lo juga suka sampai ngegambar muka gue."

Arki mengingatkanku pada satu hal yang memalukan. Malu sekali rasanya kepergok menggambar muka Arki yang sialnya memang ganteng. Bahkan pensilku pun mendukung, sehingga gambarnya begitu sempurna untuk membentuk wajah Arki.

Aku lekas merebut buku gambarku yang sejak tadi ia pegang. Wajahku nggak ada ramah-ramahnya. Bukan marah, tapi aku hanya menyembunyikan perasaan maluku saja sekaligus salah tingkah.

"Galak amat. Sama crush sendiri tuh jangan galak-galak," ujarnya.

Aku sadar telah merebut buku gambar itu dengan kasar. Tapi mau bagaimana lagi? Tangan Arki sendiri yang menahannya, hingga aku nggak bisa berlaku lembut terhadapnya.

"Apaan sih? Siapa juga yang crush-in kamu?" ketusku.

Arki terkekeh dan terus melihatku. Ia kelihatannya senang membuat wajahku merah karena menahan malu. "Muka lo merah banget tuh!"

"Udah deh! Bisa diem nggak sih?" bentakku, tapi nggak benar-benar membentaknya, karena aku langsung menutupi sebagian wajahku.

Bukannya menyerah, Arki malah makin tergelak, lebih keras daripada sebelumnya. Ingin sekali aku memukul wajahnya, tapi rasanya amat menyayangkan kalau wajah ganteng itu bonyok. Akhirnya aku hanya melihatnya dengan perasaan dongkol.

Di sisi lain hatiku, aku merasa cukup senang melihat dia ketawa. Suara ketawanya itu enak untuk didengar dan menular, jika saja aku nggak kesal mungkin aku pun ikut ketawa.

Arki berusaha menghentikan tawanya sambil memegang perut. Kemudian ia berdeham ketika sadar aku terus memperhatikannya. "Kenapa?" tanyanya.

"Puas ketawanya?" sengorku. 

Sejak dulu aku nggak pernah membayangkan akan berkata dengan nada demikian kepada Arki, tapi ketika sudah berada di dekatnya, aku merasa aman-aman saja untuk mengatakan apapun atau bagaimanapun.

"Makasih." Tiba-tiba Arki berkata demikian dengan wajah serius dan menatapku lembut.

"Buat apa?" tanyaku bingung.

"Karena bikin gue ketawa."

"Kamu harusnya minta maaf, bukan bilang makasih. Kamu udah ngetawain aku sebanyak itu loh."

Makna "Kita dan Luka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang