Memangnya kita bisa memilih takdir?
---- Dream Catcher ----
Dua kelopak indah itu bergerak. Netra yang menyerupai rubah itu, merasakan radiasi cahaya yang mencoba menyelinap masuk. Ia membuka matanya perlahan, disambut oleh langit-langit asing berwarna putih.
Aroma kimia khas rumah sakit menghampiri hidung bangirnya. Perlahan, otaknya mengolah keadaan. Sinar mentari pagi membantunya menyadari, bahwa ia sedang dirawat.
Perasaannya sedikit tidak enak, tubuhnya berat, tenggorokannya kering. Ia kemudian mempertanyakan, sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri?
Menoleh ke sisi kiri, sorot matanya mengikuti selang infus yang menutrisinya. Pantas ia merasa tidak begitu lapar.
Bosan menatap cairan yang mengalir tersebut, ia mengganti pemandangannya ke arah lain. Jeongin menatap sosok Beomgyu yang tengah duduk di sofa rumah sakit, sambil membaca buku dengan tenang.
Insting Pemuda Choi itu langsung berjalan. Tengkorak yang semula tertunduk itu, kini terangkat, membuat dua pasang manik legam saling bertemu.
"Sudah bangun?" Nada bicara dan raut wajah ceria itu, amat sangat mendefinisikan Choi Beomgyu.
Jeongin tidak menjawab, ia berusaha untuk mendudukkan diri. Melihat itu, Beomgyu langsung menghampiri, dengan sigap, ia memberikan segelas air pada Jeongin. "Mau kupanggilkan dokter?"
Setelah meminum sedikit air tersebut, Jeongin menggelengkan kepalanya. Ia justru menanyakan hal yang menurut Beomgyu sangat-sangat random. "Hari apa sekarang?"
"Sekarang? Minggu."
Pemuda bermarga Yang itu terdiam. Ia mulai berpikir, sudah lebih dari dua puluh empat jam ia tertidur. Jeongin juga tidak menyangka ia akan jatuh pingsan secara tiba-tiba, dan meninggalkan gadis itu dalam kepanikan.
Mengingat akan puan itu, matanya membulat, kepalanya langsung menoleh ke arah Beomgyu, bertanya dengan tergesa, "Dimana Yuna?"
"Dia baru saja pulang. Kejar kereta pagi. Kalau terlalu siang, pasti sampai di Seoul bakal larut. Bahaya gadis seperti dia pulang larut sendirian," jawab Beomgyu menarik kursi terdekat untuk diduduki.
Jeongin kembali menatap lurus kearah tembok, kemudian menundukkan kepalanya. Beomgyu sedang melindunginya.
"Apa yang dokter itu katakan?"
"Mereka bilang kau kecapean, terlalu banyak pikiran juga. Yah, beruntungnya mereka gak cari riwayatmu yang lain," jawab Beomgyu apa adanya.
"Kenapa kau ada disini?" tanya Jeongin menatap Beomgyu dari ekor matanya, menciptakan kesan sinis.
"Harusnya aku yang tanya. Aku terkejut waktu lihat namamu yang menelepon aku," ujar Beomgyu melipat tangannya. "Yah, walaupun bukan kamu yang benar-benar telepon, sih."
Alis Jeongin yang semula bertaut, kini mengendur. Ternyata Yuna yang memanggil Beomgyu menggunakan ponselnya. Mendadak, Jeongin jadi merasa bersalah. Lelaki berkaca mata itu rela jauh-jauh datang dari Seoul ke Gyeonggi, cuma untuk menolongnya.
Dalam bayangannya, Beomgyu pasti langsung ke tempat ini tanpa berpikir dahulu, setelah Yuna menghubunginya. Tapi memang benar sih, memangnya Beomgyu bisa berpikir?
Dalam hati, Jeongin jadi tertawa sendiri. Kenapa dia jadi memikirkan lelucon lama itu?Ia jadi ingat, waktu SMP dulu, Jeongin pernah bilang kalau Beomgyu ini tipikal orang yang mudah tertipu, begitu dibilang kenalannya kecelakaan. Buktinya, Beomgyu tanpa basa-basi langsung datang. Jeongin merasa sedikit deja vu.
![](https://img.wattpad.com/cover/176503892-288-k802966.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAM CATCHER [ JEONGIN - YUNA ]
FanficMimpi itu Bunga Tidur. Hanya sebuah imajinasi otak yang sedang beristirahat guna menghibur diri dikala tidur. Aku bukan ingin menceritakan tentang mimpi indah ku disetiap malam yang membuat ku tesenyum, atau mimpi buruk yang membuat ku mengigau. Dik...