Jadi, hidup manusia ditentukan oleh takdir?
---- Dream Catcher ----
Taehyung berjalan tergesa menuju kamarnya, tak memerdulikan sang adik yang kerap memanggil namanya. Yuna cukup kebingungan terhadap perubahan sikap signifikan yang tanpa Yuna sangka. Kakaknya memang tidak pernah bersikap baik padanya, namun ia kenal betul Taehyung pasti marah kalau Yuna memanggilnya seperti itu.
Seakan menulikan telinga, Taehyung langsung memasuki kamarnya sembari membanting pintu dengan kasar. Ia langsung duduk di kursi belajarnya, buru-buru membuka situs pencaharian di gawai besarnya tersebut.Napasnya memburu, sejalan dengan bunyi keyboard yang diketik dengan kasar. Ia tak menyangka hari ini akan terjadi. Ia tak menyangka Taehyung akan menatap mata itu lagi, bertemu wajah itu lagi, melihat perawakan itu lagi.
'Tidak. Bocah itu sudah mati.'
Taehyung terus menenangkan pikirannya. Ia mengacak rambutnya kasar kala ia tak menemukan jawaban. Tanpa basa basi, ia langsung meraih ponselnya mencoba menghubungi seseorang, yang nampaknya punya informasi lebih.Beberapa umpatan keluar dari bibir pemuda itu, sebelum akhirnya orang di seberang sana menjawab panggilan.
"Baca pesan gua, sekarang!!" Benar, Taehyung berteriak dengan panik. Setelah panggilan terputus, ia terus menggigit kukunya menunggu sesuatu, sambil terus mengeluarkan kalimat kasar. Dengan susah payah, ia mencoba berpikir positif.
'Tidak. Itu tidak mungkin terjadi. Tidak.'
Sebuah bunyi notifikasi tanda email masuk terdengar. Taehyung yang semula menutup matanya frustrasi kini, sontak langsung menegakkan badan. Cepat-cepat ia membuka dan membaca kiriman email yang baru saja masuk tersebut. Pupilnya bergerak tanpa henti. Sembari mencerna fakta yang baru saja ia baca, jantungnya serasa turun ke ulu hati.
Pemuda itu menyandarkan punggungnya, mengusap wajahnya kasar, kemudian menendang kaki meja belajarnya, tanpa peduli sakit yang menjalar.
"SIALAN!" geramnya. Ia kebingungan, apa yang akan terjadi lagi setelah pertemuan tak diinginkan ini. Taehyung sama sekali tidak pernah menyangka, hal seperti ini akan terjadi.
Ia benar-benar tidak mengetahui, Injeong -pelanggan setia yang selalu membeli narkoba padanya, memiliki saudara kembar identik yang sampai sekarang masih hidup.
---- Dream Catcher ----
Kantin sekolah terlihat sangat ramai. Suara beragam dari para murid memenuhi tempat tersebut. Beberapa dari mereka asik bergosip, atau saling bersunda gurau seperti yang kebanyakan anak laki-laki lakukan. Hanya Yuna dengan lamunannya. Dari tadi, ia hanya terus bergeser, menunggu makanan selanjutnya diletakkan di nampannya, dengan tatapan kosong.
"Ini sup nya, nona." ucap salah satu juru masak kantin, meletakkan mangkuk besi berukuran kecil, di meja saji. Melihat Yuna yang tak bergerak mengambil sup tersebut, juru masak tersebut memanggilnya lagi."Nona, kau baik-baik saja?"
Tak ada jawaban. gadis itu terus saja melamun, seakan memikirkan sesuatu yang berat.
"Nona, kalau tidak ingin mengambil supmu, kembalilah. Jangan membuat antrian panjang." Juru masak tersebut meninggikan intonasinya, membuat Yuna kembali dalam kesadarannya.
"Ah. Maafkan aku." Segera Yuna mengambil sup tersebut, dan langsung mencari tempat untuk duduk. Ia memilih tempat yang cukup jauh di pojok kantin. Untuk beberapa alasan, ia butuh ketenangan saat ini, tak ingin orang-orang akan melihatnya melamun seperti tadi.
Sebetulnya, otaknya tak jauh dari Yang Jeongin. Entah mengapa, Yuna merasa belakangan ini Jeongin menjauhinya habis-habisan. Panggilan yang tidak diangkat, pesan yang tak di balas, bahkan di kelas pun, Jeongin enggan menatap matanya. Jangankan itu, sapaan Yuna saja tidak dibalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAM CATCHER [ JEONGIN - YUNA ]
FanfictionMimpi itu Bunga Tidur. Hanya sebuah imajinasi otak yang sedang beristirahat guna menghibur diri dikala tidur. Aku bukan ingin menceritakan tentang mimpi indah ku disetiap malam yang membuat ku tesenyum, atau mimpi buruk yang membuat ku mengigau. Dik...