dua puluh sembilan : sebuah akhir

227 47 31
                                    

Terhitung 6 hari berlalu semenjak iyan mendapatkan undangan dari jean. Kurang dari 12 jam taruhannya dengan satya berakhir. Ia bahkan sudah menyerah memikirkan jawaban apa yang akan lyra berikan kalau ia mengajaknya untuk pergi. Sebuah iya atau tidak. Iyan terlalu sibuk berpikir sampai tak sadar bahwa ia telah sampai di pintu gerbang fakultasnya.

"Sampe bablas ke sini gue." Gumamanya seraya menggelengkan kepalanya, lengkap dengan senyuman handal yang selalu terukir kala ia menyadari bahwa lagi-lagi lyra yang menyiptakannya.

Saat ia sudah berbalik untuk kembali ke area parkiran, sebuah pesan masuk membuat iyan melebarkan matanya dan berlari secepat mungkin untuk menjangkau motor miliknya. Sebuah pesan yang menyebutkan bahwa kakak tertuanya mengalami kecelakaan dan kini sedang berada di rumah sakit.

Harusnya sekarang iyan sedang mengemudikan motornya dengan santai melewati jalan yang biasa ia lewati. Namun karena kabar yang mengejutkan dan dapat ia katakan sangat buruk kini kecepatan motornya hampir diatas 50 km perjam. Tak sadar bahwa apa yang sedang ia lakukan bisa membahayakan juga untuk dirinya.

Setelah iyan mengecek kembali lokasi yang tegar kirimkan padanya, ia dengan cepat berlari ke arah meja resepsionis.

"Permisi, apa ada pasien yang mengalami kecelakaan baru-baru ini?"

"Sebentar, biar saya cek dulu kak. Betul, pasien sudah dilarikan ke bagian UGD kak."

"Terimakasih."

Iyan tiba-tiba merasakan hawa panas dingin disekujur tubuhnya setelah mendengar bahwa jo dilarikan ke ruang UGD. Ia terlanjur memfokuskan tujuannya hingga tepat ia berbelok ke arah kiri, ia menabrak seseorang hingga terjatuh. Iyan dengan cepat menunduk menyampaikan permintaan maafnya dan berniat melanjutkan perjalanannya sampai sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Iyan?"

"Kamu gak apa-apa?" Perempuan itu menghampiri iyan dengan raut wajah yang amat khawatir. Ia sampai harus menyadarkan iyan yang terlihat linglung saat indera penglihatan mereka sudah bertemu.

"Haiyan. Hei, liat aku. Haiyan."

"Iya."

"Gak apa-apa, kak jo gak apa-apa. Barusan aku dari kamarnya. Dia udah dipindahin ke kamar inap, tenang yaa. Tarik napas, buang."

Sosok yang tengah berhadapan dengan iyan saat ini adalah lyra. Ia sudah berada di sini sekitar 30 menit sebelum akhirnya tegar memutuskan untuk menghubungi iyan memberitahu perihal keadaan jo yang baru saja terlibat kecelakaan dengan pengguna jalan lain. Awalnya lyra tak berpikir bahwa iyan akan sepanik ini sampai-sampai membuatnya seperti orang yang kehilangan arah. Untuk iyan bisa sampai di rumah sakit saja lyra rasanya sangat amat bersyukur.

Hanya butuh 20 menit bagi iyan untuk sampai ke rumah sakit dari kampusnya. Padahal jika dihitung seharusnya waktu paling cepatnya pun bisa sekitar 30 menit atau mungkin lebih jika jalan sedang ramai. Belum lagi jarak pintu masuk rumah sakit yang lumayan jika iyan sendiri menggunakan motornya. Lyra sampai tak tega hati melihat keringat yang bercucuran di dahinya serta terlihat nafasnya yang terengah karena berlari.

Lyra tersadar bahwa keterkejutannya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan iyan.

"Iyan, udah tenang sekarang?" Tanya lyra dengan halus yang hanya dibalas anggukan dari iyan.

"Yaudah ayo ke kamarnya kak jo."





━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Lyra baru saja akan memasukkan adonan kuenya ke dalam oven sebelum pada akhirnya ia harus menerima panggilan dari sahabatnya terlebih dulu. Sebenarnya lyra masih sedikit malas berhubungan lagi dengan jenny setelah pengakuan dirinya dan yang lain terakhir kali. Namun lyra bukan orang yang menyimpan bertumpuk-tumpuk kemarahan pada orang lain hingga pada dering ke 3 ia segera menggulir panggilan itu ke tombol hijau.

Kim's Boarding House || ft Rosé X NCT 2020✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang